Sabtu, 20 Oktober 2012

Konsili Vatikan II: Membuka Jendela Pembaruan (2)

Dalam posting yang lalu, kita telah melihat bagaimana gambaran umum, latar belakang, dan pelaksanaan Konsili Vatikan II. Dalam tulisan ini, kita akan menelaah seputar hasil-hasil Konsili Vatikan II. Konsili Vatikan II merupakan salah satu TONGGAK SEJARAH yang menandakan sebuah era baru dalam kehidupan Gereja Katolik. Di samping itu, Konsili Vatikan Ii ternyata juga menjadi PEDOMAN ARAH bagi pengembangan pemikiran, gerakan, tindakan pembaruan, peremajaan, dan pemantapan ajaran yang sangat bermanfaat. Di atas landasan ajaran yang dikemukakan oleh Konsili Vatikan II, dibangunlah keterbukaan, dialog, komunikasi, dan kerjasama dengan semua golongan, aliran, dan kelompok masyarakat. Ini semua dimungkinkan karena hasil-hasil keputusan yang dikeluarkan oleh para Bapa Konsili.
Hasil-hasil Konsili Vatikan II
Selama pelaksanaannya dari tahun 1962-1965, Konsili Vatikan II menghasilkan 16 dokumen, terdiri dari 4 Konstitusi, 9 Dekrit, dan 3 Deklarasi sebagai berikut:
Empat konstitusi yang dikeluarkan oleh Konsili Vatikan II terdiri dari Lumen Gentium, Sacrosanctum Concillium, Gaudium et Spes, dan Dei Verbum
Lumen Gentium memberikan pemahaman dasar tentang Gereja. Gereja adalah sakramen keselamatan, tanda serta penghasil persatuan dan persaudaraan kasih. Tanda ini ditegakkan di tengah-tengah umat manusia yang sudah lebih dulu bersatu karena berbagai alasan. Di tengah umat manusia, Gereja dihimpun oleh Roh Kudus dalam cinta kasih Kristus menjadi satu umat. Persekutuan umat tersebut berkelana menuju asal mula dan akhir tujuan segala sesuatu yaitu Bapa. Dalam hakikat mengenai Gereja itu, dipaparkan hak dan kewajiban setiap anggota umat beriman sesuai dengan anugerah, rahmat, dan tugas pelayanannya.
Gaudium et Spes menyatakan bahwa Gereja berada di tengah dunia meskipun bukan dari dunia. Keberadaan di tengah dunia ini menyadarkan Gereja akan tugas dan tanggung jawabnya terhadap dunia dan umat manusia dengan segala persoalan, tantangan, dan hambatan yang dihadapi. Gereja diajak untuk memberikan sumbangan dalam rangka pembangunan dan peningkatan mutu hidup manusia berdasarkan nilai martabat pribadi dan masyarakat, baik dalam bidang kehidupan budaya, sosial, ekonomi, dan politik sebagai upaya mewujudkan perdamaian dan persaudaraan sejati umat manusia.
Sacrosanctum Concillium mengulas suatu sarana kehidupan iman dalam bentuk perayaan resmi yang disebut liturgi. Dipaparkan mengenai hakekat, maksud, tujuan, sarana dan cara untuk memantapkan sarana tersebut. Diulas pula mengenai usul-usul penyederhanaan, pembaruan, pengayaan, penyesuaian dan penyerapan budaya setempat dalam kegiatan liturgi Gereja.
Dei Verbum mengemukakan bagaimana sumber-sumber ilahi digunakan sebagai inspirasi bagi Gereja untuk memahami diri, melaksanakan tugas, mengelola tata kehidupan, dan menjalankan seluk beluk perikehidupan. Gereja diajak untuk memahami tentang fungsi dan manfaat Kitab Suci, Tradisi, dan wewenang mengajar sebagai satu keseluruhan yang sinergis.
Konsili Vatikan II menghasilkan sembilan dekrit yang terdiri dari Orientalium Ecclesiarum, Inter Mirifica, Apostolicam Actuositatem, Perfectae Caritatis, Christus Dominus, Presbyterorum Ordinis, Optatam Totius, Ad Gentes, dan Unitatis Redintegratio
Orientalium Ecclesiarum mengemukakan sumber tradisi luhur Gereja Katolik Tmur, sejarah perkembangannya, dan penghayatan kesatuan Gereja dalam ritus dan tradisi tersendiri. Hal ini merupakan bentuk perhatian khusus bagi para anggota Gereja yang mengikuti tradisi sendiri yang berbeda dengan tradisi Gereja Barat.
Inter Mirifica merupakan pengakuan Gereja terhadap kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Gereja juga ingin memanfaatkan penemuan yang menakjubkan, baik dari ilmu pengetahuan maupun teknologi. Penemuan yang paling ampuh untuk mempersatukan dunia dan umat manusia adalah alat-alat komunikasi sosial, baik media cetak maupun elektronik. Konsili ingin mengemukakan bagaimana pemanfaatan alat-alat tersebut baik untuk pewartaan Injil maupun penyebaran nilai manusiawi universal.
Apostolicam Actuositatem memberikan penyadaran serta pengembangan tugas dan tanggung jawab awam dalam perutusan Gereja. Kaum awam merupakan kelompok umat mayoritas. Kaum awam sepenuhnya adalah anggota Gereja. Mereka memikul tugas perutusan gereja bersama dengan anggota umat lainnya. Melalui pembaptisan, mereka ikut mengambil bagian dalam tugas Kristus sebagai imam, nabi, dan gembala.
Perfectae Caritatis membahas tentang pembaruan yang serasi seputar hidup membiara. Cara hidup membiara adalah cara hidup yang dikembangkan Gereja berdasar cita-cita Tiga Nasehat Injil. Ada sebagian anggota Gereja yang memilih cara hidup membiara. Cara hidup ini kemudian ditinjaukembali agar sesuai dengan citra Gereja dan selaras dengan persepsi panggilan Gereja di dalam dunia dewasa ini.
Christus Dominus menjabarkan tentang tugas Uskup dalam menggembalakan umat, baik secara sendiri-sendiri maupun dalam satu persekutuan bersama dengan Sang Gembala Utama, yaitu Paus. Perutusan Gereja dipikul bersama-sama oleh seluruh umat seturut dengan takaran kasih karunia, karisma dan tugas pelayanannya. Para Uskup merupakan pengganti para rasul yang menjalankan tugas kerasulan dalam wilayah yang dipercayakan kepadanya.
Presbyterorum Ordinis menyoroti para petugas resmi pembantu Uskup, yaitu para imam. Gereja ingin menempatkan imam dalam status dan jabatan yang seharusnya. Para imam, melalui tahbisan dan perutusan yang mereka terima dari para Uskup, diangkat untuk melayani Kristus, Sang Guru, Imam dan Gembala. Mereka ikut menunaikan pelayanan Kristus yang dipahami sebagai upaya untuk membangun dunia ini menjadi umat Allah.
Optatam Totius mengemukakan kaidah-kaidah baru mengenai pendidikan para imam secara integral. Pendidikan ini meliputi pembinaan akademis, pemantapan moral spiritual dan pematangan kepribadian. Semua ini dibuat karena peranan imam sangat menentukan dalam kehidupan dan pembaruan Gereja.
Ad Gentes merinci inti, karya, dan pernak-pernik kegiatan perutusan Gereja yang disebut karya misioner. Kristus telah memberikan tugas kepada Gereja untuk mewartakan Injil ke seluruh penjuru dunia dan kepada seluruh umat manusia. Tugas inilah yang menjadi inti perutusan Gereja di tengah dunia.
Unitatis Redintegratio ingin memberikan pernyataan hasrat Gereja untuk memulihkan persatuan dengan saudara-saudara yang sama-sama mengaku percaya kepada Kristus yang satu. Karena Kristus tidak terpecah-pecah, tidak dapat diragukan bahwa ada semakin besar keinginan di semua pihak untuk memulihkan kesatuan persekutuan Kristen.
Tiga deklarasi disampaikan Konsili Vatikan II kepada masyarakat dunia, yaitu Gravissimum Educationis, Nostra Ætate, dan Dignitatis Humanæ
Gravissimum Educationis menuangkan pemikiran sekitar pendidikan sebagai tugas yang juga dilaksanakan oleh Gereja. Dalam rangka melayani pembinaan pribadi manusia dan masyarakat, Gereja melaksanakan pelayanan pendidikan. Asas dan tujuan serta ciri dan pengelolaan pendidikan tersebut ditegaskan kembali agar mencapai tujuan yang telah ditetapkan oleh Gereja mengembangkan iman dan pengetahuan.
Nostra Ætate menegaskan sikap hormat, penuh perhatian, dan pemahaman terhadap agama-agama dan kebudayaan-kebudayaan lain, yaitu Hinduisme, Buddhisme, Islam, Yahudi, serta mereka yang tidak percaya dan menolak Tuhan. Dengan demikian, diharapkan ada sikap saling memahami yang dapat berujung pada sikap dialog dan kerjasama.
Dignitatis Humanæ ingin mencanangkan bahwa Gereja mengakui kebebasan beragama dan kebebasan agama. Hal ini didasarkan pada martabat pribadi manusia yang sangat agung. Atas dasar itu, Gereja menegaskan bahwa setiap orang sebagai pribadi manusia dan setiap kelompok sebagai masyarakat berhak untuk mengikuti hati nuraninya secara bebas.

