Rabu, 06 Maret 2024

Gerakan Aksi Puasa Pembangunan (APP) sebagai Gerakan Pertobatan Keluar dan Kedalam Keuskupan Agung Semarang pada Masa Prapaskah

Pada bulan Maret 2024, Gereja Katolik di seluruh dunia sedang mengalami masa khusus dalam kehidupan iman, yaitu Masa Prapaska yang dimulai dengan perayaan Rabu Abu pada tanggal 14 Februari 2024. Mengenai Masa Prapaska, Konsili Vatikan II mengajarkan bahwa Masa Prapaska - dalam liturgi maupun dalam katekese liturgis - menampilkan dua ciri khas masa "empat puluh hari” ini, yakni 1) mengenangkan atau menyiapkan Baptis dan 2) membina pertobatan. Masa Prapaska merupakan masa yang lebih intensif mengajak umat beriman untuk mendengarkan sabda Allah dan berdoa sehingga mereka dapat menyiapkan diri untuk merayakan misteri Paska. Pertobatan selama masa empat puluh hari  itu hendaknya jangan hanya bersifat batin dan perorangan, melainkan hendaknya bersifat lahir dan sosial kemasyarakatan. Adapun praktek pertobatan, sesuai dengan kemungkinan-kemungkinan zaman kita sekarang dan pelbagai daerah pun juga dengan situasi umat beriman, hendaknya makin digairahkan, dan dianjurkan oleh pimpinan gerejawi (Sacrosanctum Concillium 109-110). Dalam tata kelola Gereja, Konsili Vatikan II menetapkan bahwa kewenangan untuk mengatur liturgi dalam Gereja "semata-mata ada pada pimpinan Gereja, yakni Takhta Apostolik, dan menurut kaidah hukum pada uskup. Berdasarkan kuasa yang diberikan hukum, wewenang untuk mengatur perkara-perkara liturgi dalam batas-batas tertentu juga ada pada pelbagai macam Konferensi Uskup se-daerah yang didirikan secara sah. Maka dari itu tidak seorangpun, meskipun imam, boleh menambahkan, meniadakan atau mengubah sesuatu dalam liturgi atas prakarsa sendiri." (Sacrosanctum Concillium 22). Demikianlah yang terjadi di Keuskupan Agung Semarang, sejak tahun 1970-an, Gereja Katolik Keuskupan Agung menetapkan Gerakan Aksi Puasa Pembangunan atau yang dikenal dengan Gerakan APP sebagai langkah nyata pertobatan yang khas bagi umat Keuskupan Agung Semarang. Dalam tulisan ini, kita akan melihat lebih jauh mengenai Gerakan APP yang sudah terjadi di Keuskupan Agung Semarang.

Seringkali Gerakan APP dipahami sebagai kegiatan yang diisi dengan pendalaman atau sarasehan umat seputar tema APP yang sudah ditetapkan oleh Keuskupan Agung Semarang. Bahkan tidak jarang pendalaman atau sarasehan itu kental dengan nuansa ibadat yang melibatkan aturan liturgis tertentu. Atau seringkali dipahami bahwa Gerakan APP merupakan gerakan untuk mengumpulkan uang dalam kotak yang diedarkan kepada umat selama Masa Prapaska di Keuskupan Agung Semarang. Beberapa pandangan ini merupakan pandangan yang kurang tepat terhadap Gerakan APP. Bicara mengenai Gerakan APP, perlu disadari bahwa gerakan ini merupakan gerak pertobatan "kedalam" dan "keluar" yang perlu dihayati oleh seluruh umat.

Gerakan APP menjadi gerakan "kedalam" karena umat diajak untuk mengolah diri menjadi pribadi yang lebih baik untuk mempersiapkan diri merayakan Paska. Pengolahan diri untuk menjadi pribadi yang lebih baik ini ditandai dengan laku pantang dan puasa. Pantang dan puasa merupakan tindakan yang erat dengan pengendalian diri. Pantang berarti mengurangi atau menghindari untuk melakukan atau mengonsumsi hal-hal yang disukai, misalnya pantang rokok, pantang daging, pantang telur, pantang jajan, pantang main game, dan sebagainya. Orang Katolik wajib berpantang pada hari Rabu Abu dan setiap hari Jumat sampai Jumat Agung. Jadi, pantang hanya dilakukan pada 7 hari selama masa Prapaska. Yang wajib berpantang adalah semua orang katolik yang berusia empat belas (14) tahun ke atas. Puasa berarti makan kenyang hanya satu kali dalam sehari. Ada banyak tafsiran mengenai puasa ini. Bisa dihayati sebagai makan hanya satu kali sehari, makan kenyang satu kali sehari sedangkan yang lain tidak kenyang, dan sebagainya. Orang Katolik wajib berpuasa pada hari Rabu Abu dan Jumat Agung. Jadi, selama masa Prapaska, kewajiban puasa hanya dua hari saja. Yang wajib berpuasa adalah semua orang beriman yang berumur antara delapan belas (18) tahun sampai awal enam puluh (60) tahun. Aturan pantang dan puasa terasa begitu ringan. Yang perlu disadari adalah semangat tobat yang hendak dibangun saat menjalankan pantang dan puasa dalam kehidupan beriman. Jika umat beriman ingin memberikan tekanan lebih pada tindakan pantang dan puasa yang diakukannya sehingga menjadi lebih berat daripada yang sudah ditetapkan oleh Gereja, tentu sangat diperbolehkan sejalan dengan semangat tobat yang ingin dihayati. Penetapan puasa dan pantang secara pribadi secara lebih berat yang dilakukan oleh umat beriman di luar yang sudah ditetapkan oleh Gereja tidak mengikat dengan sangsi dosa. Pantang dan puasa dalam Masa Prapaska ini juga harus disertai dengan olah rohani. Selama masa Prapaskah ini, kita juga diundang untuk tekun membina kesalehan hidup, baik kesalehan rohani yang kita dapat wujudkan dengan 1) tekun setia dalam doa, membaca dan merenungkan sabda Tuhan, 2) tekun merayakan Ekaristi, 3) menerima Sakramen Tobat, 4) memperdalam khazanah pengetahuan iman, 5) mengikuti berbagai kesempatan untuk olah rohani (rekoleksi atau retret), serta 6) melaksanakan keutamaan hidup pribadi dalam setiap perbuatan baik yang kita usahakan. Inilah makna Gerakan APP sebagai gerakan "kedalam" sehingga membuat setiap orang Katolik meningkat dalam kebaikan pribadi.

