Minggu, 25 Juli 2021

Catatan Penjaga Podjok: Cura Personalis, Mencari dan Menyelamatkan...

Sejak diberi kepercayaan mengelola Ruang Podjok, Penjaga Podjok mencoba mengadopsi cara-cara sekolah Katolik bertindak untuk memberikan pelayanan kepada para anggota Ruang Podjok. Salah satu kekhasan yang coba diterapkan adalah Cura Personalis. 

Istilah Cura Personalis berasal dari tradisi pendidikan sekolah-sekolah yang dikelola para Yesuit. Pater Wladimir Ledochowski, SJ. mencetuskan istilah ini pada tahun 1934 untuk menekankan pentingnya perhatian  pribadi kepada  para  siswa  serta mengarahkan  setiap  individu  dengan  jalan petuah dan nasehat. 

Sebelum pandemi melanda, Penjaga Podjok sudah mencoba menerapkan Cura Personalis. Ada beberapa siswa-siswi yang sempat diperhatikan secara pribadi. Biasanya, langkah ini dilakukan dengan memanggil siswa (beserta orangtua jika diperlukan), lalu ada proses pembinaan bersama antara sekolah dan orangtua. 




Nah, untuk lebih jelasnya, mari sedikit mengenal tentang Cura Personalis... 

Cura Personalis adalah ungkapan dalam lembaga kerasulan atau komunitas Yesuit. Ungkapan dari bahasa Latin ini tidak digunakan secara langsung oleh Ignasius, pendiri Serikat Yesus, tempat para Yesuit hidup dan berkarya. Ungkapan Cura Personalis digunakan pertama kali oleh Pater Wladimir Ledochowski, SJ., Superior Jendral Serikat Yesus antara 1915 sampai 1942. Pada tahun 1934, dia mengirimkan New Instruction kepada Yesuit di Amerika Serikat mengenai ciri-ciri penting pendidikan Yesuit  di sana. Dia memberikan kejelasan dan arah kepada para Yesuit yang bersikukuh untuk tidak setuju terhadap kebutuhan akademik katolik Roma setelah perang dunia. Dua hal ditekankan Pater Ledochowski adalah keunggulan akademik dan kerjasama yang lebih  besar diantara kolese dan universitas pada level nasional. Di bawah sub judul “The Spirit behind Our Plan of Studies” (Iuxta Spiritum Rationis Studiorum), Pater Ledochowski menegaskan bahwa tujuan akhir pendidikan Yesuit adalah membantu  siswa mengetahui dan mencintai Tuhan lebih mendalam. Sebagai jalan menuju tujuan itu, dia menyinggung sebuah doktrin katolik dan filsafat skolastik, yaitu sebuah pendekatan pada pendidikan  yang  memandang belajar intelektual dalam perkembangan pribadi manusia yang utuh. Pater Ledochowski menekankan  dua  poin,  yaitu: perhatian pribadi kepada  para  siswa  dan mengarahkan setiap  individu  dengan  jalan petuah dan nasehat. 

Pada bulan Oktober 1972, ketika Pater Pedro Arrupe, SJ., Superior Jendral Serikat Yesus pada waktu itu, mempersiapkan diri mengunjungi St.  Peter College di Jersey untuk perayaan seratus tahun, Pater Laurence J. McGinley, SJ., Presiden Fordham University, mempersiapkan  kotbah  untuk kedatangan Pater Arrupe. Pater McGinley mengemukakan naskah lima halaman. Di akhir naskah itu dia mengungkapkan tiga hal yang    menjadi fokus  perhatiannya, yaitu: 1) kepercayaan abadi kepada para hadirin bahwa yang mereka kerjakan semuanya  adalah  penting,  2)  pendidikan kita yang unik telah diterima dan dimiliki sebagai warisan, dan 3) apa yang oleh para Yesuit  telah  ditemukan ialah suasana Cura Personalis - yaitu konsern, perhatian, atensi, cinta seorang guru pada muidnya dalam atmosfer kepercayaan personal. 