Apa bedanya antara Konstitusi Dogmatis, Dekrit, dan Deklarasi? Konstitusi Dogmatis menyatakan landasan ideal yang menjadi dasar ajaran dan sikap yang dilakukan oleh Gereja. Dekrit mengandung keputusan-keputusan yang ingin dijalankan oleh Gereja. Deklarasi menuangkan pernyataan sikap Gereja tentang hal tertentu. Pembedaan status dokumen itu menggambarkan bagaimana Gereja ingin memberikan dasar, melaksanakan ajaran, dan memberikan komentar terhadap perkembangan yang terjadi di dunia.
Tindak Lanjut Hasil Konsili
Konsili Vatikan II ingin memperjuangkan semangat keterbukaan dan persaudaraan. Semangat yang dikorbarkan oleh Paus Yohanes XXIII ini tampak dalam suasana konsili di mana semakin banyak orang dilibatkan untuk urun rembug demi kemajuan pelayanan Gereja. Dalam pidato pembukaannya, Paus Yohanes XXIII mendesak para Bapa Gereja untuk "menunjukan belas kasih dan bukan kecaman" dalam dokumen-dokumen yang akan mereka buat. Semangat keterbukaan ini kemudian dilanjutkan oleh para paus yang menjabat setelah Yohanes XXIII. Paus Paulus VI dan Yohanes Paulus II mengunjungi banyak negara dan berdialog dengan para pemimpin bangsa dan agama.
Dalam sebuah wawancara yang dimuat dalam Majalah HIDUP No. 32 Tahun ke-66. 05 Agustus 2012, Romo Carolus Borromeus Mulyatno mengatakan bahwa Konsili Vatikan II mendorong berkembangnya komunitas iman sebagai murid-murid Yesus yang selalu menghayati doa dengan rendah hati, menimba kekuatan Sabda, saling belajar serta mengembangkan dan bersaudara secara luas. Pendidikan menjadi sarana untuk menumbuhkan persaudaraan dan solidaritas demi kehidupan yang damai dan menjunjung semangat dialog. Sementara itu, tantangan yang dihadapi oleh semangat Konsili Vatikan II adalah semangat individualisme yang menjadi spirit dunia sekarang ini. Individualisme merupakan spirit dan cara hidup tertutup, mengandalkan kemampuan diri sendiri, dan melihat orang lain sebagai pesaing. Semangat ini akan memproduksi cara hidup yang menghalalkan kekerasan untuk menyelesaikan masalah. Untuk itu, seluruh umat perlu mengedepankan semangat keterbukaan dan persaudaraan. Persaudaraan merupakan semangat dan cara hidup yang menyadari bahwa setiap orang membutuhkan sesama untuk saling menghormati, membantu, dan mengembangkan.
Menyikapi situasi di atas, umat Katolik perlu terus menyuarakan dan memberi kesaksian tentang hidup dalam damai dan persaudaraan, cara hidup yang diperkenalkan oleh Konsili Vatikan II. Sayang, di Indonesia, mungkin belum banyak orang yang tahu mengenai Konsili Vatikan II dan hasil-hasilnya. Hal ini merupakan tantangan bagi seluruh umat Katolik untuk mau tahu dan mau belajar tentang kekayaan ajaran Gereja ini. Di Tahun Iman ini, kita diberi kesempatan untuk belajar mengenal lebih dalam tentang Konsili Vatikan II dan Katekismus Gereja Katolik. Siapa yang mau belajar? Ayo kita belajar bersama.
Gambar diambil dari: http://obor5.blogsome.com/images/dokumen-konsili.gif dan http://spiritualitaskatolik.files.wordpress.com/2012/10/konsili-vatikan-ii.jpg

Minggu, 14 Oktober 2012

Konsili Vatikan II: Membuka Jendela Pembaruan (1)

Tulisan ini diposting untuk melanjutkan pembicaraan mengenai Tahun Iman 2012-2013 sekaligus untuk menjawab pertanyaan dari Michael Kurniawan Adi Pramana, seorang anggota keluarga Ruang Podjok, yang menyatakan keingintahuannya lebih lanjut mengenai Konsili Vatikan II. 

