Jumat, 31 Januari 2014

Mencari Terang Natal dalam Kegelapan

Perayaan Natal Bersama SMK Negeri 3 Surakarta memang telah berlangsung selama beberapa tahun. Beberapa tahun ini, Natal memberikan berbagai macam kesan. Tahun ini, seperti digambarkan dalam judul posting, Perayaan Natal terjadi di SMK Negeri 3 Surakarta di tengah kegelapan. Mengapa begitu? Perayaan Natal tahun ini memang sungguh-sungguh gelap karena terjadi dalam situasi mati lampu. Dua hari sebelum Perayaan Natal, datanglah sebuah surat dari Perusahaan Listrik Negara yang memberikan kabar bahwa hari Senin akan diadakan pemadaman listrik mulai jam 09.00 sampai 15.00. Padahal, acara Natal Bersama diadakan sekitar pukul 10.00 sampai 12.00. Akhirnya, Perayaan Natal yang diadakan pada Senin (13/1) itu terjadi di tengah kegelapan. Namun, meskipun berada dalam kegelapan, Perayaan Natal SMK Negeri 3 Surakarta dapat berlangsung dengan lancar.







Acara Natal yang terjadi di tengah kegelapan ini malah menimbulkan kesan tersendiri. Bukankah memang setiap Natal kita selalu mencari dan menunggu-nunggu Sang Terang? Bukankah orang Kristiani memang selalu dipanggil untuk menjadi terang di tengah dunia yang kadangkala dipenuhi dengan kegelapan ini? Diterangi dengan sinar temaram empat buah lilin Natal, seluruh keluarga besar warga Kristiani SMK Negeri 3 berusaha menemukan terang yang dibawa oleh Yesus Kristus, Sang Juruselamat. Yesus Kristus adalah Sang Terang yang mengusir kegelapan hati kita. Hal ini mengingatkan saya pada homili yang disampaikan oleh Paus Fransiskus pada Misa Malam Natal tahun lalu:

“Orang yang berjalan dalam kegelapan akan melihat terang yang besar” (Yes 9:1). Nubuat nabi Yesaya ini tidak pernah berhenti menyentuh kita, khususnya ketika kita mendengarnya saat diwartakan dalam liturgi Malam Natal. Ini bukanlah sesuatu yang emosional atau sentimental saja. Nubuat ini menggerakkan kita karena menyatakan kenyataan yang sebenar-benarnya siapa diri kita: orang-orang yang sedang berjalan dan di sekeliling kita dan dalam diri kita ada gelap dan terang. Pada malam ini, seiring kuasa kegelapan yang menutupi dunia, ada peristiwa yang memperbarui serta selalu mengherankan dan mengejutkan kita: orang-orang yang berjalan melihat terang besar. Sebuah terang mengajak kita merefleksikan misteri ini: misteri perjalanan dan penglihatan.
Perjalanan. Kata ini mengajak kita merefleksikan soal sejarah, yaitu perjalanan panjang sejarah keselamatan, dimulai dari Abraham, bapa kita dalam iman, yang pada suatu hari telah dipanggil Allah untuk pergi meninggalkan tanah airnya menuju daerah yang akan ditunjukkan kepadanya. Sejak saat itu, identitas kita sebagai orang-orang beriman adalah orang-orang yang melakukan perjalanan ziarah menuju tanah yang dijanjikan. Sejarah ini selalu didampingi oleh Allah. Dia setia kepada perjanjian dan janjiNya. “Allah adalah terang dan di dalam Dia sama sekali tidak ada kegelapan” (1 Yoh 1:5). Meskipun demikian, dalam diri manusia, ada terang dan gelap, kesetiaan dan ketidaksetiaan, kepatuhan dan pemberontakan; saat menjadi peziarah dan saat menjadi pembelot.
Dalam sejarah pribadi kita, ada peristiwa terang dan gelap, cahaya dan bayang-bayang. Jika kita mencintai Allah dan saudara-saudari kita, kita berjalan dalam terang; tapi jika hati kita tertutup, jika kita didominasi oleh kebanggaan, tipu daya, dan kepentingan diri sendiri, kegelapan akan melingkupi diri dan sekitar kita. “Tetapi barangsiapa membenci saudaranya, ia berada di dalam kegelapan dan hidup di dalam kegelapan. Ia tidak tahu ke mana ia pergi karena kegelapan itu telah membutakan matanya” (1 Yoh 2:11).
Pada malam ini, seperti percikan cahaya yang sangat terang, ada seruan keras dari Sang Rasul: “Karena kasih karunia Allah yang menyelamatkan semua manusia sudah nyata” (Tit 2:11). Rahmat yang terungkap dalam dunia kita adalah Yesus, yang lahir dari Perawan Maria, sungguh manusia dan sungguh Allah. Dia telah memasuki sejarah kita. Dia terlibat dalam perjalanan kita. Dia datang untuk membebaskan kita dari kegelapan dan menganugerahkan terang kepada kita. Dalam dia, kita menyingkap rahmat, belas kasih, dan cinta yang lembut dari Allah. Yesus adalah cinta yang mewujudnyata.  Dia bukan sekedar guru kebijaksanaan, dia bukanlah idola yang dengan susah payah kita perjuangkan sementara kita tahu bahwa kita tidak dapat menggapainya. Dia, memberi makna pada kehidupan dan sejarah, yang mendirikan kemahNya di tengah-tengah kita.
Pada gembala pertama-tama melihat “kemah” ini dan menerima kabar kelahiran Yesus. Merekalah yang pertama karena mereka berada di antara yang terakhir, yang tersingkir. Mereka menjadi yang pertama karena mereka waspada, berjaga di waktu malam, melindungi kawanan ternaknya. Bersama dengan mereka, marilah kita berdiam sejenak di hadapan Sang Putra, berhenti sejenak dalam keheningan. Bersama dengan mereka, marilah kita bersyukur pada Tuhan yang telah memberikan Yesus kepada kita, dan bersama mereka kita mengangkat pujian dari kedalaman hati kita bagi kesetiaan Allah: Kami memujiMu, Allah yang Mahatinggi, yang telah merendahkan diri bagi kepentingan kami. Sangat agunglah Engkau namun Engkau membuat dirimu kecil; Sangat kayalah engkau namun Engkau membuat dirimu miskin; Sangat berkuasalah Engkau namun Engkau membuat dirimu sangat rapuh.
Pada malam ini, marilah kita membagikan kegembiraan Injil: Allah mencintai kita. Dia sangat mencintai kita sehingga memberikan anakNya sebagai saudara kita, sebagai terang dalam kegelapan kita. Kepada kita, Tuhan menyatakan: “Jangan takut!” (Luk 2:10). Dan saya mengulangi: Jangan takut! Bapa kita sabar. Dia mencintai kita. Dia memberi kita Yesus untuk membimbing kita pada jalan yang akan mengarahkan kita ke tanah terjanji. Yesus adalah terang yang mencerahkan kegelapan. Dialah damai kita. Amin.


