Minggu, 15 November 2015

In Memoriam Monsinyur Johanes Pujasumarta: Meneladan Yesus, Sang Pelikan Sejati

"Aku sudah menyerupai burung undan di padang gurun, sudah menjadi seperti burung ponggok pada reruntuhan. Aku tak bisa tidur dan sudah menjadi seperti burung terpencil di atas sotoh" (Mzm 102:6-7)

"Pie Pellicane, Iesu Domine, veni in corde meo! O Pelikan yang saleh, Yesus Tuhan, datanglah dalam hati saya!" inilah status Blackbery Messenger milik Monsinyur Johannes Maria Trilaksyanta Pujasumarta, Uskup Agung Semarang sampai meninggalnya dengan gambar tiga pelikan yang sedang berenang di air yang tenang seperti yang terlihat pada gambar di bagian ini. Profil status itu pulalah yang mengiringi Monsinyur Pujasumarta masuk ke dalam kedamaian abadi, kembali ke rumah Bapa. Jauh sebelum menuliskan status itu, Monsinyur Puja telah menggubah lirik tersebut menjadi sebuah lagu yang berjudul "Pie Pellicane.Lagu ini merupakan pengembangan dari bait keenam lagu "Adoro te devote" ciptaan Santo Thomas Aquinas: “Pie pellicane, Iesu Domine, me immundum munda tuo sanguine; cuius una stilla salvum facere totum mundum quit ab omni scelere.” Lagu Thomas Aquinas itu mengisahkan Yesus, Sang Pelikan yang baik.
Pelikan menjadi simbol dalam Ekaristi dan sering dilukiskan pada dinding, kanvas, dan kaca patri. Kisah pelikan itu bercerita tentang burung pelikan yang mematuk leher dengan paruhnya sendiri supaya darah yang mengucur bisa menjadi makanan bagi anak-anaknya. Simbol ini ditemukan dalam Physiologus, sebuah karya Kristiani awal yang muncul sekitar abad kedua di Alexandria, Mesir. Karya ini disinggung oleh Santo Epifanius, Santo Basilius, dan Santo Petrus dari Alexandria. Karya ini menjadi terkenal pada Abad Pertengahan serta menjadi sumber simbol-simbol yang terukir pada batu atau karya seni pada saat itu. Dalam karya seni Kristiani, pelikan menyimbolkan pengurbanan Kristus yang paling sempurna di salib untuk keselamatan manusia. Seperti si pelikan, Kristus menumpahkan darahnya di salib untuk penebusan dosa kita dan Kristus menyerahkan dirinya sendiri dalam kurban Ekaristi untuk menyuburkan dan menguatkan kerohanian kita. Sepanjang prosesi persemayaman di Gereja Katedral Santa Perawan Maria Randusari, Semarang sampai pemakaman di Seminari Tinggi Santo Paulus Yogyakarta, lirik lagu Pie Pellicane senantiasa mengiringi. 
Pendalaman Monsinyur Pujasumarta tentang burung pelikan ternyata sudah mulai dilakukan sejak awal karyanya di Keuskupan Agung Semarang. Pada peristiwa instalasi Uskup Agung Semarang pada tanggal 7 Januari 2011, Monsinyur Pujasumarta mendapatkan warisan tongkat gembala dengan simbol burung pelikan. Desain tongkat gembala itu disesuaikan dengan simbol yang dipakai oleh Kardinal Yustinus Darmojuwono. Sesudah Kardinal Damajuwono, pemakaian tongkat gembala itu dilanjutkan oleh uskup-uskup berikutnya. Pada peringatan Hari Pangan Sedunia Tahun 2011, Monsinyur Pujasumarta juga menulis refleksi tentang burung pelikan dalam Surat Gembala yang dibacakan pada tanggal 15-16 Oktober 2011. Kisah itu dinyatakan sebagai berikut:

Di kalangan bangsa burung ada kisah tentang keluarga burung pelikan di hutan yang subur. Konon, ketika musim kemarau tiba, kekeringan terjadi. Makhluk-makhluk hutan menderita, tidak terkecuali keluarga burung pelikan. Bencana kelaparan melanda hutan tersebut. Induk pelikan tidak diam saja menyaksikan anak-anaknya hampir mati kelaparan dan kehausan. Ada suara lirih namun jelas terdengar oleh induk pelikan, “Kamu harus memberi mereka makan!” Namun, tidak tersedia makan dan minum lagi untuk mereka. Induk pelikan tidak kehilangan akal. Ia sorongkan temboloknya, seakan berkata kepada anak-anaknya, “Makanlah tubuhku, minumlah darahku!”

Kisah burung pelikan ini nampaknya begitu menjadi inspirasi tersendiri bagi Monsinyur Pujasumarta sampai-sampai ia memiliki gagasan agar kolam yang akan dibangun di Pusat Pastoral Sanjaya Muntilah dirancang menjadi habitat burung pelikan seperti yang dituliskan pada tanggal 20 September 2014 ini:

Saya mendengar ada rencana untuk membuat kolam air di kawasan Pusat Pastoral Sanjaya Muntilan (PPSM). Sebagai sarana animasi yang hidup saya berpikir, sangatlah baik bila kolam tersebut dirancang untuk menjadi habitat yang nyaman bagi burung pelikan. Pemeliharaan dan pengamatan langsung mengenai kehidupan pelikan dapat menjadi bahan pembelajaran bagi hidup beriman kita.
Ayo kita bermimpi dapat berternak burung pelikan di PPSM. Siapa mau membantu untuk mewujudkan mimpi itu? May the dreams come true.

Yesus, Sang Pelikan Sejati, yang sudah mengurbankan tubuh dan darahnya sendiri demi keselamatan manusia, telah menjadi inspirasi yang tiada habisnya bagi Monsinyur Pujasumarta. Inspirasi rohani ini juga ditawarkan kepada kita. Kita diajak untuk meneladan Yesus, Sang Pelikan Sejati. Selamat jalan Monsinyur Pujasumarta. Selamat bertemu dengan Sang Pelikan Sejati, Yesus Kristus, yang telah memanggil Monsinyur Pujasumarta saat ini dan kami pada saatnya nanti menuju rumah kediaman abadi di surga. Terima kasih atas warisan ajaran yang ditinggalkan. Semoga kami juga boleh meneladan Yesus, Sang Pelikan Sejati. 