Selain "kedalam," Gerakan APP harus menjadi gerakan "keluar" dimana setiap orang Katolik diutus menjadi berkat kepada semua orang yang ada di sekitarnya. Tindakan ini dilakukan melalui derma dan amal kasih. Oleh karena itu, dalam Masa Prapaska, keluarga-keluarga Katolik menerima Kotak APP sebagai sarana untuk mewujudkan diri menjadi berkat bagi orang lain. Sejak awal, Gerakan APP sudah digagas sebagai gerakan yang dapat memberdayakan masyarakat. Pemberdayaan rakyat merupakan wujud dari pelayanan yang mendahulukan kaum miskin dengan pendekatan analisis struktural sekaligus kultural. Gerakan APP diharapkan sebagai penggerak pembangunan demi terwujudnya Kerajaan Allah. Dalam sejarahnya, Gerakan APP ini dimulai pada tahun 1970-an. Sejak Sinode Para Uskup tahun 1971, Gereja Katolik semakin menyadari bahwa pewartaan Injil tanpa usaha menegakkan keadilan tidaklah utuh. Mengaku Allah tetapi melupakan perjuangan keadilan dan pembebasan adalah sama dengan mengaku mencintai Allah tanpa sesama. Selanjutnya, kesadaran Gereja ini diwujudkan dalam bentuk pilihan mendahulukan kaum miskin dan tidak berdaya, preferential option for (and with) the poor and oppressed. Mendahulukan kaum miskin dan tertindas, memperjuangkan keadilan, perdamaian dan keutuhan ciptaan, merupakan wujud serta tanda kesetiaan Kepada Injil Yesus. Gagasan APP diinisiasi pada tahun 1969 oleh R.P. Carolus Carri, SJ yang saat itu menjabat Vikaris Jenderal Keuskupan Agung Semarang. R.P. Carri yang menaruh kepedulian terhadap masalah-masalah sosial memanggil R.D. Gregorius Utomo untuk mempersiapkan kegiatan Aksi Puasa yang bisa menjembatani jurang antara yang kaya dan yang miskin seperti yang disampaikan oleh Paus Paulus VI melalui dokumen Ajaran Sosial Gereja yang berjudul Populorium Progressio (1967). Gerakan ini berdasar pada pemahaman bahwa inti pewartaan Injil adalah Kerajaan Allah yang berpusat pada kebenaran, damai, dan sukacita. Ketiga karakter atau dimensi Kerajaan Allah ini tidak hanya berkaitan dengan bidang spiritual atau perasaan, melainkan dengan realitas yang harus diimplementasikan dalam kenyataan hidup konkrit. Oleh karena itu, gagasan yang ingin disampaikan dalam Gerakan APP adalah bagaimana nilai-nilai Kerajaan Allah bisa menyentuh hal-hal yang sehari-hari dialami oleh masyarakat. Keadilan dan kebenaran selalu mengacu pada hubungan sosial yang benar dengan pengertian dasar pembelaan terhadap yang lemah dan pembebasan orang-orang tertindas (Mzm 82). Mengenal Yahwe (Allah) berarti melakukan keadilan (Yer 22:16). Melakukan keadilan berarti masuk dalam hubungan dengan Allah yang memberikan hidup, dengan diri sendiri, dengan sesama, dan dengan ciptaan. Yang menjadi dasar Gerakan APP adalah pertobatan yang mengarahkan diri kepada Allah dan ikut serta membangun Kerajaan-Nya. Wujud dan buah pertobatan bisa bermacam-macam dan selalu berkait erat dengan keadilan sebagaimana dikatakan Nabi Yesaya: "Inilah puasa yang kusukai membuka belenggu kelaliman, melepaskan tali-tali mencekit, membebaskan yang teraniaya, mematahkan setiap penindasan..." (Yes 58). Dana yang dikumpulkan dalam Gerakan APP sebagai salah satu buah dari proses pertobatan melalui gerakan APP terarah kepada kesejahteraan dan kedamaian manusia terutama bagi mereka yang kehilangan harapan, tersingkir dan tertindas. Dengan demikian gerakan APP menjadi persembahan kepada Tuhan untuk keselamatan bersama. Pengumpulan dana ini akan digunakan oleh Gereja untuk mengalirkan berkat (dana) yang diperolehnya ke tengah masyarakat untuk pengembangan atau pemberdayaan masyarakat demi terciptanya kesejahteraan dan kedamaian manusia. Dana yang dikumpulkan melalui Gerakan APP ini menjadi cara Gereja untuk membangun masyarakat yang lebih baik. Oleh karena itu, prinsip subsidiaritas dan solidaritas sangat dikedepankan dalam pemanfaatan dana ini. Dana APP mengakomodasi kebutuhan dua kelompok umat dan masyarakat dengan kateori berikut: 1) Mereka yang berkekurangan dan atau yang ingin membangun kemandirian hidup serta 2) Mereka yang miskin dan berkekurangan dalam hal sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan, dan pekerjaan. Dana APP tidak hanya diperuntukkan bagi umat Katolik saja, tetapi diperuntukkan bagi siapa saja yang termasuk dalam kategori KLMTD, terutama mereka yang kesulitan dalam memenuhi kebutuhan dasar tahap I (pangan, sandang, papan), maupun kebutuhan dasar tahap II (pendidikan, kesehatan, lapangan kerja). Dana APP dapat diperuntukkan untuk mereka yang tidak beragama Katolik, tetapi dalam hal ini, pihak pemohon (paroki) perlu bijaksana terutama untuk tidak menimbulkan gejolak sosial (isu SARA). Inilah makna Gerakan APP sebagai gerakan "keluar" sehingga dana APP dapat menjadi sarana untuk menjangkau kebutuhan setiap orang - termasuk mereka yang tidak beragama Katolik - yang memerlukan bantuan.

Berkaitan dengan Dana APP, ada beberapa wawasan yang bisa dipahami agar pemanfaatan dana tersebut sesuai dengan arahan Gereja Katolik. Menurut materi Sosialisasi Juknis Buku APP Tahun 2024, semangat dasar yang menghidupi pemanfaatan Dana APP adalah cinta kasih, solidaritas, subsidiaritas, dan kemurahan hati. Selain itu, dana APP juga dimanfaatkan dalam semangat Deus caritas est yang berarti bahwa Allah adalah kasih serta Yesus adalah Sang Gembala baik yang mencari dan menyelamatkan. Dana APP ini juga ingin berpihak kepada mereka yang kecil, lemah, miskin, tersingkir, dan difabel. Pemanfaatan dana APP juga memiliki prinsip dan kriteria. Adapun prinsip pengelolaan dana APP adalah 1) ditujukan untuk pelayanan karitatif dan pemberdayaan, terutama bagi mereka yang kecil, lemah, miskin, tersingkir, dan difabel; 2) tepat sasaran, terkendali, transparan, dan akuntabel; 3) mengembangkan semangat keadilan dan pemerataan; serta 4) melibatkan berbagai pihak (termasuk dalam hal pendanaan yaitu dana swadaya dari masyarakat atau umat serta dana subsidi dari paroki). Adapun kriteria yang digunakan dalam pengelolaan dana APP ini adalah 1) selaras dengan kepentingan, citra, dan jatidiri Gereja; 2) sesuai kebutuhan (memenuhi kebutuhan dasar dan pemberdayaan); serta 3) layak, pantas, wajar, tidak berlebihan, efektif, dan efisien. Hal terakhir yang perlu diperhatikan berkaitan dengan dana APP ini adalah spesifikasi pemanfaatan dana. Bidang-bidang yang dapat mengambil manfaat dari dana ini adalah 1) Bidang Kesejahteraan (pemenuhan pangan, sandang, papan, kesehatan, pendidikan, dan kesejahteraan umum), 2) Bidang Pemberdayaan Ekonomi Perorangan maupun Kelompok (pemberdayaan pada bidang pertanian, peternakan, perikanan, UMKM, ketrampilan dan jasa), 3) Bidang Pengembangan Iman dan Motivasi (retret, pelatihan, rekoleksi, kaderisasi dan sebagainya), 4) Bidang Emergency Response (bantuan kedaruratan bencana alam serta bantuan berkaitan dengan air, sanitasi, dan kebersihan atau WASH seperti yang dicanangkan oleh UNICEF). Berbagai macam catatan mengenai pemanfaatan Dana APP ini tentunya akan terus berubah sesuai perkembangan zaman. Namun, melalui dana APP, Gereja Katolik untuk menjadikan dirinya sebagai institusi yang terus signifikan dan relevan dengan zaman. Mengenai teknis pemanfaatan Dana APP ini, silakan menghubungi Tim Pelayanan PSE APP yang ada di bawah Bidang Diakonia paroki masing-masing.


Inilah sekilas yang dapat disampaikan berkaitan dengan Gerakan APP. Semoga tulisan sederhana ini semakin membuat kita menyadari bahwa APP merupakan gerakan "kedalam" maupun "keluar."