Konsili Ekumenis Vatikan II (1962-1965) merupakan Konsili Ekumenis ke-21 yang diselenggarakan oleh Gereja Katolik Roma. Konsili ini dibuka oleh Paus Yohanes XXIII pada 11 Oktober 1962 dan ditutup oleh Paus Paulus VI pada 8 Desember 1965. Pembukaan Konsili ini dihadiri oleh sekitar 2540 orang uskup Gereja Katolik Roma dari seluruh dunia (selanjutnya, para uskup yang hadir ini disebut para Bapa Konsili), 29 pengamat dari 17 Gereja lain, dan para undangan dari kalangan non Katolik.
Pelaksanaan konsili dibagi menjadi empat periode sidang. Uskup yang hadir dalam konsili ini lebih banyak dari konsili-konsili sebelumnya dan berasal dari negara yang lebih beragam. Jumlah dokumen yang dihasilkannya pun lebih banyak dan dampak pengaruhnya atas kehidupan Gereja Katolik lebih besar dari peristiwa manapun sesudah zaman reformasi pada abad XVI.

Mengapa Diadakan Konsili?
Pada tahun 1950-an, studi teologi dan biblikal Roma Katolik mulai memasuki pembaharuan sejak Konsili Vatikan I hingga memasuki abad kedua puluh. Liberalisme pemikiran teologis muncul dari para teolog seperti Yves Congar, Karl Rahner, dan John Courtney Murray yang mencari cara untuk mengintegrasikan pengalaman manusia modern dengan dogma Kristiani. Tokoh lainnya adalah Joseph Ratzinger (sekarang Paus Benediktus XVI) dan Henri de Lubac. Para tokoh tersebut menginginkan pemahaman yang lebih akurat terhadap Injil dan menganggap ajaran para Bapa Gereja mula-mula sebagai sumber pembaharuan. 
Dalam kurun waktu yang sama, para uskup sedunia juga menghadapi tantangan yang sangat besar dari segi perubahan politik, sosial, ekonomi, dan teknik. Beberapa uskup mengusulkan perubahan dalam struktur dan praktek gerejawi untuk menghadapi tantangan-tantangan tersebut. Di antara pengusul ini, yang paling terorganisir adalah kelompok uskup Belanda dan Jerman yang dikenal sebagai para Uskup Rhine. Dalam konsili sebelumnya (Konsili Vatikan I) yang terpaksa dirampungi lebih awal akibat pecahnya perang Perancis-Prusia, isu-isu mengenai pastoral dan dogma tidak dapat dibahas akibat perang tersebut dan hanya sempat menghasilkan suatu dogma mengenai Infabilitas Paus. 
Paus Yohanes XXIII kemudian secara tidak terduga memutuskan untuk mengadakan Konsili hanya dalam waktu kurang dari tiga bulan setelah pengangkatannya pada tahun 1959. Dalam sebuah dialog mengenai konsili, Paus diwawancarai mengenai penyebab konsili ini perlu dilakukan. Dalam wawancara itu, dikisahkan Paus membuka jendela dan berkata, "Saya ingin membuka jendela dari Gereja sehingga kita bisa melihat keluar dan mereka yang ada di luar bisa melihat ke dalam." Dalam konsili yang digagasnya, Paus mengundang pula gereja-gereja Kristen lain untuk mengirimkan pengamat ke konsili tersebut. Undangan ini disambut baik oleh kedua gereja Protestan dan Ortodoks. Gereja Ortodoks Rusia yang berada di bawah kekhawatiran akan Pemerintahan Komunis Soviet menyambut undangan tersebut setelah diyakinkan bahwa konsili ini akan bersifat apolitik.

Sebuah Konsili Pastoral
Persiapan konsili – yang memakan waktu lebih dari dua tahun – dilaksanakan oleh 10 Komisi Khusus dengan bantuan para awak media massa, Christian Unity, dan sebuah Komisi Sentral sebagai koordinator keseluruhan. Kelompok ini kebanyakan terdiri dari anggota Kuria Romawi. Komisi menghasilkan 987 proposal konstitusi dan dekrit (dikenal sebagai schemata atau Skema) yang nantinya akan dimintakan persetujuan konsili. Dengan demikian, pekerjaan dalam konsili akan lebih mudah karena materi dan bahan pembicaraan sudah dipersiapkan sebelumnya. Meskipun demikian, keseluruhan skema yang telah dipersiapkan itu sama sekali tidak disetujui oleh anggota konsili sehingga komisi pelaksana harus membuat skema baru yang sesuai dengan pembicaraan dalam konsili. 
Sidang-Sidang Umum Konsili dilaksanakan pada musim gugur selama empat tahun mulai 1962 sampai 1965. Pembicaraan selama itu dibagi dalam empat sesi sidang. Di luar masa sidang, Komisi-Komisi Khusus Konsili dibentuk untuk membicarakan dan memeriksa hasil-hasil kerja para uskup dan mempersiapkan sidang berikutnya. Sidang dilaksanakan dalam Bahasa Latin di Basilika Santo Petrus, di mana diskusi dan pendapat dinyatakan sebagai "rahasia". Hasil Konsili sesungguhnya dikerjakan dalam pertemuan-pertemuan komisi lainnya serta dalam pertemuan informal dan pertemuan sosial lainnya di luar sesi resmi konsili. 
Sebanyak 2.908 pria (dianggap sebagai para Bapa Konsili) tercatat memiliki hak suara dalam konsili tersebut. Di dalamnya, termasuk seluruh Uskup dan para Superior dari Ordo-Ordo Religius pria. Sebanyak 2.540 orang mengambil bagian dalam Sidang Pembukaan yang membuat sidang tersebut menjadi pertemuan terbesar di sepanjang sejarah konsili Gereja. Jumlah yang hadir sangat bervariasi di setiap sidang dan berkisar antara 2.100 sampai 2.300 orang. Sebagai tambahan, ada sejumlah periti (bhs Latin: “para ahli") yang hadir sebagai konsultan ajaran teologi. Kelompok periti ini kemudian memiliki pengaruh yang sangat besar seiring dengan perjalanan konsili. Sebanyak 17 anggota Gereja Ortodoks dan berbagai denominasi Protestan juga mengirimkan pengamat-pengamat mereka.
Paus Yohanes XXIII membuka Konsili pada 11 Oktober 1962 dalam sebuah Sidang Umum yang dihadiri oleh para Bapa Konsili serta  para wakil dari 86 negara dan badan-badan internasional. Setelah Misa, Paus memberikan amanatnya berjudul Gaudet Mater Ecclesia (bhs Latin: "Bunda Gereja Bersukacita") kepada para Uskup yang berkumpul dalam sidang tersebut. Dalam pidatonya, Paus menolak pemikiran mengenai para "nabi-nabi akhir zaman yang selalu meramalkan akan bencana" pada dunia dan masa depan Gereja. Paus menekankan bahwa sifat konsili yang dilakukan tersebut adalah pastoral ("penggembalaan"), bukan doktrinal. Paus juga memperingatkan bahwa Gereja tidak perlu mengulang maupun merumuskan kembali doktrin-doktrin maupun dogma-dogma yang telah ada, tetapi Gereja harus mengajarkan pesan-pesan Kristus dalam tren dunia modern yang cepat berubah. Paus mendesak para Bapa Gereja untuk "menunjukan belas kasih dan bukan kecaman" dalam dokumen-dokumen yang akan mereka buat.
Dalam sesi pertama konsili, dalam waktu kurang dari 15 menit, para uskup telah mengadakan pemungutan suara atas permintaan Para Uskup Rhine mengenai agenda sidang. Mereka ingin menentukan pilihan: 1) akan mengikuti agenda yang telah disiapkan oleh Komisi Persiapan atau 2) akan membuat agenda baru yang akan dibicarakan di antara para anggota sidang terlebih dahulu, baik dalam kelompok-kelompok nasional dan regional, maupun dalam pertemuan informal. Usulan ini tampaknya cukup wajar. Namun, mayoritas delegasi tidak menyadari bahwa para uskup Rhine telah mempersiapkan suatu alur pembicaraan dalam konsili. Dalam skema yang baru berdasarkan usulan para Uskup Rhine, prioritas dari isu-isu yang dibicarakan menjadi berubah. Isu-isu yang dibicarakan selama sesi-sesi sidang tersebut termasuk mengenai liturgi, komunikasi, gereja-gereja Ritus Timur, serta sumber-sumber Wahyu Ilahi. Skema mengenai Wahyu Ilahi kemudian ditolak oleh sebagian besar uskup, dan Paus Yohanes terpaksa harus campur tangan untuk memerintahkan penulisan kembali skema ini. Sidang pertama ditutup pada tanggal 8 Desember 1962. 
Beberapa bulan setelah ditutupnya sesi pertama, sidang berikutnya tahun 1963 mulai dipersiapkan. Di tengah persiapan ini, ada peristiwa yang sangat mengejutkan. Paus Yohanes XXIII wafat pada tanggal 3 Juni 1963. Persiapan sidang sesi kedua pun tertunda dengan proses pemilihan Paus dalam konklaf. Tanggal 21 Juni 1963, terpilihlah Paus baru yang mengambil nama Paulus VI. Melanjutkan pemikiran pendahulunya, Paus Paulus VI segera mengumumkan bahwa konsili harus berlanjut  sesuai haluan yang telah ditetapkan pada sidang sebelumnya oleh Paus Yohanes XXIII.