Jumat, 16 Oktober 2015

Surat Gembala Hari Pangan Sedunia Keuskupan Agung Semarang 2015

Saudari-saudaraku yang terkasih,
“Bumi sebagai Rahim Pangan Milik Bersama” adalah tema Hari Pangan Sedunia (HPS) yang dibuat oleh KWI untuk tahun 2015. Hari Pangan Sedunia diperingati setiap tanggal 16 Oktober. Sejarah peringatan HPS bermula dari konferensi “Food and Agriculturale Organization” (FAO) ke-20, bulan Nopember 1976 di Roma. Salah satu keputusan hasil konferensi tersebut adalah dicetuskannya resolusi No.179 mengenai World Food Day (Hari Pangan Sedunia). Resolusi disepakati oleh 147 negara anggota FAO, termasuk Indonesia, dan menetapkan mulai tahun 1981, semua Negara anggota FAO, memperingati HPS setiap tanggal 16 Oktober bertepatan dengan tanggal berdirinya FAO. HPS merupakan momentum ketika masyarakat dunia diajak merenungkan dan memperhatikan kembali keadaan pangan dunia.
Tujuan peringatan HPS untuk meningkatkan kesadaran dan perhatian masyarakat internasional akan pentingnya penanganan masalah pangan baik di tingkat global, regional, nasional maupun lokal. Peringatan HPS mendorong masyarakat dunia untuk memperhatikan produksi pangan pertanian, meningkatkan partisipasi masyarakat pedesaan dengan melibatkan perempuan, meningkatkan kesadaran masyarakat tentang masalah kelaparan dunia,memperkuat solidaritas lokal, nasional dan internasional dalam perjuangan melawan kelaparan, kekurangan gizi dan kemiskinan serta meningkatkan pembangunan pangan berkelanjutan melalui dunia pertanian yang lestari. Upaya memberi perhatian pada pengembangan perkebunan, peternakan dan kelautan memerlukan usaha nyata untuk mewujudkan kedaulatan dan ketahanan pangan. Dengan tujuan mulia itu, kita semakin disadarkan bahwa HPS merupakan gerakan kemanusiaan, kesejahteraan, kepedulian dan solidaritas pangan. Sejak tahun 1982 Gereja Katolik Indonesia ikut berperan aktif dalam peringatan HPS. Gereja diutus membangun gerakan iman yang membentuk perilaku manusia untuk menghargai pangan dan kehidupan.
Umat Allah Keuskupan Agung Semarang terlibat dalam gerakan HPS ini. Gerakan HPS menjadi semakin nyata ketika pada tanggal 16 Oktober 1990, disponsori oleh Konferensi Uskup-Uskup Asia (FABC) diadakan seminar kaum tani se-Asia di Ganjuran. Dalam seminar tersebut dicetuskan Deklarasi Ganjuran sekaligus ditandai lahirnya wadah kaum tani dengan nama Paguyuban Tani Hari Pangan Sedunia.
Selanjutnya berkembang menjadi Paguyuban Tani-Nelayan HPS. Amanat pokok Deklarasi Ganjuran mengajak masyarakat untuk membangun pertanian dan pedesaan lestari yang: bersahabat dengan alam (ecologically sound), murah secara ekonomis sehingga tergapai (economically feasible), sesuai dengan/berakar dalamkebudayaan setempat (culturally adapted/rooted) dan berkeadilan sosial (socially just).
Injil hari ini menunjukkan pencarian makna kehidupan dan apa yang perlu untuk hidup yang kekal . Agar layak menjadi murid-murid Yesus Kristus kita berani bersikap atas harta kekayaan yang kita miliki dan tidak diperbudak olehnya. Dalam konteks gerakan HPS, ungkapan ini dapat kita maknai dengan berani menerapkan pola hidup secara baru, yaitu pola produksi dan konsumsi lestari, menentang konsumerisme dan memperjuangkan pertanian organik sebagai pola pertanian masa kini dan masa depan.
Peringatan HPS tahun 2015 menjadi istimewa karena bertepatan dengan peringatan 25 tahun Deklarasi Ganjuran. Menjadi sebuah peristiwa penting untuk mawas diri bagaimana kita sebagai umat beriman peduli terhadap kedaulatan dan solidaritas pangan serta keutuhan ciptaan. Ensiklik Paus Fransiskus “Laudato Si – Terpujilah Engkau Tuhan” memperteguh usaha kita untuk terus melestarikan lingkungan sebagai rumah bersama yang harus dijaga dan dirawat. Kebakaran hutan di lereng gunung Merapi-Merbabu serta kabut asap yang terjadi di tanah air kita akibat pembakaran lahan, pencemaran air dan tanah dari zat-zat polutan, posisi lemah para petani berhadapan dengan mekanisme pasar bukanlah hal yang jauh dari keadaan harian kita untuk kita sikapi.
Sejalan dengan Ensiklik Paus Fransiskus tentang Pertobatan Ekologis, Komisi PSE KWI telah merancang program HPS dengan tema besar “Mencintai dan Merawat Bumi untuk Pangan Sehat Bagi Semua” (2013-2015). Tema ini dijabarkan ke dalam tema tahunan. Tahun 2013 “Mencintai dan Merawat Bumi, tahun 2014 “Pangan Sehat Keluarga Sehat”, tahun 2015 “Bumi sebagai Rahim Pangan Milik Bersama”.
Tahun 2004 KWI menulis Nota Pastoral mengenai Habitus Baru dengan menunjuk habitus lamanya adalah pengrusakanlingkungan hidup. Nota Pastoral KWI tahun 2013 tentang “Keterlibatan Gereja dalam melestarikan Keutuhan Ciptaan”. Gerak langkah merawat dan memelihara alam ciptaan, juga telah dirumuskan dalam empat fokus Pastoral ARDAS KAS 2011-2015 dengan menetapkan kesadaran dan upaya Umat Allah KAS untuk pemeliharaan keutuhan ciptaan.
Saudari-saudaraku yang terkasih
Kita bersyukur karena di Keuskupan kita muncul banyak gerakan untuk mencintai bumi dan lingkungan hidup. Formatio Iman Berjenjang dengan sadar memasukkan kecintaan terhadap lingkungan hidup yang ditanamkan dalam diri anak-anak baik yang dijalankan melalui pendidikan formal di sekolah ataupun gerakan dalam keluarga, komunitas maupun di paroki.Beberapa contoh dapat disebut, misalnya pendidikan cinta lingkungan yang diterapkandi SD Kalirejo Samigaluh Kulon Progo melalui pertanian organik, SD Prontakan di Sumber dengan sekolah sawah, gerakan sanggar anak di Kampung Sodong Paroki Bedono, pemeliharaan kambing „bergulir bagi anak-anak bersama keluarga, dan masih banyak lagi gerakan lain yang menjadi secercah harapan bagi keutuhan ciptaan. Dalam rangka memperingati Hari Pangan Sedunia 2015 Komisi Pengembangan Sosial Ekonomi (PSE) KWI menerbitkan film pendek, berjudul “Kembali ke Alam dan Bersyukur kepadaNya”
Marilah kita mohon rahmat kebijaksanaan jaksana dapat merawat dan memelihara “Bumi sebagai Rahim Pangan Milik Bersama”. Dari bumilah sumber pangan bagi semua orang dan bagi semua makhluk ciptaan-Nya tersedia berlimpah-limpah. Diperlukan pertobatan rohani pada diri kita sebagai bentuk pertobatan ekologis yang ditindaklanjuti dengan pertobatan bersama (komunitas) hingga membawa perubahan pada penghormatan dan pemeliharaan alam ciptaan.
Saudari-saudaraku yang terkasih
Saya mengucapkan terima kasih kepada siapa pun yang dengan gigih memperjuangkan agar bumi dan alam ini tetap lestari melalui gerakan-gerakan yang sangat konkret meski sederhana. Aneka gerakan dan kepedulian yang telah ikembangkan melalui bentuk solidaritas dan belarasa, kekuatan jejaring dengan komunitas lain serta Pemerintah, akan menjadi tindakan yang bermakna agar pencemaran lingkungan dikurangi dan pelestarian lingkungan hidup diperjuangkan. Kita yakin, melalui gerakan sederhana dan jejaring yang dilakukan dengan sungguh-sungguh, kearifan lokal akan semakin tumbuh dan berkembang. Saya berdoa bagi para petani yang dengan gigih menyediakan pangan bagi kita semua. Semoga Tuhan memberkati usaha dan niat baik saudari-saudara semua.