Sumber Pustaka:
Panitia Aksi Puasa Pembangunan Keuskupan Agung Semarang. Kembali ke Semangat Dasar Aksi Puasa Pembangunan, Kerangka Dasar. Semarang: Panitia Aksi Puasa Pembangunan Keuskupan Agung Semarang. 2002.
Martinus Sutomo, Pr. "Sosialisasi Buku Juknis APP 2024" (Materi Presentasi). Surakarta: Komisi PSE Kevikepan Surakarta. 2024.

Senin, 19 Februari 2024

Mengenal Negara Kota Vatikan, Pusat Pemerintahan Gereja Katolik

Dalam bulan Februari, ada salah satu tanggal yang digunakan oleh Gereja Katolik untuk memperingati kepemimpinan Petrus. Setiap tanggal 22 Februari, diperingati Pesta Tahta Santo Petrus. Tahta Santo Petrus (dalam bahasa Latin dikenal dengan Cathedra Petri) disimbolkan dalam rupa Kursi Santo Petrus, sebuah wadah relikui yang disimpan di Basilika Santo Petrus, Vatikan. Wadah relikui hasil pahatan artis Benini tersebut digunakan untuk menempatkan potongan kayu dari sebuah kursi yang menurut tradisi telah digunakan oleh Rasul Santo Petrus, pemimpin Gereja perdana di Roma dan secara resmi sebagai Paus pertama. Pada 2012, Paus Benediktus XVI menyebut kursi tersebut sebagai "sebuah lambang misi khusus Petrus dan para penggantinya untuk menaungi kawanan Kristus, menjaganya bersatu dalam kepercayaan dan kasih." 

Peringatan ini merupakan penegasan terhadap otoritas yang diberikan Yesus kepada Petrus dan para penggantinya (para Paus) untuk memimpin Gereja di dunia ini. Maksud dari peringatan Pesta Tahta Santo Petrus adalah untuk menghormati Petrus sebagai wakil Kristus dan gembala tertinggi Gereja yang mempunyai kuasa rohani atas segenap anggota Gereja dan semua Gereja setempat. Dari tahta di Roma, Petrus dan para penggantinya (yaitu para Paus) memegang kunci dan mempertahankan persatuan Gereja dalam ajaran iman dan moral. Kuasa Petrus ini, yang lazim disebut Primat Petrus, diberikan langsung oleh Yesus sebelum kenaikan-Nya ke surga (Yoh. 21:15-19).

Kitab Suci menyebutkan bahwa Petrus memiliki peran khusus. Teks tertua yang menyebut tentang Petrus berasal dari Surat Paulus  kepada umat di Korintus: “Sebab yang sangat penting telah kusampaikan kepadamu, yaitu apa yang telah kuterima sendiri, ialah bahwa Kristus telah mati karena dosa-dosa kita sesuai dengan Kitab Suci; bahwa Ia telah dibangkitkan Allah pada hari ketiga sesuai dengan Kitab Suci; bahwa ia telah menampakkan diri kepada Kefas, dan kemudian kepada kedua belas murid” (1 Kor 15:3-5). Dalam teks ini, Pertus mendapat prioritas, ia disebut pada tempat pertama. Prioritas yang sama ini juga tampak dalam Injil Lukas, “Sesungguhnya Tuhan telah bangkit dan menampakkan diri kepada Simon” (Luk 24:34). Teks-teks itu menunjukkan betapa pentingnya penampakan Tuhan diberi legitimasi oleh seorang saksi iman yang terpercaya sehingga Petrus ditampakkan sebagai saksi iman akan penampakan Tuhan di antara jemaat perdana. Selain dua teks itu, beberapa teks lain dalam Kitab Suci menjadi tanda bahwa Petrus menduduki tempat pertama dalam kelompok kedua belas murid inti. Saat menyebut daftar kedua belas rasul, semua teks menyebut Petrus pada tempat pertama. Juga saat Kitab Suci menyebut ketiga rasul yang paling akrab dengan Yesus, Petrus selalu disebut pada tempat pertama sebelum Yakobus dan Yohanes. Petrus juga selalu berfungsi sebagai juru bicara para rasul. Jika pihak luar ingin berhubungan dengan kelompok para rasul, seperti di dalam kasus para pemungut bea bait Allah, Petruslah orang pertama yang dihubungi.

Petrus juga merupakan satu-satunya murid yang namanya diubah oleh Yesus. Dalam Kitab Suci, pemberian nama baru macam ini hanya terjadi pada tiga orang, yakni Abram menjadi Abraham (Kej.17:5), Sarai menjadi Sara (Kej.17:5) dan Yakob menjadi Israel (Kej. 32:28). Perubahan nama selalu menyangkut suatu janji yang berkaitan dengan pendasaran keberadaan umat Allah. Perubahan nama juga terjadi pada Petrus karena Petrus dipilih menjadi dasar umat Allah yang baru. Teks yang selalu dikutip berkenaan dengan perubahan ini adalah Mat 16:13-19 dimana Yesus menjanjikan kepada Simon bahwa berdasarkan imannya yang ditanam Allah sendiri ia bakal menjadi dasar yang kuat. Dasar itu bisa dianggap sebagai wadas di atasnya umat Kristus bisa didirikan. Simon sekaligus menjadi pengurus rumah di dalam kerajaan Allah dan pemegang kuncinya. Ini berarti Simon mempunyai otoritas rohani yang diakui dengan sungguh oleh Allah di surga.

Bicara mengenai Tahta Petrus, kita tidak bisa melepaskan pandangan kita dari tempat yang menjadi keberadaan Tahta Petrus ini. Pembicaraan mengenai Tahta Petrus akan membawa kita kepada sebuah kota yang menjadi pusat Gereja Katolik, yaitu Vatikan. Dalam pendalaman ajaran iman kali ini, kita akan berbicara mengenai Kota Vatikan untuk memperingati Pesta Tahta Santo Petrus.

Kota Vatikan lebih dikenal secara internasional dengan nama Negara Kota Vatikan. Kota Vatikan adalah negara yang mandiri dan merdeka di dalam kota Roma. Wilayah Vatikan meliputi daerah seluas 44 hektar dan memiliki sekitar 1.000 warga negara. Seluruh warga negaranya lahir di luar Vatikan. Vatikan menjadi negara mandiri berkat perjanjian antara Tahta Suci dan Kerajaan Italia. Perjanjian itu dinamai Perjanjian Lateran yang ditandatangani pada tanggal 11 Februari 1929. Perjanjian ini diperbarui pada tahun 1984 setelah sistem pemerintahan Italia berubah menjadi sistem republik. Nama resmi Vatikan adalah Città del Vaticano atau secara lebih formal disebut Stato della Città del Vaticano. Dalam dokumen resmi, nama yang digunakan adalah Status Civitatis Vaticanæ. Bahasa resmi yang digunakan dalam dokumen-dokumen resmi adalah bahasa Latin, sedangkan bahasa yang digunakan sehari-hari adalah bahasa Italia. 

Nama “Vatikan” sudah digunakan sejak Kekaisaran Romawi untuk menyebut daerah perbukitan di pinggir Sungai Tiber. Orang mengenalnya dengan Bukit Vatikan. Pada abad I, Bukit Vatikan pernah menjadi wilayah yang dipenuhi rumah peristirahatan para bangsawan Romawi. Di Bukit itulah, menurut tradisi, Petrus mengalami kemartiran dan dikuburkan. Catatan paling awal yang merekam kematian Petrus adalah surat Klemens, Uskup Roma, kepada umat di Korintus yang ditulis sekitar tahun 96 Masehi. Sejarawan Eusebius menulis bahwa Petrus "datang ke Roma, dan disalibkan dengan posisi kepala di bawah" berdasarkan catatan Origenes. Dimana dan bagaimana Petrus mati juga disebutkan oleh Tertulianus dalam tulisannya Scorpiace, yang menyebut bahwa kematian Petrus terjadi selama penganiayaan orang Kristen oleh Nero. Tacitus menyebut tentang penganiayaan orang Kristen dalam tulisannya Annals, meski tidak menyebut nama Petrus. "Mereka dicabik-cabik oleh anjing sampai tewas, atau dipaku pada kayu salib, atau dijebloskan ke api dan terbakar." Lebih lanjut, Tertulianus mengatakan bahwa peristiwa ini terjadi di taman kerajaan dekat Sirkus Nero. Selain tempat itu, tidak ada tempat yang memungkinkan lagi untuk penganiayaan publik setelah peristiwa kebakaran besar Kota Roma yang menghancurkan Sirkus Maximus dan bagian kota lainnya pada tahun 64 M.