Tahun ini, acara Perayaan Natal Bersama dikoordinir oleh Sub Seksi Kerohanian Katolik, yaitu Sinta Raras Swargani. Bersama dengan sekitar 20 teman, dia berusaha mengorganisir acara Natal Bersama. Tidak mudah perjuangan yang dialami oleh panitia. Ketidakmudahan itu antara lain disebabkan karena acara yang kemudian terpaksa diundur. Perayaan Natal Bersama yang sedianya dilaksanakan tanggal 10 Januari itu harus diundur ke tanggal 13 Januari karena tanggal 10 Januari ada acara Peresmian Gedung Baru SMK Negeri 3 Surakarta oleh Bapak Walikota Surakarta yang dihadiri pula oleh Bapak Menteri Pemuda dan Olahraga. Karena sifat acara peresmian yang lebih besar itu, acara Natal Bersama pun diundur pada tanggal 13.



Pemunduran acara ini juga mempengaruhi perubahan pemberi renungan karena tidak mudah menemukan romo yang berkenan memberi renungkan dikarena jadwal para romo yang begitu padat. Akhirnya, Romo Mateus Wahyudi, MSF dari Paroki Santo Petrus Purwosari Surakarta dengan rela hati berkenan hadir dan memberikan renungan bagi seluruh warga Kristiani SMK Negeri 3 Surakarta. Dalam renungan yang dibawakan, Romo Wahyudi memberikan tiga hal untuk direnungkan, yaitu Berdoa, Bersyukur, dan Berusaha. Dengan tiga hal itu, kita menanggapi kasih Allah dalam kehidupan sehari-hari. Tiga hal itu juga merupakan usaha manusia untuk menemukan terang Allah. Melalui tiga hal itu, kita diajak untuk memancarkan terang dalam kehidupan sehari-hari. Ingat bahwa kita orang Kristiani adalah garam dan terang dunia. Tiga hal ini yang dapat menjadi sarana kesaksian kita. Orang Kristiani adalah orang yang selalu berdoa, bersyukur, dan berusaha.