Salam, doa dan Berkah Dalem,
Semarang, pada pesta Kelahiran SP. Maria, 8 September 2015
+ Johannes Pujasumarta
Uskup Keuskupan Agung Semarang

Rabu, 16 September 2015

Menyamakan Persepsi dan Menimba Kekuatan Rohani untuk Memulai Dinamika Baru

"We keep moving forward, opening new doors, and doing new things, because we're curious and curiosity keeps leading us down new paths."

- Walt Disney, animator (1901-1966) -

Secara efektif pembelajaran di SMK Negeri 3 Surakarta baru dimulai pada bulan Agustus 2015 karena bulan Juli masih dipenuhi dengan agenda awal tahun yang seringkali membuat pembelajaran tidak begitu berjalan dengan baik. Sesuai keputusan Rapat Kesiswaan yang dilaksanakan pada tanggal 30 Juli 2015, ditetapkan bahwa mulai 1 Agustus 2015 kegiatan kesiswaan di SMK Negeri 3 Surakarta berjalan secara normal. Ruang Podjok pun juga mengikuti keputusan itu dengan memulai dinamika yang baru untuk setahun ini. 
Mengawali pelaksanaan kegiatan kesiswaan di tahun pelajaran yang baru ini, Penjaga Podjok menyusun sebuah rancangan kegiatan yang akan dilaksanakan selama 1 tahun. Rancangan kegiatan selama 1 tahun itu dituangkan dalam profil singkat yang diberi judul “Sekilas Kerohanian Katolik SMK Negeri 3 Surakarta Tahun Pelajaran 2015-2016.” Profil singkat ini memuat berbagai hal yang bisa disampaikan untuk memberi gambaran tentang rencana kegiatan yang akan diselenggarakan selama setahun ini. Setelah jadi, profil singkat itu pun dipaparkan kepada para anggota Rohkat SMK Negeri 3 Surakarta pada hari Jumat (7/8). Pertemuan Jumat Ganjilan perdana ini ingin memberikan informasi kepada seluruh anggota Rohkat mengenai berbagai kegiatan dan hal-hal yang perlu dipahami bersama. Dalam pertemuan itu, Penjaga Podjok memaparkan beberapa hal penting.
Sebagai informasi, tahun ini Rohkat SMK Negeri 3 Surakarta memiliki 31 anggota yang terdiri dari 14 orang dari kelas X, 10 orang dari kelas XI, dan 7 orang dari kelas XII. Kegiatan Rohkat dikoordinir oleh Cicilya Oni Yosyana Ochtifani, siswi dari Kelas XII Pemasaran 1 dan Anna Niken Kresno Wati, siswi dari kelas XI Administrasi Perkantoran 1. Sejalan dengan visi Keuskupan Agung Semarang, Rohkat SMK Negeri 3 melaksanakan pendampingan serta pembinaan iman dan kerohanian bagi siswa-siswi Katolik SMK Negeri 3 Surakarta. Rohkat SMK Negeri 3 Surakarta telah melakukan berbagai kegiatan. Yang telah dilakukan dalam kegiatan ini adalah pertemuan pada Jumat Ganjil (Jumat 1, 3, dan 5) setiap bulan dan piket kebersihan Ruang Agama setiap hari Jumat. Semua anggota dalam Rohkat SMK Negeri 3 terlibat dalam kepengurusan, baik sebagai Ketua, Wakil Ketua, Sekretaris, Bendahara, maupun Seksi-seksi. Tahun ini, ada beberapa seksi: Acara, Kebersihan, Dekorasi, dan Sosial. Dengan pembagian seksi ini, diharapkan ada pembelajaran keterlibatan dalam organisasi bagi setiap siswa Katolik.
Mulai tahun ini, pembinaan dalam Kerohanian Katolik ingin mengajak siswa-siswi Katolik untuk menempa diri dengan semangat “FORWARD.” Jika diterjemahkan dalam bahasa Indonesia, forward berarti maju. Menjadi generasi FORWARD, siswa-siswi Katolik diajak untuk menghidupi beberapa nilai: faithful, obedient, religious, workmanlike, adaptive, resourceful, dan decisive. Semangat dalam ketujuh nilai itu dapat dipaparkan sebagai berikut:
1) Faithful berarti setia, terutama setia kepada Tuhan. Tuhan adalah satu-satunya pribadi yang pantas disetiai karena kesetiaan pada apapun di dunia ini menjadi wujud kesetiaan pada Tuhan. 
2) Obedient berarti taat. Ketaatan dapat ditujukan kepada Tuhan, orangtua, aturan, serta hati nurani. Hati nurani merupakan pedoman dalam kehidupan kita. 
3) Religious berarti beriman. Iman bukan sekedar berdoa atau beribadah. Iman lebih pada penghayatan hidup. Sesuatu yang diucapkan dalam doa harus dilakukan dalam kehidupan.
4) Workmanlike berarti cekatan dan trampil. Kerja keras adalah kunci kesuksesan. Kerja keras melatih orang menjadi cekatan dan trampil. Perlu diingat kata-kata berikut, “Bekerjalah sekeras mungkin sampai Tuhan menangis karena melihat kita bekerja keras” (oleh-oleh dari perjalanan ke Kampoeng Kidz, Malang).
5) Adaptive berarti mudah menyesuaikan diri. Adatif bukan berarti plin plan. Prinsip tetap harus dipegang, tetapi pelaksanaan dalam kehidupan sehari-hari perlu disesuaikan dengan keadaan.
6) Resourceful artinya berdaya. Orang yang berdaya bisa memberi kehidupan bagi siapapun di sekitarnya. Sebuah baterai kalau berdaya bisa menghidupkan alat elektronik.
7) Decisive berarti bisa menentukan atau memutuskan. Seseorang harus mampu memutuskan. Tanda kedewasaan diri seseorang adalah bisa atau tidaknya membuat keputusan, terutama untuk diri sendiri. Orang harus menggantungkan hidup pada keputusan diri sendiri. Orang lain bukanlah penentu hidup seseorang. Seseorang harus menjadi pribadi yang mandiri. 