Dalam perkembangan waktu, sekitar tahun 326, Kaisar Konstantinus memerintahkan untuk membangun gereja besar atau basilika untuk menandai makam Petrus. Berikut ini adalah gambar Basilika Santo Petrus pada tahun 1450-an:
Basilika yang dibangun tahun 326 itu kemudian direnovasi pada tahun 1506. Pembangunan basilika baru terjadi sampai tahun 1626. Berikut ini adalah gambar Basilika Santo Petrus baru sekitar tahun 1753:
Basilika Santo Petrus menjadi bangunan terpenting di Kota Vatikan karena di sanalah terdapat makam Santo Petrus. Basilika Santo Petrus menjadi simbol pusat pemerintahan dan tempat tinggal Paus sebagai pemimpin tertinggi Gereja Katolik.

Negara Kota Vatikan memiliki sistem pemerintahan yang sangat khusus. Nama resmi pemerintahan Kota Vatikan adalah Tahta Suci dengan Paus sebagai pemimpin negara. Kekuasaan legislatif ada di Komisi Kepausan yang terdiri dari dewan para kardinal yang dipilih oleh Paus setiap lima tahun. Kekuasaan eksekutif ada di tangan Presiden Komisi yang dibantu oleh Sekretaris Jenderal dan Wakil Sekretaris Jenderal. Meskipun ada pembagian kekuasaan, di atas semuanya itu, Paus memiliki kekuasaan mutlak dalam bidang legislatif, eksekutif dan yudikatif di seluruh wilayah Kota Vatikan. Sistem pemerintahan Tahta Suci disebut Kuria Roma. Kuria Roma terdiri dari serangkaian kantor yang mengendalikan urusan Gereja pada tingkat yang paling tinggi. Kuria Roma terdiri dari Sekretaris Negara, sembilan Kongregasi, tiga Tribunal (Pengadilan Gereja), sebelas Dewan Kepausan, dan tujuh Komisi Kepausan. Sebagai sebuah negara merdeka, Vatikan juga menjalin hubungan diplomatik dengan berbagai negara melalui pertukaran duta besar antara Vatikan dan negara tersebut. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki hubungan diplomatik dengan Vatikan sejak 1947, 
Selayaknya negara mendiri, Kota Vatikan juga memerlukan biaya untuk menjalankan roda ekonominya. Ekonomi Vatikan disokong oleh sumbangan umat Katolik seluruh dunia, penjualan souvenir, penjualan tiket museum, donasi dari beberapa negara, biaya masuk dan visa turis, serta penjualan berbagai benda publikasi yang terkait dengan Kota Vatikan. 

Negara Kota Vatikan memiliki sistem keamanan yang didukung oleh Garda Swiss sebagai kekuatan militer dan Corpo della Gendarmeria sebagai kekuatan kepolisian. Garda Swiss adalah pasukan yang terdiri dari para pemuda Swiss yang beragama Katolik dan disumpah sebagai pengawal pribadi Paus. Gendarmeria bertanggungjawab atas ketertiban publik, penegakan hukum, pengendalian massa dan lalu lintas, serta penyelidikan kriminal di Vatikan.


Sebagai negara berdaulat, Vatikan memiliki bendera berwarna kuning putih dengan lambang Tahta Suci di sebelah kanan pada bagian putih. 
Vatikan merupakan pusat pemerintahan Gereja Katolik Roma. Setiap orang Katolik perlu mengenal keberadaan kota ini. Semoga kita semakin mencintai dan mau mendalami iman kita melalui pengenalan ini...

Sumber Gambar:

Sumber Pustaka:
_____. "Saint Peter's tomb" dalam https://en.wikipedia.org/wiki/Saint_Peter%27s_tomb. Diakses 5 Februari 2024.
_____. "Vatican City" dalam https://en.wikipedia.org/wiki/Vatican_City. Diakses 2 Februari 2024.
Frater Kristo Suhardi, SVD. "Pesta Tahta Santo Petrus (22 Februari)" dalam https://www.seminariledalero.org/post/2017/02/21/pesta-tahta-santo-petrus-22-februari. Diakses 2 Februari 2024.

Kamis, 18 Januari 2024

Mengenal Pekan Doa untuk Kesatuan Umat Kristiani Sedunia

Tanggal 18-25 Januari merupakan tanggal-tanggal istimewa dalam Gereja Katolik - dan juga Gereja-gereja selain Katolik - karena pada waktu itu, dirayakanlah Pekan Doa untuk Kesatuan Umat Kristiani Sedunia. Dalam kurun waktu tanggal-tanggal itu, Gereja Katolik dan Gereja Kristiani lainnya memiliki waktu istimewa (dalam bahasa Jawa disebut wekdal mirunggan atau waktu yang dikhususkan) untuk berdoa bagi kesatuan umat Kristiani sedunia. Pekan Doa ini rutin dilaksanakan setiap tahunnya dengan tema-tema tertentu yang berbeda antara tahun yang satu dan tahun yang lain. 

Dulu, sebelum pandemi Covid-19 menyerang, SMK Negeri 3 Surakarta selalu merayakan Pekan Doa untuk Kesatuan Umat Kristiani Sedunia ini dengan menyelenggarakan acara Natalan Bersama Kerohanian Kristen dan Kerohanian Katolik. Natalan Bersama ini kadangkala dilakukan di sekolah atau dengan meminjam tempat di gereja-gereja sekitar. Beberapa gereja yang pernah dipakai untuk Natalan Bersama dalam rangka Pekan Doa untuk Kesatuan Umat Kristiani Sedunia ini adalah  GKJ Danukusuman (di gedung yang lama) dan Gereja Katolik San Inigo. Kisah-kisah tersebut dapat dilihat melalui postingan-postingan berikut: Merekam Kegiatan Selama Satu Semester dan Mengumpulkan Serpih-Serpih Kisah #1

Munculnya tradisi Pekan Doa untuk Kesatuan Umat Kristiani Sedunia ini memiliki akar dari beberapa peristiwa yang pernah terjadi di dunia ini. Adapun beberapa peristiwa dan momen penting yang berkaitan dengan sejarah Pekan Doa untuk Kesatuan Umat Kristiani dapat dipaparkan sebagai berikut:

Sekitar tahun 1740, di Skotlandia muncul suatu gerakan Pentakostal, yang memiliki hubungan dengan Amerika Utara. Gerakan ini memiliki amanat pokok yang mencakup doa bagi dan bersama semua Gereja. 

Pada abad berikutnya, ada beberapa peristiwa. Tahun 1820, James Haldane Stewart menerbitkan tulisan berjudul “Butir-butir untuk Kesatuan Umum Umat Kristiani demi Pencurahan Roh.” Tahun 1840, Ignatius Spencer, seorang petobat kepada Gereja Katolik Roma, menyarankan adanya suatu “Doa Bersama untuk Kesatuan.” Tahun 1867, Konferensi Para Uskup Anglikan Pertama di Lambeth menandaskan doa untuk kesatuan dalam Mukadimah Keputusan Konferensi. Tahun 1894, Paus Leo XIII mendorong kebiasaan menyelenggarakan suatu Pekan Doa untuk kesatuan dalam kerangka Pentakosta.