Dalam bulan-bulan sebelum sidang kedua, Paus Paulus VI melakukan sejumlah perbaikan untuk memecahkan masalah organisasi dan prosedur yang ditemukan selama sesi pertama. Perbaikan dan pembaruan ini meliputi undangan bagi pengamat tambahan dari kaum awam Katolik dan non-Katolik, serta pengurangan jumlah skema yang diusulkan menjadi 17 saja. Dengan demikian, keseluruhan skema menjadi lebih umum sehingga dapat mempertahankan sifat pastoral konsili. Akhirnya, Paus Paulus VI juga menghapuskan ketentuan kerahasiaan sidang. Amanat pembukaan Paus Paulus pada tanggal 29 September 1963 menekankan kembali sifat pastoral konsili, dan menetapkan empat tujuan Konsili, yaitu: 1) untuk lebih mendefinisikan sifat dasar gereja dan tugas pelayanan para uskup; 2) untuk memperbaharui gereja; 3) untuk mengembalikan kesatuan di antara kaum Kristiani, termasuk meminta maaf akan kontribusi Gereja Katolik pada masa lampau terhadap perpecahan itu; serta 4) untuk memulai dialog dengan dunia modern.Selama masa sidang ini, para uskup menyetujui konstitusi tentang liturgi suci (Sacrosanctum Concilium) dan dekrit tentang upaya-upaya komunikasi sosial (Inter Mirifica). Sidang dilanjutkan dengan skema mengenai Gereja, Uskup, Keuskupan, dan Ekumenisme. Pada 8 November 1963, Joseph kardinal Frings mengkritik Kongregasi untuk Doktrin Iman (sebelum 1908, dokumen ini dikenal sebagai Holy Roman and Universal Inquisition). Kritikan tersebut segera dibalas oleh pembelaan diri yang berapi-api dari sekretaris badan tersebut, Alfredo Kardinal Ottaviani. Silang pendapat ini dianggap sebagai kejadian paling dramatis selama Konsili. (Sebagai catatan, penasihat teologi Kardinal Frings adalah Joseph Ratzinger muda, sekarang Paus Benediktus XVI, yang kemudian menjadi kardinal yang mengepalai Kongregasi tersebut di Tahta Suci). Sidang sesi kedua berakhir pada 4 Desember1963. 
Di antara periode sidang kedua dan ketiga, proposal skema direvisi kembali berdasarkan komentar-komentar dari para Bapa Konsili. Sejumlah topik dikurangi  dan menjadi usulan pernyataan fundamental untuk disetujui dalam sidang ketiga. Setelah itu, Komisi Paska Konsili akan menangani implementasi peraturan-peraturan tersebut. Dalam sidang ketiga, diundanglah 8 pengamat religius wanita dan 7 wanita awam bersama-sama dengan undangan tambahan pria awam. Dalam sidang yang dimulai pada 14 September 1964 ini, para Bapa Konsili mengerjakan sejumlah besar proposal. Skema mengenai ekumenisme (Unitatis Redintegratio), gereja-gereja Katolik Ritus Timur (Orientalium Ecclesiarum), serta konstitusi tentang Gereja (Lumen Gentium) disetujui dan diumumkan secara resmi oleh Paus.Sidang tersebut juga memunculkan sebuah votum atau pernyataan mengenai sakramen pernikahan sebagai pedoman bagi komisi untuk merevisi hukum Gereja seputar isu-isu beragam akan yurisdiksi, seremonial, dan pastoral. Para uskup mengusulkan skema ini dan meminta persetujuan yang cepat dari Paus. Namun, hal itu tidak segera diputuskan pada konsili tersebut. Paus memerintahkan para Uskup menunda topik kontrasepsi buatan yang selanjutnya akan dibahas oleh sebuah komisi pastoral dan awam yang telah ditunjuknya. Skema mengenai tugas dan pelayanan para pastor serta tugas misi Gereja ditolak dan dikembalikan kepada komisi-komisi untuk ditulis ulang mulai awal. Pekerjaan dilanjutkan untuk membahas sisa skema lainnya, terutama untuk masalah Gereja di dunia masa kini dan kebebasan beragama. Terjadi kontroversi mengenai revisi dekrit kebebasan beragama yang mengakibatkan kegagalan pengambilan suara terhadap dekrit ini pada sidang ketiga. Paus menjanjikan untuk segera meninjau skema ini pada masa sidang berikutnya.Paus menutup sidang ketiga pada tanggal 21 November 1964 dengan mengumumkan perubahan tata cara Ekaristi dan secara resmi mengumumkan Maria sebagai "Bunda Gereja" seperti yang telah sering diajarkan. Sebelas skema masih belum selesai pada akhir sidang ketiga dan komisi-komisi bekerja untuk melakukan finalisasi. Skema 13, mengenai Gereja di Dunia Modern (Gereja di Dunia Dewasa Ini) direvisi oleh sebuah komisi yang dibantu oleh orang-orang awam. 
Paus Paulus membuka sidang keempat pada tanggal 14 September 1965 dengan mendirikan sebuah Konferensi Para Uskup. Struktur yang lebih permanen ini ditujukan untuk mempertahankan kerja sama yang erat antara para uskup dengan Paus setelah konsili berakhir.Persoalan pertama yang muncul dalam sidang keempat adalah pertimbangan mengenai dekrit kebebasan beragama yang merupakan topik paling kontroversial di antara semua dokumen konsili. Hasil pemungutan suara dalah 1.997 yang menyetujui dan 224 menolak. Setelah dokumen itu, masih ada 3 dokumen tersisa yang akhirnya semuanya disetujui oleh para Bapa Konsili. Dokumen  tersebut adalah Konstitusi Gereja di Dunia Dewasa Ini (Gaudium et Spes) dengan revisi-revisi pastoral dan menghasilkan dokumen lebih meluas, diikuti oleh Dekrit tentang Kegiatan Misioner Gereja (Ad Gentes) serta Dekrit tentang Pelayanan dan Kehidupan para Imam (Presbyterorum Ordinis).Konsili juga menyetujui dokumen-dokumen lain yang telah dibicarakan dalam sesi-sesi sebelumnya, termasuk Dekrit tentang Tugas Pastoral para Uskup dalam Gereja (Christus Dominus), Dekrit tentang Pembaharuan dan Penyesuaian Hidup Religius (Perfectae Caritatis), Dekrit tentang Pembinaan Imam (Optatam Totius), Pernyataan Pendidikan Kristen (Gravissimum Educationis), serta Dekrit Kerasulan Awam (Apostolicam Actuositatem).
Salah satu dokumen yang paling kontroversial adalah Nostra Ætate. Dokumen ini menegaskan bahwa orang Yahudi pada masa Kristus (siapapun) dan orang Yahudi pada masa kini tidak memikul tanggung jawab akan pembunuhan Kristus lebih besar daripada kaum Kristen. Berikut ini adalah petikan terkenal dari Nostra Ætate:

“Meskipun para pemuka bangsa Yahudi beserta para penganut mereka mendesak kematian Kristus, namun apa yang telah dijalankan selama Ia menderita sengsara tidak begitu saja dapat dibebankan sebagai kesalahan pada semua orang Yahudi yang hidup ketika itu atau kepada orang Yahudi zaman sekarang. Walaupun Gereja itu umat Allah yang baru, namun hendaknya orang-orang Yahudi jangan digambarkan seolah-olah dibuang oleh Allah atau terkutuk, seakan-akan itu dapat disimpulkan dari Kitab suci.Maka hendaknya semua berusaha, supaya dalam berkatekese dan mewartakan Sabda Allah jangan mengajarkan apa pun, yang tidak selaras dengan kebenaran Injil dan semangat Kistus.Selain itu Gereja, yang mengecam segala penganiayaan terhadap siapapun juga, mengingat pusaka warisannya bersama bangsa Yahudi. Gereja masih menyesalkan kebencian, penganiayaan, pun juga unjuk-unjuk rasa antisemitisme terhadap bangsa Yahudi, kapan pun dan oleh siapa pun itu dijalankan, terdorong bukan karena motivasimotivasi politik, melainkan karena cinta kasih keagamaan menurut Injil.Kecuali itu Kristus, seperti selalu telah dan tetap masih diyakini oleh gereja, demi dosa-dosa semua orang telah menanggung sengsara dan wafat-Nya dengan sukarela, karena cinta kasih-Nya yang tiada taranya, supya semua orang memperoleh keselamatan. Maka merupakan tugas Gereja pewarta: memberitakan salib Kristus sebagai lambang cinta kasih Allah terhadap semua orang dan sebagai sumber segala rahmat” (NA 4).

Di hari-hari menjelang akhir pelaksanaan konsili, ada peristiwa penting yang menandari perubahan dalam Gereja. Saat itu, Paus Paulus dan Patriark Athenagoras dari Ortodoks mengekspresikan penyesalan atas peristiwa masa lalu yang menyebabkan Skisma Besar Gereja Barat-Timur. Deklarasi ini dikenal sebagai Pernyataan Bersama Katolik-Ortodoks 1965.
Pada 8 Desember 1965, Konsili Vatikan II secara resmi ditutup dengan pernyataan para uskup untuk menaati segala keputusan konsili. Untuk memperlancar pelaksanaan hasil konsili, Paus Paulus melakukan beberapa tindakan, yaitu: 1) membentuk Komisi Kepausan untuk Media Komunikasi Sosial yang akan membantu para uskup dan penggunaan pastoral akan media-media ini; 2) mendeklarasikan hari peringatan selama 1 Januari hingga 26 Mei 1966 untuk mendorong umat Katolik mempelajari dan menerima keputusan-keputusan konsili dan mempergunakannya sebagai pembaharuan spiritual mereka; 3) mengubah nama, wewenang, dan prosedur bagi lembaga resmi kepausan; 4) menetapkan Sekretariat untuk Kesatuan Umat Kristen serta Kaum non Kristiani bagi agama non-Kristen dan bagi mereka yang belum percaya.


Rabu, 10 Oktober 2012

Sedikit Catatan tentang Tahun Iman 2012-2013

Hari Sabtu-Minggu (6-7/10), di seluruh gereja dalam wilayah Keuskupan Agung Semarang, dibacakan Surat Gembala Uskup Agung Semarang untuk menanggapi dicanangkannya Tahun Iman 2012-2013 oleh Paus Benediktus XVI. “Pak, Tahun Iman itu apa?” pertanyaan inilah yang diajukan oleh Bernardus Aldio Minda Kurniawan, salah seorang anggota keluarga Ruang Podjok dan menggerakkan Penjaga Pojok untuk menulis sedikit catatan mengenai Tahun Iman.

“Setibanya di situ, mereka memanggil jemaat berkumpul, lalu mereka menceritakan segala sesuatu yang Allah lakukan dengan perantaraan mereka, dan bahwa Ia telah membuka pintu bagi bangsa-bangsa lain kepada iman”
(Kis 14:27)