Ketujuh nilai – Faithful, Obedient, Religious, Workmanlike, Adaptive, Resourceful, dan Decisive yang disingkat FORWARD – inilah yang ditawarkan kepada siswa-siswi Katolik untuk dihidupi bersama. Harapannya, siswa-siswi Katolik SMK Negeri 3 Surakarta menjadi generasi muda Katolik yang hidup, beriman mendalam, gembira, serta berani menghidupi dan mewartakan iman Katolik.
Dalam pertemuan itu, dipaparkan pula berbagai kegiatan yang direncanakan, baik yang secara rutin maupun secara periodik. Kegiatan lama yang direncanakan untuk dilaksanakan terdiri dari 1) Perayaan Ekaristi, 2) Doa Bersama, 3) Sekolah Iman, 4) Pertemuan Bulan Kitab Suci, 4) Natalan dan Paskahan Bersama, 5) Pertemuan Aksi Puasa Pembangunan, 6) Pembinaan Kepekaan Sosial; 7) Pertemuan Bulan Katekese Liturgi, dan 8) Retret. Kegiatan baru yang direncanakan adalah 1) Tabungan Rohkat untuk membantu meringankan siswa ketika ada kegiatan-kegiatan yang memerlukan biaya besar dan dengan tabungan yang diharapkan ketika ada kegiatan besar, orangtua tidak dibebani dengan biaya yang mendadak dan 2) Dana Sosial Pendidikan berupa kolekte setiap hari Jumat (setelah Jumat Bersih) untuk membantu siswa yang membutuhkan yang diharapkan dapat mengembangkan kepekaan siswa terhadap sesama yang berkekurangan dan melatih siswa untuk berbagi kepada sesama yang memerlukan bantuan. 
Pemaparan program semacam ini dirasa penting untuk menyamakan persepsi agar seluruh aktivitas dapat digunakan demi perkembangan pribadi siswa-siswi. Semoga semua hal yang direncanakan ini dapat membantu proses perkembangan diri menuju arah yang lebih baik.  
Dua minggu setelah pemaparan program, Ruang Podjok mengadakan Ekaristi. Kali ini, Romo Tanto kembali berkenan untuk mempersembahkan Ekaristi bersama para anggota Ruang Podjok. Siang itu, Jumat (21/8), sekitar jam setengah 12, Ekaristi diselenggarakan dalam cuaca yang cukup panas. Namun, itu tidak menyurutkan para anggota Ruang Podjok untuk terlibat dalam Ekaristi. Dalam kotbahnya, Romo Tanto menyatakan bahwa kasih itu harus diwujudkan dalam kehidupan. Bacaan hari itu bicara mengenai kasih. Kasih itu harus dibuktikan dalam tindakan yang nyata. Kasih hanya akan menjadi omong kosong kalau tidak ada wujudnya. Melalui Ekaristi ini, para anggota Ruang Podjok diajak untuk melakukan kasih. Bagaimana cara melakukan kasih ini? Salah satunya adalah menjadi pribadi yang kontras. Kontras artinya tidak sekedar ikut-ikutan. Temannya jalan kesana ikut kesana. Temannya jalan kesini ikut kesini. Para anggota Ruang Podjok diajak untuk menjadi pribadi yang memiliki prinsip hidup. Di akhir homilinya, Romo Tanto mengajak siswa-siswi untuk memasang aplikasi e-Katolik di smartphone yang mereka miliki masing-masing. Aplikasi ini diharapkan dapat membantu siswa-siswi untuk semakin menghayati iman Katolik yang mereka miliki seturut perkembangan zaman. Semoga para anggota Ruang Podjok bisa menjadi pribadi yang kontras, beriman mendalam dan tangguh, serta mampu mewujudkan kasih dalam kehidupan sehari-hari. Berkah Dalem...





Selasa, 18 Agustus 2015

Surat Gembala Uskup Keuskupan Agung Semarang Menyambut Hari Syukur 70 Tahun Indonesia Merdeka

“MEMPERKOKOH PERUTUSAN MENEGARA”

1. Umat Allah Keuskupan Agung Semarang yang terkasih.
Senin, 17 Agustus 2015 kita rayakan ulang tahun kemerdekaan Republik Indonesia ke-70. Anugerah kemerdekaan ini patut disyukuri dan kita rayakan. Bersyukur karena dengan proklamasi kemerdekaan yang dianugerahkan Allah dan dibacakan Soekarno-Hatta atas nama Bangsa Indonesia, merupakan jembatan emas menghantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan negara Republik Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.

2. Kemerdekaan yang salah satu tujuannya memajukan kesejahteraan umum, disusun dalam negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar Pancasila. Pancasila merupakan asas keutamaan kebijaksanaan yang menjadi basis bagi asas kenegaraan (politik) berupa bentuk Republik yang berkedaulatan rakyat. Hal ini menjadi basis bagi penyelenggaraan kemerdekaan kebangsaan Indonesia, yang tercantum dalam peraturan pokok hukum positif, termuat dalam Undang-Undang Dasar 1945. Dengan asas UUD 1945 itu pula, berdiri bentuk susunan pemerintahan dan seluruh hukum positif, yang mencakup segenap Bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dalam pertalian hidup bersama, kekeluargaan dan gotong royong untuk kebahagiaan nasional dan internasional, baik rohani maupun jasmani (lih. Notonagoro, 1955). Pancasila kita gunakan bukan hanya karena asas kepentingan, tetapi karena kita yakin bahwa Pancasila itu benar (lih. Driyarkara, 1966).