Sejarah Pekan Doa Sedunia diusulkan oleh Pastor Paul Wattson - seorang pendiri komunitas religius Anglikan yang kemudian bergabung dalam Gereja Katolik - pada tahun 1908 karena Pekan Doa - saat itu disebut Pekan Kesatuan Gereja - di bumi belahan utara biasanya dilaksanakan pada tanggal 18-25 Januari setiap tahunnya untuk melingkupi Pesta Santo Petrus dan Paulus yang memiliki makna simbolis. Sementara itu, di bagian selatan, Januari merupakan hari libur sehingga gereja-gereja di sana memilih waktu lain untuk menyelenggarakan Pekan Doa, misalnya pada hari sekitar Pentakosta dimana tanggal-tanggal tersebut juga memiliki makna simbolis persatuan Kristiani. Konsep Pekan Doa ini, dimulai pada tahun 1907 saat Pastor Paul mengadakan surat menyurat kepada Pendeta Spencer Jones, seorang rohaniwan dari Moreton-in-Marsh, Inggris. Pendeta Spencer menyarankan sebuah hari yang dikhususkan sebagai waktu doa bagi kesatuan umat Kristiani. Pastor Paul setuju atas gagasan tersebut, tetapi mengembangkan waktu yang diusulkan menjadi satu oktaf atau delapan hari. Setahun kemudian, Pastor Paul Wattson dan Suster Lurana White memulai Pekan Doa tersebut. Pastor Paul menyebutnya "Oktaf Kesatuan Gereja" yang dilakukan antara 18 Januari pada Pesta Pengakuan Santo Petrus dan 25 Januari pada Pesta Bertobatnya Santo Paulus. Gagasan ini mendapatkan restu dari Paus Pius X dan kemudian digalakkan oleh Paus Benedictus XVI yang menekankan perayaan tersebut dalam Gereja Katolik melalui Surat Romanorum Pontificum pada 25 Februari 1916. 

Tahun 1926, Gerakan Faith and Order mulai menerbitkan “Saran-saran untuk suatu Pekan Doa untuk Kesatuan umat Kristiani.” Gagasan Pekan Doa ini kemudian dikembangkan dan disempurnakan oleh Abbas Paul Couturier dari Prancis pada tahun 1935 yang menganjurkan adanya “Pekan Doa Universal untuk Kesatuan Umat Kristiani,” yang secara inklusif melibatkan semua orang, untuk memohon dan mengupayakan “kesatuan yang dikehedaki Kristus lewat sarana-sarana yang Ia kehendaki.” Dalam tulisan-tulisan terakhirnya, ia melihat Pekan Doa ini sebagai alat yang memungkinkan doa universal Kristus "untuk memasuki dan menjiwai seluruh Persekutuan Kristiani" sehingga semua itu harus berkembang sampah menjadi seruan seluruh Umat Allah.

Dalam perkembangan selanjutnya, pada tahun 1958, Unité Chrétienne (Lyon, Prancis) dan Komisi Faith and Order dari Dewan Gereja-Gereja Sedunia mulai bekerja bersama dalam  menyiapkan bahan-bahan untuk Pekan Doa.

Setelah Konsili Vatikan II, perkembangan Pekan Doa ini menjadi semakin sempurna. Tahun 1963, nama Oktaf Kesauan Gereja berubah menjadi Pekan Doa untuk Kesatuan Umat Kristiani. Tahun 1964, di Yerusalem, Paus Paulus VI dan Batrik Athenagoras I bersama-sama melambungkan doa Yesus “agar mereka semua bersatu” (Yoh. 17). Pada tahun yang sama,  terbitlah “Dekrit mengenai Ekumenisme” dari Konsili Vatikan II yang menandaskan bahwa doa merupakan  jiwa dari gerakan ekumenis sehingga dekrit ini mendorong pelaksanaan Pekan Doa. Pada tahun 1966, Komisi Faith and Order dari Dewan Gereja-Gereja Sedunia dan Sekretariat untuk Memajukan Kesatuan Umat Kristiani [sekarang dikenal sebagai Dewan Kepausan untuk Memajukan Kesatuan Umat Kristiani] mulai membentuk badan resmi untuk bersama-sama menyiapkan bahan-bahan Pekan Doa. Pada tahun 1968, secara resmi, untuk pertama kalinya digunakan bahan Pekan Doa yang disiapkan bersama oleh Faith and Order dan Sekretariat untuk Memajukan Kesatuan Umat Kristiani [sekarang dikenal sebagai Dewan Kepausan untuk Memajukan Kesatuan Umat Kristiani].

Pada Tahun 1975, untuk pertama kalinya digunakan bahan Pekan Doa yang didasarkan pada teks dasar yang disiapkan oleh suatu kelompok ekumenis lokal. Kelompok pertama yang melaksanakan rencana ini dengan mempersiapkan draft awal 1975 adalah suatu kelompok di Australia. Tahun 1988, bahan-bahan Pekan Doa digunakan dalam ibadat pembukaan Federasi Kristiani Malaysia, yang menghimpun kelompok-kelompok Kristiani utama di negeri itu. Tahun 1994, teks untuk Pekan Doa 1996 disiapkan dalam kerjasama dengan YMCA dan YWCA.

Pada tahun 2004, dicapai kepekatan bahwa bahan-bahan untuk Pekan Doa untuk Kesatuan Umat Kristiani disusun dan diterbitkan bersama dalam format yang sama oleh Faith and Order (DGD) dan Dewan Kepausan untuk  Memajukan Kesatuan Kristiani (Gereja Katolik). Tahun 2008, diadakan Perayaan Ulang tahun ke-100 Pekan Doa untuk Kesatuan Umat Kristiani. (Pendahulunya, Pekan Kesatuan Gereja, pertama kali dilaksanakan pada tahun 1908.)

Setiap tahun, panduan Pekan Doa disusun oleh sebuah kelompok ekumenis dari berbagai wilayah di dunia ini. Dokumen itu kemudian akan ditinjau oleh sebuah komite yang terdiri dari para anggota Komisi Kepausan untuk Kesatuan Umat Kristiani dan Komisi dari Persekutuan Gereja-gereja Sedunia. Pekerjaan ini dikerjakan oleh dua pihak sebagai tanda hasrat kesatuan yang memotivasi orang-orang Kristiani dan sebagai tanda bahwa doa merupakan jalan utama untuk mencapai kesatuan penuh karena kita semua disatukan dalam tujuan yang sama seperti diinginkan oleh Tuhan yang menginginkan persatuan.