Perayaan Natal Bersama ini akhirnya dipungkasi sekitar pukul 12.00. Setelah itu, panitia bekerjasama membereskan segala hal yang digunakan dalam perayaan ini. 


Tidak ada kata lain yang bisa diucapkan selain kata TERIMA KASIH kepada segenap panitia, Bapak Ibu Guru dan Karyawan, seluruh siswa Kristiani dan semua pihak yang telah membantu dalam penyelenggaraan Natal ini. Seluruh perhatian dan bantuan merupakan sumbangan yang besar bagi kami sehingga Perayaan Natal dalam kegelapan di tahun ini benar-benar menerbitkan terang. Tuhan memberkati kita semua. Berkah Dalem

Minggu, 05 Januari 2014

Persembahan Seluruh Hidup dari Tiga Orang Majus




“Maka masuklah mereka ke dalam rumah itu dan melihat Anak itu bersama Maria, ibu-Nya, lalu sujud menyembah Dia. Mereka pun membuka tempat harta bendanya dan mempersembahkan persembahan kepada-Nya, yaitu emas, kemenyan dan mur” 
(Mat 2:11)

Setiap tahun, Perayaan Natal selalu merupakan rangkaian panjang. Masa ini dimulai dengan Masa Adven yang menjadi masa bagi umat beriman untuk mempersiapkan diri menyambut kedatangan Tuhan. Perayaan Natal ditutup dengan Perayaan Epifani atau Hari Raya Penampakan Tuhan, yaitu perayaan datangnya tiga orang majus untuk menyembah Yesus. Penampakan Tuhan kepada orang majus dari timur itu ternyata sudah dinubuatkan oleh nabi Yesaya. Ketika bernubuat kepada Yerusalem, Yesaya berkata, “Terang Tuhan terbit atasmu dan kemuliaanNya menjadi nyata atasmu. Bangsa-bangsa berduyun-duyun datang kepada terangmu dan raja-raja menyongsong cahaya yang terbit bagimu. Sejumlah besar unta akan datang menutupi daerahmu, unta-unta muda dari Midian dan Efa. Mereka semua akan datang dari Syeba, akan membawa emas dan kemenyan, serta memberitakan perbuatan-perbuatan masyhur Tuhan” (Yes 60:2.6). Hari ini adalah Hari Raya Penampakan Tuhan itu.
Dalam perayaan liturgi Gereja Katolik, hari ini dibacakan kisah tiga orang majus dari timur yang datang menyembah bayi Yesus dan membawa tiga buah persembahan: emas, kemenyan, dan mur. Kisah inilah yang diingat dalam Hari Raya Epifani atau Hari Raya Penampakan Tuhan. Sebenarnya, Kitab Suci hanya menyebut “orang-orang majus” (lih. Mat 2:1). Tidak ada keterangan berapa banyak jumlah mereka. Namun, karena ada tiga benda yang dipersembahkan, kemudian muncullah pandangan yang mengatakan bahwa para Majus yang datang ke tempat kelahiran Yesus ada tiga orang. Tulisan ini tidak hendak membahas jumlah para Majus, namun akan menyoroti tiga benda pemberian para Majus itu yang ternyata mewakili seluruh kehidupan Yesus sendiri. Selain itu, kita akan sedikit merefleksikan apa yang disampaikan oleh cerita tersebut.



EMAS: Pemberian Untuk Seorang Raja 

Emas sering disebut di dalam Alkitab, bahkan emas adalah logam pertama yang disebutkan (Kej.2:11). Emas adalah logam mulia yang mudah ditempa dan dibentuk menjadi peralatan atau perhiasan. Emas adalah satu-satunya logam yang ketika dipanaskan dengan api tidak kehilangan sifat, berat, dan warnanya. Kesempurnaan logam inilah yang secara simbolis melambangkan kedudukan tertinggi, datangnya seorang raja.
Pada zaman Yesus, ada kebiasaan dimana tidak seorang pun dapat datang kepada Raja tanpa membawa persembahan. Seorang raja tidak mungkin dapat ditemui tanpa membawa berbagai macam pemberian. Emas adalah persembahan yang paling cocok. Emas adalah raja dari segala logam. Maka, pemberian emas adalah pemberian terhormat dan tepat untuk seorang raja. Emas dipersembahkan kepada bayi Yesus. Jelas menunjukkan bahwa Yesus adalah seorang Raja.Persembahan emas menyatakan bahwa Yesus dilahirkan untuk menjadi Raja. Ia adalah penguasa Kerajaan Allah dan Raja di atas segala raja. Ia tidak memerintah dengan menggunakan pasukan, tetapi menggunakan bahasa kasih; bukan dengan tangan besi atau dengan kekuatan senapan, tetapi dengan cinta kasih. Ia tidak memerintah dari atas tahta kerajaan, namun dari atas kayu salib. Ia memerintah dengan merendahkan diri, mengorbankan diri demi rakyat Kerajaan-Nya.
Kalau kita ingin menjadikan Yesus sebagai Raja dalam kehidupan kita, maka langkah awalnya adalah kita perlu datang dan bertemu dengan Dia; meletakkan seluruh kehidupan kita di hadapan-Nya atau dengan kata lain kita perlu takluk dibawah kehendak dan kuasa Yesus.