3. Hari ini bersama seluruh Gereja, kita rayakan Santa Perawan Maria Diangkat ke Surga. Bunda Maria, karena keterlibatannya yang total dalam karya keselamatan Allah, dianugerahi mahkota kemuliaan surgawi, bercahaya dengan berselubungkan matahari, bermahkotakan dua belas bintang dan beralaskan bulan. Bunda Maria sejak awal telah membangun keutamaan kehidupan. Sebagai Ibu Tuhan, ia terlibat sangat aktif dan total pada setiap karya kebaikan, menghidupi iman kepercayaannya pada penyelenggaraan Tuhan. Dalam Pujian Magnifikat, Bunda Maria menyadari diri sebagai manusia yang rapuh, namun ia percaya bahwa bekerja dan berjuang bersama Tuhan untuk mewujudkan kebaikan dan keselamatan, tidak ada yang mustahil. Bunda Maria percaya bahwa Allah, Sang Juruselamat, telah dan akan melakukan perbuatan besar bagi umat yang dikasihi-Nya.

4. Saudara-saudari yang terkasih di dalam Tuhan.
Seraya memuji anugerah Allah yang dilimpahkan kepada Bunda Maria, kita patut bersyukur dengan tampilnya pribadi-pribadi umat beriman Katolik yang terlibat aktif sejak masa perjuangan hingga mempertahankan dan mengisi kemerdekaan. Tidak terbilang mereka yang aktif berjuang mewujudkan kesejahteraan dan kepentingan bersama (bonum commune), terlibat dalam dinamika menegara, sosial politik dan kemasyarakatan. Mereka hadir sebagai individu maupun berkelompok di partai-partai politik, organisasi masyarakat, lembaga swadaya masyarakat dan berbagai bentuk lainnya. Patut disyukuri kegairahan umat dalam memahami dan merespon dinamika menegara akhir-akhir ini.

5. Kita semua menyadari bahwa perjuangan mewujudkan kesejahteraan tidaklah gampang. Masyarakat kita masih didera ketidakadilan dan rentan terhadap berbagai tindakan serta provokasi politik mendasarkan pada isu SARA, yang berujung pada tindakan kekerasan fisik maupun verbal. Peran dan kehadiran negara/ pemerintah dari pusat sampai daerah dalam memastikan warga negaranya terlindungi kehidupan dan martabatnya serta memperoleh hak-hak ekonomi, sosial dan politik masih kita pertanyakan.

6. Semua umat beriman diharapkan hadir bersama Negara menguduskan kehidupan menegara agar semangat dan cita-cita Proklamasi Kemerdekaan dan semangat para Bapak Pendiri Bangsa dapat kita wujudkan, alami, nikmati dan kembangkan. “Sekarang telah tiba keselamatan, kuasa dan pemerintahan Allah kita! Sekarang telah tiba kekuasaan Dia yang diurapi Allah! Sebab para pendakwa yang siang malam mendakwa saudara-saudara kita di hadapan Allah telah dilemparkan ke bawah!” (Wahyu 12:10). Tugas khas kaum awam untuk menguduskan kehidupan menegara dengan terlibat langsung atau tidak langsung guna mengadakan tata-tertib umum dan menciptakan kemakmuran bersama (Driyarkara, 1966). Keterlibatan bukan demi keterlibatan itu sendiri melainkan keterlibatan dalam proses pengawalan kebijakan publik yang muaranya kesejahteraan bersama dan menggerakkan kehidupan bersama.

7. Kita semua bersyukur bahwa tugas mulia ini akan ditanggapi semakin bersemangat. Diperlukan upaya nyata untuk mewujudkannya, dengan cara:
a) Setiap umat Katolik di wilayah Keuskupan Agung Semarang menyadari keterlibatan kehidupan menegara sebagai bentuk kehadiran Gereja dalam dunia. Diperlukan usaha terencana misalnya dengan pendampingan kaum muda dan perempuan agar terlibat dalam sosial kemasyarakatan. Formatio iman berjenjang perlu mewujudnyatakan pengajaran iman yang menyuburkan kepedulian dalam kehidupan memasyarakat dan menegara, mulai dari keluarga, sekolah dan di paroki.
b) Dunia perutusan terbentang luas. Umat Katolik KAS diharapkan menjadi pegiat dan penggerak secara langsung untuk mewarnai dunia sosial-politik-kemasyarakatan agar semakin nyata “terang telah hadir” di tengah bangsa ini. Aktif terlibat dan mengurus kegiatan RT/RW, Kelurahan, Kecamatan; Kaum muda yang telah berumur 18 tahun ikut terlibat aktif dalam Organisasi Kemasyarakatan seperti Wanita Katolik RI, PMKRI, Pemuda Katolik, Ikatan Sarjana Katolik Indonesia (ISKA), Forum Masyarakat Katolik Indonesia (FMKI), terlibat di Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), menjadi pengurus Partai Politik, anggota Legislatif, dan sebagainya. Kegiatan pengudusan kehidupan menegara mendesak untuk dimasuki oleh umat Katolik agar kehidupan menjadi lebih baik. Ormas-ormas Katolik dan Pengurusnya perlu bangkit dan bergerak, membawa sinar terang.
c) Dalam menanggapi pelaksanaan pemilihan umum kepala daerah / wakil kepala daerah (PILKADA) serentak tanggal 9 Desember 2015 dan sudah mulai berproses sejak bulan Juli, diharapkan umat Katolik menggunakan hak pilih secara cerdas dan bijak, menolak politik uang dan mendasarkan diri pada pertimbangan pilihan pasangan calon yang paham dan mampu mengimplementasikan nilai-nilai Pancasila dalam kebijakan publik di daerahnya. Perlu dipertimbangkan rekam jejak calon yang telah menunjukkan jiwa kepemimpinan yang arif-bijaksana dan mengedepankan nilai-nilai persaudaraan yang inklusif-toleran. Upaya ini merupakan bagian dari tugas menguduskan kehidupan menegara di tingkat lokal dan perlu dipegang teguh.
d) Saya mendorong keluarga-keluarga Katolik, guru/pendidik Katolik, sekolah Katolik dan Yayasan Katolik untuk mengajarkan nilai-nilai luhur Pancasila dan implementasinya dalam kehidupan bermasyarakat dan menegara, agar masa depan bangsa diisi oleh pribadi-pribadi yang mencintai bangsa dan negara ini secara sungguh-sungguh. Gerakan anti tindakan koruptif dan membela para korban penyalahgunaan obat/narkoba menjadi prioritas perhatian kita.