Pada tahun 1986, Cura Personalis mendapat penekanan yang menonjol pada sebuah dokumen  berjudul Ciri Khas Pendidikan pada Lembaga Pendidikan Yesuit. Dokumen ini merupakan dokumen Pendidikan Serikat setelah Ratio Studiorum yang  berlaku  lama  sejak  Abad Pertengahan. Dalam dokumen itu disampaikan bahwa 1) para  guru diharapkan mampu menghormati kebebasan para siswa dan 2) para guru diharapkan mendengarkan masalah-masalah  dan  kebingungan mereka tentang makna hidup, ikut ambil bagian dalam duka dan  sukanya, menolong mereka demi pertumbuhan pribadi dan hubungan dengan sesamanya. Dengan cara itu, anggota komunitas pendidikan yang dewasa membimbing para siswa dalam memperkembangkan seperangkat nilai untuk sampai kepada keputusan hidup yang mengatasi egoisme: keprihatinan pada kebutuhan orang lain. Disampaikan pula bahwa para  guru harus berusaha hidup dengan   memberikan teladan bagi para siswa dan rela berbagi pengalaman hidupnya sendiri. 

Cura Personalis, perhatian pada pribadi orang, hendaknya tetap menjadi ciri dasar pendidikan Jesuit. Pater Barton T. Geger, S.J., menyatakan bahwa instruksi Pater Ledochowski  jelas menyatakan bahwa  guru dan   dosen   di  lembaga   pendidikan Yesuit bertanggungjawab tidak hanya secara akademik, tetapi mereka diminta  menghayati   hidup   sebagai jalan panggilan. Selain untuk urusan akademis, mereka diajak memberikan hidupnya untuk para murid dan mahasiswa. Mengenai Cura Personalis ini, ada sebuah ungkapan yang saya temukan dalam dokumen Ways of Proceeding in Jesuit Schools, based upon ‘Characteristics’ yang diterbitkan oleh Serikat Yesus Provinsi Spanyol pada tahun 2006, “Kasih pastoral adalah suatu dimensi "cura personalis" yang memungkinkan tumbuhnya benih iman dan komitmen religius dalam diri setiap individu karena memungkinkan setiap pribadi mengenali dan menanggapi pesan kasih ilahi."

Pada masa pandemi, Cura Personalis menjadi salah satu andalan Penjaga Podjok untuk mengembangkan pendidikan karakter bagi siswa-siswi. Ada beberapa siswi yang kemudian diminta hadir ke sekolah. Di sana, para guru menyampaikan persoalan yang dihadapi berkenaan dengan mereka. Para siswi pun didengarkan kesulitan dan persoalan yang mereka alami. Ada kesempatan untuk memberikan nasehat. Bahkan, para siswi pun diberi solusi jika sekolah bisa membantu. 






Pandemi atau tidak pandemi, Cura Personalis tetap coba dijalankan di Ruang Podjok. Bagi saya pribadi, Cura Personalis ini merupakan cara yang sejalan dengan arahan Bapak Uskup Agung Semarang, yaitu untuk mencari dan menyelamatkan. Mencari karena selama pandemi, mungkin ada siswa-siswi yang menempuh jalan yang tidak seharusnya dilalui. Menyelamatkan karena Cura Personalis ini ingin menolong siswa-siswi untuk kembali menempuh jalan yang seharusnya. Meskipun demikian, Cura Personalis tetap memerlukan peran dua pihak, yaitu guru dan siswa. Guru harus tulus mencari dan menyelamatkan, sedangkan siswa juga harus mau dicari dan diselamatkan. Ibarat menolong orang yang jatuh ke jurang, orang yang ditolong harus mau menyambut tangan penolong yang sudah mengulurkan tangannya. Tanpa peran serta dua pihak ini, Cura Personalis tidak akan berhasil dengan baik. Semoga dengan demikian, siswa-siswi boleh mendapatkan bimbingan yang baik untuk menemukan kehendak Tuhan dalam dirinya.