Pekan Doa untuk Kesatuan Umat Kristiani Sedunia merupakan ungkapan yang paling efektif dari dorongan yang diberikan oleh Konsili Vatikan Ii untuk mencari kepenuhan penuh di antara para murid Kristus. Konsili Vatikan II mengemukakan bahwa gerakan ekumenisme merupakan pusat kegiatan dan kehidupan Gereja: "Konsili suci mengundang segenap umat Katolik, untuk mengenali tanda-tanda zaman, dan secara aktif berperanserta dalam kegiatan ekumenis. Yang dimaksudkan dengan “Gerakan Ekumenis” ialah: kegiatan-kegiatan dan usaha-usaha, yang menanggapi bermacam-macam kebutuhan Gereja dan berbagai situasi diadakan dan ditujukan untuk mendukung kesatuan umat kristen; misalnya: pertama, semua daya-upaya untuk menghindari kata-kata, penilaian-penilaian serta tindakan-tindakan, yang ditinjau dari sudut keadilan dan kebenaran tidak cocok dengan situasi saudara-saudari yang terpisah, dan karena itu mempersukar hubungan-hubungan dengan mereka; kemudian, dalam pertemuan-pertemuan umat kristen dari berbagai Gereja atau Jemaat, yang diselenggarakan dalam suasana religius, “dialog” antara para pakar yang kaya informasi, yang memberi ruang kepada masing-masing peserta untuk secara lebih mendalam menguraikan ajaran persekutuannya, dan dengan jelas menyajikan corak-cirinya. Sebab melalui dialog itu semua peserta memperoleh pengertian yang lebih cermat tentang ajaran dan perihidup kedua persekutuan, serta penghargaan yang lebih sesuai dengan kenyataan. Begitu pula persekutuan-persekutuan itu menggalang kerja sama yang lebih luas lingkupnya dalam aneka usaha demi kesejahteraan umum menurut tuntutan setiap suara hati Kristen; dan bila mungkin mereka bertemu dalam doa sehati sejiwa. Akhirnya mereka semua mengadakan pemeriksaan batin tentang kesetiaan mereka terhadap kehendak Kristus mengenai Gereja, dan sebagaimana harusnya menjalankan dengan tekun usaha pembaharuan dan reformasi." (Unitatis Redintegratio art. 4) Santo Yohanes Paulus II menggarisbawahi hakikat pokok dari tugas ini dalam Ensiklik Ut Unum Sint, "Kesatuan ini, yang Tuhan anugerahkan kepada Gereja-Nya dan yang ingin diterima oleh semua orang, bukanlah sesuatu yang ditambahkan, tetapi merupakan inti dari misi Kristus. Hal itu juga bukan merupakan atribut sekunder dari komunitas murid-muridNya. Sebaliknya, hal tersebut adalah inti dari komunitas ini." (art. 9). 

Pekan Doa merupakan bagian yang menyatu dalam aktivitas dalam kehidupan doa setiap orang Kristiani, di berbagai tempat dan waktu, terutama ketika orang-orang dari berbagai tradisi Kristiani bertemu dan bekerja bersama untuk perjuangan, dalam Kristus, mengatasi dosa, ketidakadilan, dan kekerasan terhadap martabat manusia. Mari kita bergabung dalam doa-doa selama Pekan Doa ini agar kesaksian, solidaritas, dan kolaborasi antara orang-orang Kristiani berkembang...

Sumber Pustaka:
Benediktus XVI. "Origins of the Week of Prayer for Christian Unity" dalam https://www.ewtn.com/catholicism/library/origins-of-the-week-of-prayer-for-christian-unity-6789. Diakses 14 Januari 2024.
_____. "A History of the Week of Prayer for Christian Unity" dalam https://www.atonementfriars.org/a-history-of-the-week-of-prayer-for-christian-unity/ Diakses 14 Januari 2024.
_____. "Sejarah Pekan Doa untuk Kesatuan Umat Kristiani" dalam https://www.imankatolik.or.id/Sejarah%20Pekan%20Doa%20untuk%20Kesatuan%20Umat%20Kristiani.htmlDiakses 14 Januari 2024.
____. "Sejarah Pekan Doa Sedunia Untuk Kesatuan Umat Kristiani" dalam https://santamariafatima.com/sejarah-pekan-doa-sedunia-untuk-kesatuan-umat-kristiani/ Diakses 14 Januari 2024.

Rabu, 10 Januari 2024

Kisah Artaban, Sang Majus Keempat...

Gereja Katolik mengajarkan kepada kita semua bahwa nama tiga orang majus dari timur yang mengunjungi Bayi Yesus berasal dari tradisi yang diperoleh sejak abad ke-7, dengan nama Caspar, Melchior, dan Balthasar. Santo Beda(672/673 - 735) menyatakan hal tersebut dalam tulisannya, "Excerpta et Collectanea" sebagai berikut: "Orang majus adalah mereka yang membawa persembahan bagi Tuhan. Yang pertama dikatakan bernama Melchior, seorang tua berambut putih dan berjenggot panjang… yang mempersembahkan emas kepada Kristus bagai kepada seorang raja. Yang kedua bernama Caspar, seorang muda tanpa jenggot dan kulitnya berbintik-bintik kemerahan… menyembah-Nya sebagai Tuhan dengan persembahan kemenyan, suatu persembahan yang layak bagi yang ilahi. Yang ketiga, berkulit hitam dan berjenggot lebat, namanya Balthasar… dengan persembahan mur yang menandai bahwa Anak Manusia akan wafat.” Masing-masing mereka sering diidentikkan sebagai berikut: Melchior sebagai Raja Arab, Gaspar (atau Caspar) sebagai Raja Sheba, dan Balthazar sebagai Raja Mesir.

Namun, ada juga ahli yang mengatakan bahwa sebenarnya ada ‘Orang Bijak Keempat yang Misterius’, yang bernama Artaban, seorang Raja Persia (Iran), yang membawa safir biru, batu ruby merah, dan mutiara sebagai persembahannya. Lalu, mengapa Artaban tidak dihitung dalam kunjungan orang majus ke Betlehem? Apakah Artaban bisa akhirnya melihat bayi Yesus di Betlehem? Nah, ini cerita yang lebih menarik lagi.

Artaban adalah orang Majus keempat yang tidak mendapat kesempatan untuk bisa bertemu dengan Tuhan Yesus, ketika Dia dilahirkan di Betlehem. Padahal sebelumnya Artaban telah menjual sejumlah harta kekayaannya agar dia bisa mempersembahkannya untuk Sang Raja yang akan dilahirkan. Dari hasil tersebut, dia membeli tiga buah batu permata yang sangat berharga antara lain batu permata saphir baru, rubi merah, dan mutiara putih.

Dia telah berjanji untuk bertemu di suatu tempat khusus dengan ketiga orang Majus lainnya, yaitu Caspar, Mekhior, dan Balthasar. Karena waktu sangat mendesak, Artaban akan ditinggal oleh mereka jika terlambat datang.

Dalam perjalanan, Artaban melihat ada orang yang terbaring di tengah jalan. Rupanya orang tersebut sedang menderita sakit berat dan sangat membutuhkan pertolongan. Jika dia tidak menolong orang tersebut, orang itu akan meninggal dunia, sebab dia berada di suatu tempat yang sunyi dan jauh dari tempat penduduk. Tetapi, jika dia menolongnya, dia pasti akan terlambat dan akan ditinggal pergi oleh kawan-kawannya yang lain.

Walaupun demikian, dia meyakini bahwa menolong jiwa orang lain adalah lebih penting. Dia rela ditinggalkan oleh kawan-kawannya. Akibatnya, tidak hanya dia ditinggal teman-temannya, dia juga harus menjual batu permata saphir yang awalnya dia siapkan untuk diberikan kepada Yesus, Sang Raja, sebab dia harus membiayai seluruh biaya karavan mulai dari unta-unta, makanan, minuman, dan pemandu jalan untuk melewati padang pasir. Dia pun merasa sedih karena Sang Raja tidak akan mendapatkan batu saphir itu.

Walaupun dia berusaha mengejar kawan-kawannya secepat mungkin, ternyata setibanya di Betlehem dia terlambat lagi karena Yusuf, Maria, dan bayi Yesus sudah tidak ada di sana lagi.

Pada saat Artaban tiba di Betlehem, prajurit-prajurit raja Herodes sedang dengan ganasnya menjalankan perintah Herodes untuk membunuh para bayi. Di tempat dia menginap, bayi putra pemilik penginapannya hendak dibunuh pula oleh seorang komandan dari pihak Herodes. Artaban melihat dan mendengar ratapan tangis ibu bayi tersebut dan dia merasa tidak tega dan merasa terpanggil untuk menolongnya. Oleh sebab itu, dia memutuskan untuk menukar bayi tersebut dengan batu rubi yang dibawanya. Hal ini membuat Artaban bertambah sedih, karena batu permatanya untuk Sang Raja semakin berkurang bahkan hanya tinggal satu saja. 