KEMENYAN: Pemberian Untuk Seorang Imam

Kemenyan adalah hasil pengeringan getah pohon tertentu yang digunakan sebagai wangi-wangian. Pohon yang menghasilkan kemenyan ini sering disebut ‘arbor thurisfrom’  dan tumbuh  di daerah Persia, Arab, dan India. Getah itu dikumpulkan dan dikeringkan selama tiga bulan sehingga menjadi seperti damar yang keras atau permen karet. Kemenyan digunakan  sebagai wangi-wangian dan dipakai sebagai bau-bauan harum selama pelaksanaan ibadah. Di dalam kitab Keluaran, Harun membakar kemenyan di altar sebagai persembahan yang harum bagi Tuhan.
Sejak dulu sampai sekarang, kemenyan dipakai sebagai pewangian yang digunakan didalam ibadat dan upacara. Kemenyan digunakan oleh para imam untuk menguduskan persembahan. Tradisi ini masih dijalankan di kalangan gereja Katolik. Wangi-wangian hasil bakaran yang harum menyerbak memenuhi ruangan melambangkan cinta kasih yang dibagi kepada semua orang. Persembahan kemenyan kepada bayi Yesus hendak menunjukkan bahwa Yesus adalah seorang imam, Imam yang Agung. Tugas imam adalah menjadi perantara antara umat dan Allah. Imam menjadi penengah. Seperti sifat kemenyan, imam harus membawa jemaat kepada kemuliaan dan kebesaran Tuhan. Dan ini yang dilakukan Yesus. Dialah Imam Agung yang membuka jalan untuk manusia, yang membawa manusia kepada Allah. Dia membangun jembatan – hubungan baru dengan Sang Bapa. Bahkan Yesus sendirilah jembatan itu. Melalui Yesus hubungan manusia – Allah yang pernah putus di zaman Adam dan Hawa dipulihkan. Melalui Yesus manusia dapat menghampiri Allah, yang kemudian dipanggil Bapa.
Kalau kita datang, berusaha mencari, dan menemukan Yesus; kita sedang mencari jalan untuk bertemu dengan Allah. Kita mengembangkan kerinduan untuk datang pada Allah. Yesus Kristus adalah jembatan kerinduan itu karena Dialah jalan, kebenaran dan hidup serta tidak seorangpun dapat datang kepada Bapa tanpa melaluiNya.

MUR: Pemberian Untuk Seorang yang Akan Mati

Mur adalah persembahan bagi orang yang akan meninggal. Seperti halnya kemenyan, mur juga merupakan getah pohon yang dikeraskan dan kemudian digunakan. Namun, tidak sama dengan kemenyan yang wangi, mur rasanya pahit. Mur sering kali digunakan untuk membalsam orang mati karena orang mati itu memiliki harta yang harus dijaga. Mur juga digunakan sebagai wewangian, bahan untuk minyak urapan yang disebutkan di kitab Keluaran. Akan tetapi, bagi Maria dan Yusuf, mur digunakan untuk pengobatan. Saat ini, mur banyak digunakan untuk pasta gigi, pencuci mulut, dan tata rias.Mur yang dipersembahkan kepada bayi Yesus menunjukkan bahwa kelak Yesus akan mati juga untuk manusia. Dengan demikian lengkaplah penggambaran akan bayi Yesus. Dia adalah seorang Raja yang memerintah dengan kasih, Dia adalah seorang Imam yang menjadi pengantara manusia dan Allah, Dia juga yang akhirnya mati bagi seluruh umat manusia. Yesus datang ke dunia untuk hidup bagi manusia, bersama manusia – namun akhirnya Dia juga mati untuk manusia. Mur melambangkan cawan pahit yang harus diminum oleh Yesus, di mana cawan pahit adalah penderitaan-Nya untuk menebus dosa manusia sekaligus lambang persatuan yang hidup dan yang mati. Persembahan ini menggambarkan bahwa Yesus datang ke dunia: Dia HIDUP untuk manusia dan MATI untuk manusia.