Kita ucapkan: Dirgahayu Indonesia! Sambutlah cinta umat Katolik Indonesia, khususnya di KAS ini. Semoga menjadi bangsa yang bertaburkan cinta, solidaritas, kerukunan, damai dan sejahtera, gemah ripah loh jinawi.

Semarang, 12 Agustus 2015
Salam, doa dan Berkah Dalem
† Johannes Pujasumarta
Uskup Keuskupan Agung Semarang

Teks diambil dari:
http://paroki-sragen.or.id/2015/08/15/surat-gembala-uskup-keuskupan-agung-semarang-menyambut-hari-syukur-70-tahun-indonesia-merdeka/#sthash.FnWINlmx.dpbs
Gambar diambil dari: 
http://setkab.go.id/logo-70-tahun-kemerdekaan-indonesia/

Minggu, 02 Agustus 2015

(Kembali) Menyelam ke dalam Kurikulum 2013

Tidak lama berselang setelah mengawal kegiatan Retret untuk siswa-siswi baru kelas X, Penjaga Podjok mendapat tugas dari Penyelenggara Katolik Kementrian Agama Kota Surakarta untuk mengikuti pendalaman Kurikulum 2013. Kabar mengenai tugas ini sudah diterima sejak awal bulan Juni, tetapi surat tugas baru keluar pada akhir bulan Juni. Sebenarnya, Penjaga Podjok sudah pernah mengikuti pelatihan Kurikulum 2013 setahun yang lalu, tetapi karena ini adalah tugas dinas, dengan senang hati Penjaga Podjok mengikuti kembali pelatihan. Pelatihan selalu membawa ilmu baru yang pasti akan semakin membuat seseorang dapat melaksanakan tugasnya secara terampil dan tuntas.
Bertempat di The Sunan Hotel Surakarta, Penjaga Podjok bersama  50 guru Pendidikan Agama Katolik dan Budi Pekerti jenjang SD sampai SMA/SMK dari wilayah Keuskupan Agung Semarang dan Keuskupan Purwokerto mengikuti Bimbingan Teknis (Bimtek) Kurikulum 2013. Bimtek ini diselenggarakan oleh Subdit Pendidikan Dasar Ditjen Bimas Katolik Kementrian Agama Republik Indonesia selama lima hari (Senin, 6/7 – Jumat, 10/7). Kegiatan ini dibuka oleh Bapak Fransiskus Endang, S.H., M.M., Direktur Pendidikan Katolik Bimas Katolik Kementrian Agama Republik Indonesia. Hadir pula dalam kegiatan ini para pejabat Kementrian Agama, yaitu Bapak Eusebius Binsasi, Dirjen Bimas Katolik Kementrian Agama Republik Indonesia, Bapak Drs. FX. Rudy Andrianto, M.Pd., Kasubdit Pendidikan Dasar Ditjen Bimas Katolik Kementrian Agama Republik Indonesia, dan Bapak Drs. Muslim Umar, M. Ag, Kepala Kantor Kementrian Agama Kota Surakarta. 



Dalam sambutannya, Dirjen Bimas Katolik menyatakan visi Bimas Katolik yang ingin menjadikan warga Katolik menjadi 100 % Katolik dan 100 % Indonesia. Untuk melaksanakan visi ini, Bimas Katolik menyadari bahwa para guru menduduki peran penting dalam membangun kesadaran umat Katolik untuk memberikan sumbangan bagi Gereja dan Negara. Oleh karena itu, guru Agama Katolik perlu diberi pembekalan untuk menghadapi perkembangan pendidikan yang terjadi sehingga dapat menyampaikan pengajaran sesuai dengan ketentuan terbaru dari pemerintah. Para guru sudah seharusnya memahami konsep Kurikulum 2013 sebagai  substansi, sistem, dan bidang kajian. Ditekankan juga bahwa apapun kurikulumnya, guru perlu mengambil metode yang cocok dalam memberikan pengajaran agama. Semua ini demi peningkatan pelayanan yang diberikan kepada siswa-siswi Katolik.
Selama lima hari, para guru diajak untuk mendalami roh Kurikulum 2013. Perubahan kurikulum menuntut perubahan paradigma. Guru Agama Katolik diajak untuk memahami seluk beluk Kurikulum 2013 sehingga dapat menerapkannya secara tepat. Pendidikan Agama Katolik dan Budi Pekerti adalah mata pelajaran yang khas karena kurikulumnya disusun oleh Gereja Katolik sedangkan pelaksanaannya dikoordinir oleh Gereja Katolik, Kementrian Agama, dan Kementrian Pendidikan. Dalam Bimtek ini, hadir para pembicara berskala nasional, yaitu: Bapak L. Atrik Wibawa, S.Pd., M.M. (Pengembang Kurikulum 2013 untuk Pendidikan Agama Katolik dan Budi Pekerti), RP Leo Sugiyono, MSC (Sekretaris Jenderal Komisi Kateketik KWI); dan Ibu Ratih Andjayani Ibrahim (Psikolog – Direktur Lembaga Layanan Konseling dan Pengembangan Personal Growth). 





Kegiatan selama lima hari ini difokuskan terutama dalam pembuatan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan Teknik Penilaian sesuai Peraturan Pemerintah mengenai Kurikulum 2013 terbaru. Para guru pun diberi kesempatan untuk berdiskusi dalam kelompok untuk memikirkan penyusunan RPP dan implementasi penilaian dalam Pendidikan Agama Katolik. Dalam diskusi itu, para guru dibagi sesuai jenjang sekolahnya untuk memikirkan bagaimana pengajaran Agama Katolik diimplementasikan sesuai dengan tingkat kemampuan siswa. Setelah diskusi, setiap kelompok diajak untuk mempresentasikan hasil diskusi dalam pleno untuk mendapat masukan dan gagasan yang mengembangkan hasil kerja yang telah dibuat.

Bagi Penjaga Podjok, kesempatan ini merupakan kesempatan untuk bertukar pengalaman, wawasan, dan berbagai masukan kreatif untuk mengembangkan pelayanan pendidikan kepada siswa-siswi Katolik. Tidak banyak yang bisa mendapatkan kesempatan semacam ini. Oleh karena itu, kesempatan seperti ini selalu dimanfaatkan untuk membuat jejaring dan berdiskusi demi pelayanan yang lebih baik kepada siswa-siswi Katolik. Terima kasih kepada Penyelenggara Katolik Kementrian Agama Kota Surakarta yang telah memberikan kesempatan untuk bergabung dalam pelatihan ini. Terima kasih juga kepada Ibu Kepala Sekolah SMK Negeri 3 Surakarta yang telah memberikan izin, waktu dan kepercayaan kepada saya untuk mengemban tugas ini. Tuhan memberkati.