Sebelum dia tiba di Yerusalem, tiga puluh tahun lebih dia mencari Sang Raja di mana-mana dan dia merasa tercengang ketika mendengar bahwa Sang Raja yang dicarinya selama bertahun-tahun akan disalib di Golgota.

Walaupun demikian, dia masih terhibur, sebab dia masih memiliki batu permata terakhir, yaitu batu mutiara putih yang dia pikir dapat dia gunakan untuk menebus hidup Sang Raja agar Dia tidak disalib, seperti halnya ketika dia menebus hidup sang bayi, pada saat berada di Betlehem.

Dalam perjalanan menuju ke Golgota, dia melihat seorang anak perempuan menangis dan meratap minta tolong kepadanya. “Tuan tolonglah saya, para prajurit akan menjual diri saya sebagai budak karena ayah saya mempunyai banyak utang dan tidak mampu melunasinya. Oleh sebab itulah sebagai gantinya dia mengambil diri saya untuk dijual. Tolonglah saya, Tuan!”

Walaupun Artaban sedang terburu-buru, dia melihat keadaan sangat mendesak. Sebelum anak ini dijual dan dijadikan budak untuk seumur hidupnya, maka lebih baik dia menukar batu mutiaranya untuk menebus anak itu.

Setelah itu, langit menjadi gelap gulita dan terjadi gempa bumi. Artaban jatuh tertimpa puing yang jatuh dari atap, dan terluka. Tiba-tiba dia menggerakkan bibirnya dan berkata, “Tuhan, kapan aku melihat Tuhan lapar dan aku memberi Tuhan makan? Atau ketika Tuhan haus lalu aku memberi Tuhan minum? Kapan aku melihat Tuhan sakit atau di dalam penjara, dan aku mengunjungi Tuhan? Tiga puluh tiga tahun aku mencari Engkau, dan tidak sekali pun aku dapat bertemu dengan Engkau dan melayani Engkau, Rajaku.”

Dan dari jauh terdengar suara sayup-sayup yang sangat lembut menjawab, “Sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku.”

Setelah itu meninggallah Artaban. Dia meninggal dengan mulut penuh senyuman, karena dia mengetahui bahwa semua jerih payahnya dan semua hadiah untuk Sang Raja telah diterima oleh-Nya dengan baik.

Kisah Artaban ini ditulis oleh Henry van Dyke dalam novelnya yang berjudul The Story of the Other Wise Man yang terbit pertama kali pada tahun 1895.

Semoga ada sedikit pembelajaran yang bisa kita petik dari Artaban, Sang Majus Keempat.

Sumber Gambar dan Pustaka: 
_____. "The Story of The Other Wise Man" dalam https://en.wikipedia.org/wiki/The_Other_Wise_Man Diakses 10 Januari 2024.
Febry Silaban. "Sosok Orang Majus Keempat yang Misterius" dalam https://www.hidupkatolik.com/2021/01/04/51067/sosok-orang-majus-keempat-yang-misterius.php Diakses 10 Januari 2024.
Stefanus Kristiyanto. "Artaban, Si Majus Keempat" dalam https://gracepondering.wordpress.com/2018/12/11/artaban-si-majus-keempat/ Diakses 10 Januari 2024.

Kamis, 27 Oktober 2022

Kisah Ruang Podjok: Mewartakan Aktivitas Bersama Radio KIR Skaga


Hari Jumat, 23 September 2022, Ruang Podjok Agama Katolik Skaga mendapatkan kesempatan berharga untuk berkolaborasi bersama dengan Radio KIR Skaga. Di hari itu, Radio KIR Skaga memberikan kesempatan kepada Ruang Podjok Agama Katolik Skaga untuk terlibat sebagai pengisi acara siaran yang biasanya ditayangkan siang hari saat istirahat kedua. Yang menjadi perwakilan dari Rohkat adalah Andini Tirta Nugraheni dari Kelas XI OTKP 1. Dalam kesempatan itu, Andin diberi waktu untuk bercerita mengenai apa itu Kerohanian Katolik atau Rohkat yang menjadi inti kegiatan Ruang Podjok Agama Katolik Skaga. Meskipun singkat, Andin kurang lebih bisa menggambarkan yang terjadi di Ruang Podjok Agama Katolik Skaga. Terimakasih kepada Andin yang sudah mewakili Rohkat Skaga untuk ikut mewartakan aktivitas kegiatan Kerohanian Katolik.

Rabu, 09 Maret 2022

Catatan Penjaga Podjok: Melayani secara Online

Bulan Oktober 2021, untuk memperingati 10 tahun berjalannya pelayanan Kerohanian Katolik SMK Negeri 3 Surakarta, Penjaga Podjok menulis bahwa pelayanan di Ruang Podjok tidak berhenti, sementara hanya berganti ruangan. Nah, dalam posting kali ini, akan sedikit dikisahkan bagaimana pelayanan secara online itu dilakukan.

Pelayanan rohani secara online di Ruang Podjok secara resmi dimulai setelah Perayaan Paska 2020. Pelayanan perdana yang dilakukan adalah pembinaan Bulan Katekese Liturgi tahun 2020. Saat itu, ada posting berjudul Menyelami Liturgi yang Mengubah Kehidupan. Dalam posting itu, diceritakan bahwa pandemi Covid-19 menjadi blessing in disguise dalam pelayanan rohani Katolik Ruang Podjok. Pelayanan pembinaan rohani yang tadinya selalu dilakukan secara offline menjadi pelayanan yang semakin berkembang karena merambah pada kegiatan online. Setelah itu, pelayanan rohani online menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam kegiatan Ruang Podjok. Sarana yang digunakan untuk pelayanan online ini begitu beragam, mulai dari Grup WhatsApp, Blog Podjok Roeang Agama Katolik Skaga, Google Meet, dan Instagram. 

Yang paling sering digunakan untuk pembinaan adalah Grup WhatsApp. Ini bisa dipahami karena media tersebut merupakan media yang paling populer, murah, akrab, dan terjangkau oleh para anggota Ruang Podjok. Melalui grup WhatsApp, Penjaga Podjok memberikan materi-materi pembinaan yang relevan dengan perkembangan iman Gereja Katolik di Indonesia, khususnya seturut dengan gerak Gereja Keuskupan Agung Semarang. Melalui media ini, terjadilah pertemuan Bulan Ajaran Sosial Gereja, Bulan Kitab Suci Nasional, pertemuan Pendalaman Iman mengenai Maria, pertemuan Aksi Puasa Pembangunan dan lain sebagainya. Memang media online tidak bisa menggantikan perjumpaan secara offline. Meskipun demikian, media  ini sangat membantu dalam pelayanan kerohanian di SMK Negeri 3 Surakarta.




Seiring perjalanan waktu, ada media lain yang digunakan dalam proses pelayanan yaitu Google Meet. Google Meet ini menjadi pendukung baru karena kebetulan SMK Negeri 3 Surakarta mendapat fasilitas dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan untuk mendapatkan akses G-Suites for Education. Karena ada fasilitas ini, ya dimanfaatkan saja semasimal mungkin. Melalui fasilitas Google Meet ini, terjadilah beberapa pelayanan antara lain Meet and Greet, Misa Online, sampai rapat-rapat untuk mempersiapkan berbagai macam kegiatan.



Sekalipun pandemi masih terjadi, pelayanan online pun tetap berjalan. Sarana-sarana online telah berhasil menjaga pelayanan rohani di Ruang Podjok tetap terjadi bagi para anggotanya.