Kutipan inilah yang digunakan Paus Benediktus XVI untuk memulai penetapan Tahun Iman 2012-2013. Kisah Para Rasul menyatakan Allah telah membuka pintu iman bagi Gereja Perdana dan bangsa-bangsa lain. Melalui pintu iman itu, Allah telah mengundang kita masing-masing untuk melangkah masuk ke dalam gerbang relasi yang lebih mendalam bersama Dia. Tahun Iman merupakan kesempatan bagi setiap orang Katolik untuk berpaling kepada Yesus, menjumpaiNya dalam sakramen, terutama Ekaristi, serta menemukan kembali iman dan keterlibatan dalam Gereja.
Melalui Surat Apostolik tertanggal 11 Oktober  2011 yang berjudul “Porta Fidei”, Paus Benediktus XVI menetapkan Tahun Iman yang dimulai tanggal 11 Oktober 2012 dan berakhir pada tanggal 24 November  2013. 11 Oktober 2012, hari pertama Tahun Iman, adalah peringatan kelimapuluh tahun pembukaan Konsili Vatikan II dan peringatan keduapuluh tahun penerbitan Katekismus Gereja Katolik.
Tahun Iman merupakan “suatu panggilan kepada pertobatan yang otentik kembali kepada Tuhan, satu-satunya Juruselamat dunia” (Porta Fidei 6) dan menjadi keempatan bagi orang Katolik untuk melakukan pembaruan – berpaling kepada Yesus dan memasuki relasi yang lebih mendalam bersamaNya. Pintu iman dibuka bagi setiap orang ketika ia dibaptis. Namun, pada tahun ini, pintu yang sama dibuka kembali secara lebih lebar bagi setiap orang Katolik agar mereka dapat memasukinya, menemukan kembali dan memperbarui relasi kita dengan Yesus dan Gereja.
Untuk menandai penetapan ini, dibuatlah Logo Tahun Iman yang memiliki bentuk persegi. Bentuk persegi ini membingkai gambar perahu – yang menyimbolkan Gereja – yang sedang mengarungi gelombang. Pada perahu tersebut, terdapat tiang salib yang menggambarkan tanda dinamis yang membentuk tanda triagram Kristus (IHS). Sebagai latar belakang, ada gambar matahari yang menyatu dengan tanda triagram yang juga menjadi simbol Ekaristi.
Selama Tahun Iman 2012-2013 ini, setiap orang Katolik diajak untuk mempelajari dan merefleksikan dokumen Konsili Vatikan II dan Katekismus Gereja Katolik. Dokumen-dokumen ini merupakan kekayaan iman Gereja yang begitu luar biasa. Dokumen Konsili Vatikan II dan Katekismus Gereja Katolik memuat ajaran-ajaran iman mutakhir yang dapat menjadi pedoman hidup menggereja. Dengan demikian, melalui pendalaman atas dokumen-dokumen tersebut, kita dapat semakin memperdalam dan memperkaya pengetahuan dan penghayatan iman kita.
Akhirnya, Penjaga Pojok mengajak semua anggota keluarga Ruang Podjok untuk memasuki gerbang pintu iman pada Tahun Iman ini. Semoga pengalaman untuk melangkah ke dalam iman itu membuat kita semakin menemukan Allah melalui Yesus Kristus dan terlibat secara penuh dalam Gereja karena kuasa Roh Kudus.


Doa Tahun Iman 2012-2013

Allah Bapa Mahapengasih, kami bersyukur kepada-Mu karena melalui Yesus Kristus Putra-Mu, Engkau telah memanggil kami ke dalam pangkuan Gereja Katolik yang kudus dan memperkenankan kami masuk ke dalam persekutuan Allah Tritunggal.
Utuslah Roh Kudus-Mu agar kami senantiasa mempunyai iman yang hidup. Semoga pada Tahun Iman ini, kami semakin memperdalam iman kami melalui pendalaman Kitab Suci dan ajaran-ajaran Gereja.
Semoga dengan perayaan-perayaan suci-Mu, terutama Ekaristi, kami semakin tinggal dalam Kristus dan berbuah melalui perwujudan iman kami sehari-hari di tengah aneka tantangan dan hambatan dalam Gereja dan masyarakat pada zaman ini.
Bersama Bunda Maria, Bunda kaum beriman, dan para rasul, guru dan teladan iman kami, kami hunjukkan doa ini kepada-Mu dengan pengantaraan Kristus, Tuhan kami. Amin.






Senin, 08 Oktober 2012

Ruang Pojok Ulang Tahun Kesatu!

Tidak terasa, keberadaan aktivitas Ruang Pojok ini sudah setahun. Kata orang, usia setahun itu sedang lucu-lucunya, tapi mungkin kata orang lain lagi setahun itu belum ada apa-apanya. Apapun komentarnya – kata Soimah – “masalah buat loe?!” Meskipun begitu, usia setahun bagi Warung Pojok ini merupakan usia yang bersejarah. Dalam usia setahun, sudah ada berbagai aktivitas yang dilakukan. Berikut ini adalah catatannya.

Tanggal 7 Oktober 2011, dimulailah kegiatan di Warung Pojok dengan Ibadat Jumat Pertama. “Ibadat ini untuk membuka kegiatan Rokat SMKN 3 Surakarta sekaligus menjadi Ibadat Jumat Pertama. Dalam bacaan hari ini, kita diajak untuk BERSATU. Inilah yang diajarkan oleh Tuhan. Pertemuan seperti ini diadakan dalam rangka memperkuat satu sama lain. Kebersatuan inilah yang dialami oleh armada Kristen yang tengah menghadapi armada Muslim. Karena kalah jumlah, armada Kristen pun berdoa bersama kepada Bunda Maria melalui Rosario. Peringatan itulah yang kita kenangan pada hari ini. Bukan perangnya tetapi kebersamaan dalam doa dan iman itulah yang ingin kita renungkan. Tujuan kegiatan Rokat adalah membuat anggotanya dapat berani beriman dengan gembira. Dengan demikian, seseorang tidak lagi takut menjadi orang Katolik. Untuk memberikan nuansa khusus pada kegiatan ini, diusulkan untuk mengambil nama Maria Ratu Rosario sebagai nama pelindung kegiatan Rokat SMKN 3 Surakarta.” Ibadat itu menjadi titik tolak kegiatan Rokat SMK Negeri 3 Surakarta.

Masih di bulan Oktober 2011, tanggal 14, anggota keluarga Ruang Pojok diajak untuk belajar dan mengeksplorasi pusat pemerintahan Gereja Katolik di Kota Vatikan, Roma, Italia. Dalam kesempatan itu, penjaga pojok mengajak anggota keluarganya untuk melihat film “Inside the Vatican”. Film yang diproduksi oleh National Geographic Channel ini memuat informasi seputar Kota Vatikan yang menjadi pusat tata pemerintahan Gereja Katolik. Film ini memang agak jadul karena dibuat saat Paus Yohanes Paulus II masih menjabat sebagai Paus sekitar tahun 2000-an. Namun, sebagai media pembelajaran, film ini masih sarat informasi bagi pemula yang ingin mengenal Kota Vatikan dan pernak-perniknya sebagai pusat pemerintahan Gereja di mana Paus bertahta dalam kota tersebut. Itulah yang membuat Kota Vatikan disebut sebagai Kota Suci Vatikan. Karena disanalah ada Paus yang menduduki Tahta Suci Gereja Katolik Roma.

Tanggal 21 Oktober 2011, para anggota keluarga Ruang Pojok mengadakan Doa Rosario. Doa Rosario merupakan doa yang khusus digunakan untuk menghormati Ibu Maria, Ibu Yesus yang telah memperkenalkan Allah kepada orang yang beriman kepadaNya. Kesempatan Doa Rosario ini sekaligus digunakan untuk mematangkan rencana Ziarah Pit-pitan yang diadakan pada tanggal 23 Oktober 2011.