Kalau kita datang menghormati Yesus, kita diperingatkan bahwa Dia mengorbankan nyawa; menyerahkan hidup untuk menebus dosa-dosa kita. Dalam Dia kita menjadi anak-anak Allah. Melalui pengorbananNya, dosa kita ditebus dan kita dipulihkan kembali agar dapat bersatu dengan Allah.Pemberian para majus merupakan persembahan yang melambangkan kehidupan Yesus sendiri. Pemberian para majus menggambarkan perjalanan hidup yang akan dilalui oleh Yesus. Walaupun baru saja dilahirkan, arah hidupnya sudah ditentukan dengan pasti. Ia tidak melawan kehendak Bapa-Nya. Ia setia, bahkan setia sampai di kayu salib. Tampak jelas bahwa semua pemberian ini melambangkan perjalanan hidup yang akan dilalui Yesus Sang Bayi Mungil yang lahir di kandang hina itu. Namun, di balik semuanya itu, ada sesuatu yang jauh lebih penting, yaitu bahwa kehadiran orang-orang bijak ini mengungkapkan pengakuan dunia atas kehadiran Yesus. 

Catatan Kecil untuk Kisah Ini...

Kitab Suci menyebutkan apa yang ingin dicari oleh para majus itu, “Kami telah melihat bintangNya di Timur dan kami datang untuk menyembah Dia” (Mat 2:2). Sikap inilah yang perlu kita miliki saat kita memutuskan untuk mencari Yesus. Ada berbagai macam tradisi Kristiani. Ada berbagai macam profesi yang kita miliki. Kita berasal dari latar belakang yang beragam. Namun, kita datang bukan untuk menunjukkan kehebatan masing-masing, tetapi kita datang untuk menyembah Dia, Sang Raja Damai. Bersama dengan para majus, kita melakukan dua perjalanan: 1) perjalanan menuju Betlehem untuk menemukan Raja Damai dan 2) perjalanan dari Betlehem untuk membawa Damai kepada dunia luas. Dalam perjalanan menuju Betlehem, seperti para majus yang mengikuti bintang, kita belajar untuk menjalani hidup sesuai arahan Sang Bintang. Sang Bintang telah  menjadi pedoman para majus dan kita dalam mencari Yesus. Bintang zaman sekarang adalah firman Allah. Firman Allah itulah yang perlu menjadi pegangan untuk melakukan hal-hal yang lebih baik dalam kehidupan kita. Kita disadarkan bahwa kita memiliki Allah yang berfirman baik melalui sabda dalam Kitab Suci maupun sapaan dalam kehidupan sehari-hari. Kita pun diajak untuk hidup sesuai dengan sabda dan sapaan Allah. Dalam perjalanan pulang dari Betlehem, seperti para majus yang diminta kembali kepada Herodes, kita kadangkala ditarik untuk bertemu dengan Herodes. Herodes-Herodes zaman sekarang adalah orang yang tidak ingin hidup baik dan mengembangkan hidup yang tidak baik. Maka sadar atau tidak, seperti para majus yang mengikuti bintang dan diperingatkan untuk mengambil jalan lain, kita pun sedang diperingatkan untuk selalu ambil mengikuti bintang, sabda Allah dalam kehidupan kita dan selalu siap jika harus menempuh jalan lain, bukan jalan Herodes, tetapi jalan menuju damai.
Selamat Tahun Baru 2014. Semoga kita selalu dikuatkan untuk selalu mengambil jalan lain, jalan yang dikehendaki Allah untuk membuat hidup yang lebih baik seraya berdoa, “Ya Allah, pada hari ini dengan bimbingan bintang, Engkau telah mewahyukan Putra TunggalMu kepada bangsa-bangsa. Kami mohon semoga kami yang telah mengenal Engkau dalam iman kelak Engkau perkenankan memandang wajahMu dalam kemuliaan. Dengan pengantaraan Yesus Kristus, PuteraMu, Tuhan kami, yang bersama dengan Dikau dalam persatuan Roh Kudus, hidup dan berkuasa, Allah, sepanjang segala masa. Amin.”

Gambar diambil dari:
http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/f/f4/The_magi_henry_siddons_mowbray_1915.jpg