Jumat, 31 Juli 2015

Melatih Diri Menjadi Orang Muda yang Hidup dan Berarti

Kesibukan sekolah tahun ini terasa bertubi-tubi karena berbagai agenda yang terasa berjalan sangat cepat dan saling mengejar. Tahun kemarin, awal puasa jatuh beberapa hari setelah Masa Orientasi Peserta Didik Baru (MOPDB). Namun, tahun ini, awal puasa terjadi jauh sebelum MOPDB. Malahan, beberapa hari sebelum penerimaan Laporan Hasil Belajar, bulan Ramadhan sudah dimulai. Bulan Ramadhan yang datang lebih cepat daripada tahun kemarin membuat jadwal yang terjadi di SMK Negeri 3 Surakarta juga terasa sangat cepat.
Di tengah waktu yang bergulir amat cepat itu, Ruang Podjok punya agenda rutin tahunan untuk mengadakan Retret bagi siswa baru. Mau tidak mau, agenda Retret tahun ini juga menyesuaikan agenda Pesantren Kilat yang juga direncanakan dengan secepat kilat. Siswa-siswi Kristiani kelas XI hanya punya waktu kurang lebih dua minggu untuk mengadakan persiapan. Tadinya, Retret sebenarnya tidak akan dilaksanakan dengan alasan keterbatasan waktu. Namun, semangat siswa-siswi Kristiani kelas XI yang amat membara membuat Retret akhirnya jadi dilaksanakan. 
Beberapa hari setelah pelaksanaan Ujian Kenaikan Kelas, beberapa siswa-siswi Kristiani kelas XI yang saat itu masih duduk di kelas X mendatangi Penjaga Podjok untuk menanyakan kepastian tentang kegiatan Pesantren Kilat. Namun, sampai saat itu belum ada kepastian apakah Pesantren Kilat akan diadakan atau tidak. Beberapa saat kemudian, didapat kabar bahwa Pesantren Kilat jadi diadakan mulai tanggal 3-7 Juli 2015. Setelah didapat tanggal pasti, dimulailah pembentukan Panitia Retret di bawah koordinasi Aloisia Christi Intan Utami. Mulai saat itu, panitia mulai bekerja keras. 
Panitia benar-benar bekerja keras. Mereka tidak henti-hentinya melakukan sesuatu untuk membuat pelaksanaan Retret berhasil dengan baik. Mulai dari membuat proposal, berjuang untuk mendapatkan tanda tangan, menunggu setoran uang dari orangtua, survei lapangan untuk mencari tempat pelaksanaan, mengumpulkan perlengkapan untuk pelaksanaan retret, dan masih banyak hal lain yang dilakukan. Panitia Retret kali ini memang benar-benar bekerja keras. Penjaga Podjok merasa bersyukur karena mendapat panitia yang kompak dan benar-benar mau bekerja. Memang kadangkala ada keluhan bahwa ada teman-teman yang tidak mau aktif, tetapi Penjaga Podjok menyemangati untuk terus bekerja tanpa memperhatikan apakah orang lain mau aktif atau tidak. Yang penting diri sendiri dulu yang aktif dan mau bekerja. Penjaga Podjok sendiri juga berkeliling untuk mencari pembicara. Akhirnya, diperolehlah 2 pembicara untuk kegiatan Retret tersebut, yaitu Bruder Bernard, B.M. dari Panti Asuhan Karuna dan Romo Marcellinus Tanto dari  Gereja San Inigo Dirjodipuran. Dalam pembicaraan bersama panitia, akhirnya diputuskan bahwa Retret akan dilaksanakan pada tanggal 3-4 Juli 2015 di Wisma Bhayangkara, Tawangmangu, Karanganyar dilanjutkan pada tanggal 6 Juli 2015 di SMK Negeri 3 Surakarta.

Sebelum Retret dilaksanakan, diadakanlah pertemuan persiapan retret. Kebetulan, sekolah juga membuat wadah untuk mempersiapkan MOPDB dan Kerohanian Islam ingin mempersiapkan Pesantren Kilat. Jadi sekalianlah Kerohanian Kristen dan Katolik nimbrung untuk mempersiapkan Retret. Pertemuan persiapan Retret dilaksanakan dua kali mengikuti jadwal yang direncanakan oleh sekolah. 
Akhirnya, hari yang ditunggu-tunggu datang juga. Tanggal 3 Juli 2015, seluruh siswa-siswi Kristiani kelas X yang baru dan panitia berkumpul di halaman depan gapura sekolah. Setelah diadakan persiapan sebentar, mulailah bersiap-siap untuk berangkat menuju Wisma Bhayangkara. Perjalanan menuju tempat Retret ditempuh selama kurang lebih 1,5 jam. Sesampai di tempat kegiatan, siswa-siswi diberi kesempatan untuk beristirahat sejenak. Setelah beristirahat sejenak, dimulailah sesi pembukaan yang dipandu oleh panitia. Tidak lama berselang, hadirlah Bruder Bernard sebagai pembicara pertama dalam retret tersebut. Dalam materinya, Bruder Bernard menyampaikan pentingnya orang muda menjadi garam dan terang dunia (Mat 5:13-16). Menjadi garam dan terang dunia harus dimulai dari pengenalan diri. Dalam pengenalan diri ini, Bruder mengajak para peserta untuk merenung sejenak untuk kemudian menorehkan gambar dalam sebuah kertas. Setelah beberapa saat menggambar, ada beberapa peserta yang gambarnya “diterawang” oleh Bruder. Bruder menyebutkan karakter peserta yang memiliki gambar tersebut dan karakter itu ternyata benar dimiliki oleh peserta seperti yang mereka akui sendiri. Dalam sesi pertama ini, Bruder mengajak para peserta untuk memiliki kepribadian yang kuat agar mampu membangun diri menjadi lebih baik di masa depan.