Minggu, 23 Oktober 2011, para anggota keluarga Ruang Pojok mengadakan Ziarah Pit-pitan ke Gua Maria Mojosongo, Purbowardayan, Solo. Sehari sebelumnya, kami bersepakat akan berkumpul jam 06.30 pagi di depan gerbang SMK Negeri 3. Pagi itu, sekitar 8 orang bersama dengan penjaga pojok telah berkumpul di tempat yang disepakati. Setelah tidak ada yang ditunggu, kami meluncur bersama-sama menuju tempat yang telah disepakati sebelumnya, Gua Maria Mojosongo. Perjalanan memakan waktu cukup lama karena ditempuh dengan sepeda angin atau dalam bahasa Jawa disebut “pit” yang asalnya dari bahasa Belanda “fiets”. Kami bersepeda melewati Pasar Kliwon, menuju Sangkrah, melewati Pasar Gede lalu ke arah utara. Etape menanjak dan menurun mulai dilewati selepas Gereja Santa Maria Regina Purbowardayan. Namun, semua itu terbayar sudah sesampainya kami di Gua Maria Mojosongo. Setelah sejenak beristirahat, kami memulai doa devosi Jalan Salib. Ternyata, di kompleks tempat ziarah telah menunggu beberapa guru yang meramaikan Ziarah Pit-pitan itu.  Ada Pak Fajar, Bu Susi, Bu Herwi, dan Pak Chris. Setelah Jalan Salib, kami melanjutkan peziarahan dengan mengikuti Ekaristi Novena yang menurut jadwal akan dipimpin oleh Bapa Uskup Agung Semarang, Monsinyur Johannes Pujasumarta. Namun, ternyata Bapa Uskup mempunyai kepentingan lain sehingga pemimpin Ekaristi digantikan oleh Romo Vikaris Jendral, Romo Pius Riana Prabdi yang sekarang telah menjadi Uskup Ketapang, Kalimantan. Ya tidak apa-apa... yang penting sudah mengikuti  Ekaristi hari Minggu. Sekitar jam 1 siang, kami pun meluncur pulang ke tempat tinggal masing-masing.








Bulan November 2011, pada minggu pertama, di Ruang Pojok diadakan Ibadat Jumat Pertama. Di bulan November itu pula, dimulailah Rapat Persiapan untuk Perayaan Natal Bersama Keluarga Besar Guru Siswa Kristiani SMKN 3 Surakarta. Kebetulan, yang mendapatkan jatah untuk mengelola acara Natal tahun ini adalah panitia di bawah koordinasi siswa-siswi Katolik meskipun dalam praktek semua siswa-siswi Kristiani terlibat.

Bulan Desember 2011, tidak ada kegiatan apa-apa karena sebagian besar bahkan hampir semua anggota keluarga Ruang Pojok ikut Ulangan Akhir Semester. Kesempatan ini menjadi kesempatan berdoa dan belajar untuk keberhasilan masing-masing dalam menempuh Ulangan Akhir Semester tersebut.



Bulan Januari 2012, kesibukan di Ruang Pojok diwarnai dengan persiapan Natal Bersama. Tadinya, Perayaan Natal bersama akan dijatuhkan pada pertengahan bulan Desember setelah Ulangan Akhir Semester. Namun, karena berbagai pertimbangan, terutama kegiatan sekolah dan Dinas Dikpora, Perayaan Natal Bersama dijatuhkan pada tanggal 21 Januari. Berikut ini adalah sekelumit catatan yang sempat dibuat Penjaga Pojok tentang kegiatan tersebut:

“Tepat sehari menjelang Pekan Doa bagi Kesatuan Umat Kristen Sedunia, Sabtu (21/1), siswa-siswi bersama para guru dan karyawan Kristiani SMK Negeri 3 Surakarta merayakan Natal bersama. Acara tersebut dilaksanakan di aula SMK Negeri 3 Surakarta. Tahun ini, Natal bersama kembali dilaksanakan di lingkungan SMK Negeri 3 Surakarta setelah beberapa tahun diadakan di luar sekolah. Diadakannya kembali perayaan Natal di lingkungan SMK Negeri 3 Surakarta merupakan inisiatif dari Ibu Kepala Sekolah, Ibu Dra. Sri Haryanti, MM. Hal ini dilakukan sebagai pernyataan kepada masyarakat bahwa SMK Negeri 3 Surakarta merupakan sekolah yang menjunjung tinggi nilai toleransi dan keberagaman. Sebagai bagian dari bangsa Indonesia yang beragam, sekolah ingin mengajarkan kepada para siswa dan guru untuk saling menghormati antar pemeluk agama di manapun berada. 
Natal bersama tersebut mengambil tema KWI dan PGI, “Bangsa yang berjalan dalam kegelapan telah melihat terang yang besar” (Yes 9:1a) dan merupakan buah kerjasama siswa-siswi yang beragama Kristen dan Katolik. Mereka bersama membentuk panitia untuk mengadakan perayaan Natal bersama. Dalam perayaan tersebut, hadir Romo Adolfus Suratmo dari Paroki San Inigo Dirjodipuran Surakarta untuk memberikan renungan. Renungan Romo Suratmo berbicara mengenai gelar-gelar Yesus yang dinubuatkan oleh nabi Yesaya. Kelahiran Yesus Kristus ke dalam dunia merupakan pemenuhan nubuat yang telah disampaikan melalui pengantaraan para nabi. Sebagai pengikut Kristus, kita diutus untuk ambil bagian dalam gelar-gelar tersebut dan menjadi terang bagi sekitar kita. Setelah ibadat, acara dilanjutkan dengan hiburan yang dimeriahkan oleh grup Lempung Ensemble dari GUPDI Pasar Legi.”

Bulan Februari 2012, tidak banyak kegiatan yang dilakukan. Hanya doa bersama beberapa kali. Selain itu, anggota keluarga yang menduduki kelas XII mulai menempuh Ujian Praktek. Setelah itu, mereka bertekun menghadapi Ujian Sekolah dan Ujian Nasional. Sukses untuk mereka yang menempuh ujian Nasional. Di sela-sela hari yang kosong tersebut, sebagian anggota keluarga Ruang Podjok menyempatkan diri untuk menempuh perjalanan ziarah menuju Gua Maria Palur. Gua Maria ini terbilang cukup unik karena Ibu Maria bersemayam di tempat yang mirip Candi Sukuh. Ibu Maria di Palur ini memiliki penampakan seperti patung Prajna Paramita di Candi Prambanan. Inilah simbol inkulturasi. Gereja Katolik itu “katolik” karena dapat mewadahi berbagai macam adat istiadat dan kebudayaan berbagai orang yang menjadi anggotanya. Ibu Maria, pangungsen kawula, nyuwun pangestu Dalem.










Bulan Maret-April 2012, penjaga pojok tidak bisa banyak memantau kegiatan karena mengikuti aktivitas pendidikan dan latihan di Semarang. Untunglah masih ada Ketua Kerohanian Katolik terus mengkoordinir kegiatan-kegiatan yang ada di Ruang Podjok. Terima kasih kepada Dominica Tiffani karena kegiatan dapat terus berjalan dengan baik. Dalam bulan April itu, ada acara Paskah Bersama dengan aksi sosial pembagian telur. Acara tersebut dimulai dengan Kebaktian Bersama dan dilanjutkan dengan penerjunan personil untuk membagikan telur-telur.

