Senin, 31 Oktober 2011

Mengapa Podjok?

Ruang Agama Katolik di SMK Negeri 3 Surakarta memang terletak di pojokan. Tepatnya di bagian barat utara gedung sekolah. Makanya, rubrik ini diberi judul yang mengandung nama Pojok. Pojok mengambarkan situasi yang kritis, sulit, tidak mudah. Kalau melihat orang yang terpojok, orang itu serasa berada dalam situasi yang sangat Namun, di balik kesulitan dan ketidakmudahan itu, situasi pojok tidak jarang menimbulkan ide-ide yang dahsyat dan kreatif.
Dalam sepakbola, pojok juga mengandung arti bagi para pemain. Bagi yang mendapatkan sepak pojok, tendangan pojok merupakan peluang untuk mencetak angka. Sedangkan bagi tim yang gawangnya diarah oleh tim yang mendapat sepak pojok, aksi ini merupakan ancaman bagi diri mereka. Sekali lagi pojok yang mendua.
Inspirasi istilah pojok juga didapat dari para pewarta kabar. Surat kabar pada umumnya selalu mempunyai rubrik pojok. Rubrik ini merupakan komentar atas berbagai peristiwa yang terjadi di masyarakat. Rubrik ini menjadi tanggapan atas berita dan berbagai peristiwa. Dengan demikian, rubrik pojok merupakan refleksi kritis atas berbagai peristiwa yang terjadi dalam masyarakat dan tengah menjadi pembicaraan hangat.
Istilah pojok juga dipakai oleh N. Drijarkara, SJ (13 Juni 1913 - 11 Februari 1967). Beliau adalah seorang Pastor Jesuit yang sekaligus menjadi mahaguru filsafat di Indonesia. Kepiawaiannya dalam bidang filsafat diakui oleh kalangan pendidikan. Beliau menjadi Guru Besar Luar Biasa pada Universitas Indonesia dan Universitas Hasanudin sejak tahun 1960. Bahkan, beliau mengajar sebagai Guru Besar tamu pada St. Louis University di kota St. Louis, Missouri, Amerika Serikat antara tahun 1963-1964. Sejak tahun 1952, beliau mengasuh sebuah rubrik pada Majalah Praba dengan judul "Warung Pojok". Rubrik ini muncul sampai tahun 1955. Penjaga warung pojok ini bernama lengkap Nalajaya atau sering dipanggil Pak Nala. "Nala" dalam bahasa Jawa digunakan untuk menyebut anak-anak Semar - Nala Petruk, Nala Gareng, Nala Bagong - yang menjadi pelayan Pandawa. "Nala" secara harafiah berarti hati. Dengan demikian, Pak Nala dapat diartikan sebagai seseorang yang punya hati, yang bertugas memberi perhatian pada berbagai hal, serta melayani kebutuhan orang yang datang (G. Budi Subanar. Pendidikan ala Warung Pojok, Catatan-catatan Prof. DR. N. Driyarkara, SJ tentang masalah Sosial, Politik, dan Budaya. Yogyakarta: Penerbit Universitas Sanata Dharma. 2006).
Pojok - dalam hal ini dikatakan dengan istilah "batu penjuru" - juga merupakan lambang Kristus yang mempersatukan Gereja, seperti batu penjuru sebuah bangunan yang menopang bagian-bagian bangunan tersebut. Batu penjuru adalah sebuah batu besar yang ditempatkan pada fondasi di sudut utama suatu bangunan baru. Batu ini menghubungkan bagian ujung tembok dengan tembok sebelahnya, sehingga keduanya menyatu. Batu penjuru ini memegang peranan penting terhadap kekuatan sebuah bangunan. "Batu yang dibuang oleh tukang-tukang bangunan telah menjadi batu penjuru" (Mzm 118:22)
Pojok yang sangat bermakna inilah yang juga menginspirasi pemakaian nama pojok dalam blog ini. Pojok yang tidak sekedar pojok ingin diciptakan melalui ruangan ini. Ini adalah ruang belajar, ruang berbagi, ruang berkomunikasi, dan ruang berinteraksi. Selamat datang di Podjok Ruang Agama Katolik Skaga. Berawal dari pojok ini, kami semua memulai kehidupan yang bertujuan untuk memuji dan memuliakan Allah Tuhan kita.

Berkah Dalem - Penjaga Pojok