Setelah makan siang, Bruder kembali mengawal sesi. Dalam sesi kali ini, Bruder mengajak para peserta untuk diam merenung. Setelah mencoba memahami diri sendiri, Bruder mengajak para peserta untuk berpikir tentang apa yang bisa mereka lakukan dalam kehidupan. Permenungan ini diawali dengan video singkat tentang seorang anak yang berhasil membebaskan seorang tua dari hukuman pengadilan karena anak tersebut memberi kesaksian yang benar atas kejadian yang menimpa seorang tua yang dituduh mencopet dompet seorang ibu kaya. Menjadi garam dan terang dunia berarti melakukan sesuatu bagi sekitarnya. Kitab Suci mengungkapkan bahwa iman tanpa perbuatan itu mati (Yak 2:17). Oleh karena itu, orang muda Kristiani dapat menjadi garam dan terang dunia dengan berbuat sesuatu untuk mewujudkan imannya. Setelah sesi kedua selesai, para peserta dan panitia mendapat kesempatan untuk beristirahat sejenak.
Dalam retret kali ini, banyak Bapak Ibu Guru dan Karyawan yang hadir. Sepanjang perjalanan retret di SMK Negeri 3 Surakarta, tampaknya retret tahun ini paling banyak pendampingnya. Bapak Sutopo, Ibu Rosawati, Ibu Susiati, Bapak Heru, Ibu Setya, Ibu Mei, dan Penjaga Podjok hadir sejak pagi. Siang dan malam harinya, datanglah Bapak Yudhistira, Bapak Dilar, dan Bapak Suryo. Bahkan, keesokan paginya, Bapak Fajar menyusul memeriahkan suasana retret. Terima kasih kepada Bapak Ibu Guru dan Karyawan yang telah hadir dalam pelaksanaan retret kali ini. Terima kasih juga kepada Bapak Ibu Guru Karyawan yang meskipun tidak bisa hadir secara langsung tetap mendukung acara ini dengan caranya masing-masing.
Setelah beristirahat sejenak, acara retret dimulai lagi sejak sore. Acara malam itu adalah permainan dan renungan malam. Dalam acara malam itu, setiap kelompok peserta diminta untuk menyiapkan sebuah tampilan untuk mengisi acara api unggun. Setelah acara permainan dan renungan malam selesai, dimulailah acara api unggun. Suasana terasa hangat sampai akhirnya acara harus diakhiri pada sekitar pukul 22.30. 






Pagi harinya, tanggal 4 Juli 2015, acara dimulai dengan Doa Pagi. Kali ini, Penjaga Podjok yang diminta untuk menggawangi doa pagi. Dalam doa kali ini, para peserta diajak untuk menyadari betapa pentingnya arti doa. Betapa pentingnya doa diajarkan oleh Yesus. Sebelum memulai pekerjaan dan aktivitas, Yesus selalu menyempatkan diri untuk berdoa. Doa menjadi dasar seluruh hidup harian orang Kristiani. Oleh karena itu, doa pagi menduduki tempat yang sangat penting dalam hidup manusia. Setelah doa pagi, seluruh peserta pun diajak untuk berjalan-jalan di seputar tempat retret. Ini merupakan kesempatan yang sangat langka karena kadangkala kita tidak punya waktu untuk berjalan-jalan pagi. Oleh karena itu, kesempatan ini tidak dilewatkan begitu saja.
Setelah acara jalan-jalan, para peserta diberi kesempatan untuk mempersiapkan diri melaksanakan outbound. Suasana gembira terasa benar dalam kegiatan outbound itu. Setelah outbound selesai, para peserta diberi kesempatan untuk membersihkan diri sembari membereskan perlengkapan pribadi yang mereka bawa karena pada jam 13.00 acara harus sudah benar-benar diselesaikan. Acara retret tahun ini pun ditutup dengan pemilihan kakak-kakak panitia yang paling disenangi. Penjaga Podjok pun menutup acara retret itu dengan memberi penghargaan pada panitia dan berdoa singkat. Siang itu, setelah makan siang, perjalanan pulang ke Solo pun dimulai dan tiba di Solo sekitar pukul 15.30-an. 














Sehari setelah beristirahat pada hari Minggu, acara retret pun dipuncaki dengan sesi dari Romo Tanto. Tanggal 6 Juli 2015, mulai jam 08.00, para siswa-siswi baru kelas X mulai berproses bersama untuk mengolah diri. Dalam sesi ini, Romo Tanto mengajak para peserta untuk menjadi orang muda yang hidup. Ajakan itu dimulai dengan kutipan kata-kata Paus Fransiskus, “Kaum muda, tanyakanlah kepada Tuhan Yesus apa yang Dia maui dari kamu dan jadilah pribadi yang berani!” Kesadaran ini mengawali peran orang muda Kristiani sebagai garam dan terang dunia. Garam itu putih, mencegah kebusukan, dan memberi rasa; sedangkan terang itu memangkas kegelapan dan memberi tuntunan. Menjadi garam dan terang berarti menjadi pribadi yang bersih, tidak busuk, bisa mempengaruhi orang lain, menjadi terang, dan bisa diteladan oleh orang lain. Dalam sesi ini, Romo Tanto menekankan agar orang muda Kristiani memiliki semangat YOUTHFUL yang berciri OPTIMIS, KREATIF, dan PUNYA VISI HIDUP. Namun, hal itu tidak semudah membalikkan telapak tangan karena berbagai tantangan seperti konsumerisme, budaya instan, dan pandangan hidup yang keliru banyak bertebaran di sekitar manusia. Untuk menghadapi itu, Romo Tanto mengajak para peserta untuk menghidupkan diri “Urip Iku Urup – Hidup itu Menyala.” Dalam melaksanakan itu, kaum muda Kristiani diajak untuk BERGERAK, TERLIBAT, dan BERBUAT. Untuk menyalakan hidup, Romo Tanto mengajak kaum muda untuk merenungkan beberapa kutipan kata-kata Paus Fransiskus ini:

“Wahai kaum muda, Yesus ingin menjadi sahabatmu dan ingin agar kamu menyebarkan kegembiraan persahabatan ini kemanapun”

“Wahai kaum muda, jangan menjadi pribadi yang setengah-setengah karena kehidupan Kristiani menantang kita dengan tuntutan-tuntutan yang tinggi”

“Wahai kaum muda, jangan kubur talenta yang telah Tuhan berikan padamu! Jangan takut untuk memimpikan hal-hal besar dalam dirimu!”

“Wahai kaum muda, Gereja mengharapkan hal-hal besar dan kesediaanmu. Jangan takut untuk mencapai hal-hal yang tinggi!”





Setelah sesi dari Romo Tanto selesai, rangkaian Retret tahun ini ditutup dengan pemutaran film berjudul “Miracle in Cell No. 7.” Demikianlah seluruh rangkaian olah rohani yang dijalankan tahun ini. Terima kasih kepada Bapak Ibu Guru, Karyawan, segenap panitia, dan peserta yang telah membuat acara ini begitu bermakna bagi setiap orang yang mengikutinya. Berkah Dalem...