Bulan Mei 2012, aktivitas di Ruang Podjok mulai menggeliat lagi. Penjaga pojok sudah pulang kampung dari badan pendidikan dan latihan. Di bulan Maria itu, kegiatan yang dilakukan adalah doa-doa devosi yang khusus ditujukan kepada Ibu Maria. Selama beberapa kali diadakanlah Doa Rosario bersama. Bertepatan dengan Masa Paska, diadakan pula Doa Novena Roh Kudus. Novena Roh Kudus diadakan selama 9 hari setelah Hari Raya Kenaikan Yesus ke Surga sampai menjelang Hari Raya Pentakosta. Selama 9 hari tersebut, anggota Ruang Podjok bersekutu dalam doa pada jam 12 siang untuk memohon karunia Roh Kudus.

Hari Pertama: agar dapat “Berbagi Sukacita”
Allah Bapa yang mahakuasa, Engkau telah mengutus Roh-Mu sehingga dukacita berubah menjadi sukacita. Semoga berkat Roh Kudus-Mu, kami tak lagi terbelenggu oleh ketakutan dalam dunia ini. Kami pun percaya Engkau senantiasa menjaga kami. Siapkanlah diri kami untuk menjadi tanah yang subur agar dapat mendengarkan Sabda-Mu dan membagikannya dengan sukacita dengan perantaraan Kristus Tuhan kami. Amin

Hari Kedua: agar dapat “Berbagi Harapan”
Allah Bapa yang sumber harapan, berilah kami pengharapan yang teguh, sehingga kami juga menjadi utusan harapan bagi orang lain. Dengan terang Roh Kudus-Mu, semoga kuasa-Mu senantiasa mendorong dan menyemangati kami untuk dengan tekun berbagi harapan dengan sesama kami, terlebih yang kecil, lemah, miskin, tersingkir dan cacat demi Kristus Tuhan kami. Amin

Hari Ketiga: agar dapat “Berbagi Firman”
Allah Bapa di surga, Engkau mengutus Putera-Mu menjadi Sabda yang menjelma. Semoga kami yang berkumpul atas nama-Nya makin mengenal Engkau satu-satunya Allah dan mengenal Yesus Kristus yang tetap mendoakan kami semua agar melulu menjadi milik-Mu. Semoga kami semua berupaya agar semakin dapat menuruti firman-Mu dalam Kristus Tuhan kami.  Amin

Hari Keempat: agar dapat “Berbagi Damai”
Allah sumber kedamaian. Engkau menghendaki agar hidup di bumi ini penuh kedamaian yang dibawa oleh Putera-Mu dan bukan damai yang diberikan oleh dunia. Damai dunia membuat diri, keluarga, dan masyarakat kami menemukan damai palsu. Semoga kami semakin dapat berbagi damai yang dari-Mu, damai yang sejati dalam Yesus Kristus, Tuhan kami, kini dan sepanjang masa. Amin

Hari Kelima: agar dapat “Berbagi Pengampunan”
Allah yang mahakudus dan mahapengampun, semoga kerahiman-Mu semakin menguasai kami agar kami menjadi lambang kehadiran kerahiman-Mu dengan berani saling mengampuni di tengah dunia yang dikuasai oleh dendam dan kebencian diantara sesama, kelompok dan agama, bahkan diantara bangsa dan negara. Semoga kuasa pengampunan-Mu dapat menembus dan menghancurkan benteng kebencian kami,  demi darah Yesus Kristus, Tuhan kami, kini dan sepanjang masa. Amin

Hari Keenam: agar dapat “Berbagi Persaudaraan Sejati”
Allah yang mahaesa, Engkaulah Bapa bagi semua orang dan satu-satunya Bapa bagi manusia. Ikatan persaudaraan antar manusia itulah yang ingin kami perjuangkan. Semoga diri kami dan seluruh gereja tidak dikurung oleh semangat ingat diri. Namun, berkat bantuan Roh-Mu, kami boleh mewartakan, memperjuangkan, dan melaksanakan kehidupan persaudaraan sejati dalam hidup, pergaulan dan karya kami. Bantulah kami untuk mengabdi kepada-Mu dengan ikhlas dan bersatu padu dalam cinta dan dapat menjadi tanda persaudaraan sejati dalam Yesus Kristus, Tuhan kami, kini dan sepanjang masa. Amin

Hari Ketujuh: agar dapat “Berbagi Waktu dan Kehadiran”              
Allah yang mahakudus, curahkanlah Roh Kudus-Mu ke dalam diri kami, sehingga kami dapat hadir bagi siapapun yang membutuhkan. Kami menyadari bahwa kami semakin terhimpit oleh kesibukan sehingga kurang punya waktu untuk berbagi diri dalam keluarga maupun kehidupan umat di lingkungan kami, lebih-lebih dalam pelayanan bagi kehidupan paroki dan masyarakat. Semoga kami dapat lebih menyisihkan waktu dan menyempatkan hadir dalam kehidupan bersama atas nama Yesus Kristus, Tuhan kami, kini dan sepanjang masa. Amin

Hari Kedelapan: agar semakin “Berbagi Tanggung-jawab”
Allah, Engkau telah mengutus Yesus Kristus Putera-Mu untuk berkarya dalam dunia. Yesus pun mengutus para murid-Nya dalam kuasa Roh Kudus dalam memikul tanggung jawab menjadi pembawa kabar baik ke seluruh muka bumi. Semoga rasa tanggung jawab kami untuk menegakkan semangat Yesus dalam berbagi tanggung jawab menyelenggarakan kehidupan bersama, makin hari makin merata ke seluruh warga sekolah, lingkungan, wilayah dan paroki bersama Roh Kudus sang pemersatu dalam diri Yesus Kristus, Tuhan kami, kini dan sepanjang masa. Amin

Hari Kesembilan: agar makin dapat “Berbagi Pelayanan Murah Hati”
Allah yang murahhati, Yesus memberikan ajaran untuk ‘bermurah hati sebagaimana Bapa di surga murah hati’ sekaligus memberi teladan menjadi pelayan bagi semua orang. Semoga kami semua semakin dapat meresapi semangat pelayan yang murah hati dan melaksanakannya dengan hati gembira seperti Kristus Tuhan kami. Amin
Akhirnya, kami hanya bisa mendaraskan syair ini: “Utuslah RohMu ya Tuhan dan jadi baru seluruh muka bumi.”

Bulan Mei merupakan bulan penutup kegiatan tahunan Ruang Podjok. Setelah itu, anggota Ruang Podjok masing-masing bertekun belajar dan berlatih untuk menghadapi Ulangan Kenaikan Kelas. Syukurlah semua anggota dapat naik kelas dan lulus dengan baik.

Inilah catatan tahun kesatu Ruang Podjok SMK Negeri 3 Surakarta. Mari berdoa dan berharap agar ke depan menjadi semakin baik dan baik. “Allah yang telah memulai pekerjaan baik di antara kita akan menyelesaikannya.”