Yang terbaru, Ruang Podjok kembali memiliki sarana untuk menjalankan pelayanan onlinenya yaitu melalui Instagram. Melalui @rohkatskagasolo, Ruang Podjok semakin memperluas jangkauan pelayanannya kepada para anggotanya yang kadangkala masih harus mengikuti pembelajaran dari rumahnya masing-masing. Mengapa dipilih Instagram? Ini merupakan hasil masukan dari beberapa anggota Ruang Podjok yang menghendaki agar Ruang Podjok memiliki akun Instagram atau IG. Aplikasi Instagam ini merupakan aplikasi yang sedang diminati anak-anak muda karena Instagram mengutamakan penampakan visual. Di zaman sekarang, orang Indonesia - apalagi anak-anak muda - lebih tertarik dengan gambar yang menarik dibandingkan untuk membaca. Oleh karena itu, Instagram lebih banyak diminati terutama oleh anak muda untuk membagikan foto dan video. Oleh karena itu, Ruang Podjok pun ikut dengan arus kekinian itu supaya pelayanannya tidak ketinggalan zaman. 

Untuk mengelola akun ini, Penjaga Podjok pun berbagi pengelolaan dengan para anggota agar konten yang dimuat pun juga kekinian. Yang dibicarakan memang tentang iman dan agama yang kesannya adalah urusan orang tua-tua, tapi soal muatan yang ditampilkan sebisa mungkin berjiwa muda. 

Terima kasih kepada para anggota Ruang Podjok yang sudah mau terlibat dalam mengelola akun IG Ruang Podjok...

Inilah berbagai sarana pelayanan online yang digunakan dalam pembinaan kerohanian di Ruang Podjok Agama Katolik Skaga. Semoga dengan demikian, iman Katolik di dalam diri para anggota Ruang Podjok tetap menyala meskipun tidak bisa berjumpa secara tatap muka untuk sementara... Mari tetap menghidupi iman kita dalam rengkuhan Gereja Katolik... Berkah Dalem...

Kamis, 07 Oktober 2021

10 Tahun Ruang Podjok: Tidak Pernah Berhenti Melayani, Sementara Hanya Berganti Ruangan

Bulan Oktober selalu menjadi bulan istimewa bagi Ruang Podjok Agama Katolik Skaga. Bulan ini, selain dirayakan sebagai salah satu bulan untuk menghormati Bunda Maria sebagai Ratu Rosario, menjadi bulan peringatan kelahiran bagi Ruang Podjok Agama Katolik Skaga. Tidak terasa, pada tahun ini, di bulan Oktober, aktivitas di Ruang Podjok sudah berjalan selama sepuluh tahun. Bayangkan... aktivitas kegiatan rohani di sekolah secara rutin bisa berjalan selama sepuluh tahun... 

Momen ini, bagi saya, tidak ingin saya rayakan sebagai suatu pencapaian. Namun, momen ini ingin saya gunakan untuk bersyukur atas karya Allah yang terjadi di Ruang Podjok selama sepuluh tahun ini... Saya, sebagai Penjaga Ruang Podjok, menyadari bahwa selama ini, yang terutama bekerja di Ruang Podjok adalah Allah sendiri. Ia menghembuskan nafas kehidupan agar terjadi aktivitas di Ruang Podjok. Ia menganugerahkan Roh Kudus kepada setiap pribadi yang pernah singgah di Ruang Podjok. Ia membimbing seluruh anggota dengan inspirasi yang luar biasa, terutama di tengah pandemi yang masih melanda dunia ini.

Oleh karena itu, tulisan ini mengambil judul "10 Tahun Ruang Podjok: Tidak Pernah Berhenti, Sementara Hanya Berganti Ruangan."

Mengapa saya memilih judul itu? Saya merasa bahwa judul ini sangat aktual dengan kondisi pandemi Covid-19 yang masih melanda ini. Saya masih ingat bahwa pada kuartal pertama tahun 2020, dunia dipaksa berhenti untuk mencegah penyebaran wabah penyakit. Di situlah aktivitas Ruang Podjok secara fisik juga terhenti seiring dengan terhentinya aktivitas persekolahan yang sangat potensial menimbulkan kerumunan dan ditakutkan menjadi sarang penyebaran wabah. Saat itu, saya pun dipaksa untuk memasuki babak baru dalam pelayanan  Ruang Podjok, yaitu pelayanan secara online. Apa-apa online... Seluruh kegiatan online... Inilah episode baru kehidupan pelayanan Ruang Podjok yang harus diterima dengan lapang hati... Bulan-bulan pertama masih terasa sulit... Namun, saya kemudian berpikir: kalau saya berhenti, pelayanan tidak akan berlanjut. Akhirnya, setelah Paskah tahun 2020, pelayanan kembali berjalan sesuai dengan anjuran dari pemerintah: yaitu secara online.

Saya menyangka bahwa aktivitas online akan berakhir pada akhir tahun 2020. Ternyata tidak, aktivitas online ternyata berlanjut sampai akhir tahun pelajaran. Oleh karena itu, di awal tahun pelajaran baru, saya membuat status dalam media sosial yang saya miliki tentang keberadaan Ruang Podjok: "Di tengah gelombang pandemi, kegiatan Kerohanian Katolik SMK Negeri 3 Surakarta tidak pernah berhenti... Hanya ruangannya saja yang berganti... Mari bergabung dan mencecap pengalaman para murid pertama saat bertemu dengan Yesus..." Bagi saya, status ini menunjukkan bagaimana Ruang Podjok tetap hadir melayani selama pandemi. Pandemi memang membuat aktivitas terbatasi, tetapi pandemi tidak boleh membuat manusia berhenti untuk melayani. Bagi saya, pandemi malah membawa berkah dalam pelayanan kerohanian ini. Pelayanan kerohanian ini boleh berkembang melalui cara baru untuk menyapa dan hadir di tengah siswa-siswi Katolik SMK Negeri 3 Surakarta.

Dari sudut pandang pribadi, pandemi telah membawa berkah bagi saya untuk mengembangkan diri dan pelayanan  kerohanian ini. Ketika pandemi melanda, media online yang dulunya hanya berfungsi sebagai sarana dokumentasi menjadi tulang punggung untuk memberikan pelayanan. Internet dan konektivitas menjadi tumpuan yang dapat diandalkan dalam pelayanan kerohanian ini. Dalam pandemi pula, pelayanan  kerohanian ini berkembang. Semula, pelayanan hanya berjalan melalui grup WhatsApp... Seiring perjalanan waktu, semakin banyak media sosial yang dirambah: Instagram dan Google Meet menjadi sarana untuk menjalankan kegiatan-kegiatan yang telah direncanakan. 

Satu setengah tahun pandemi ini, muncul sebuah pertanyaan dalam benak saya: Akankah kegiatan persekolahan bisa berjalan lagi seperti dulu? Banyak siswa berkerumun... Berbagai aktivitas bersama... Kegiatan yang begitu padat... Saya sendiri tidak tahu bagaimana akan menjawabnya. Nah, kalaupun dunia persekolahan tidak bisa kembali seperti dulu, paling tidak pelayanan kerohanian ini sudah bersiap diri untuk menghadapi situasi baru. Pengalaman mencecap pelayanan secara online bisa menjadi suatu alternatif yang terus dipilih ketika tidak dimungkinkan terjadi perjumpaan secara langsung oleh sejumlah besar orang dalam waktu yang sama. Bagi saya, pelayanan secara online mungkin akan terus digunakan. Lagipula, pelayanan secara online ini akan menjangkau mereka yang tidak terjangkau, menyapa mereka yang tidak tersapa, dan merengkuh mereka yang tidak terengkuh entah di manapun mereka.

Semua orang memang berharap bahwa situasi segera membaik. Semoga nantinya, kegiatan di Ruang Podjok bisa kembali terjadi secara fisik meskipun tetap ada kebiasaan baru yang wajib dilakukan. Sementara belum terjadi, Ruang Podjok Agama Katolik Skaga tidak pernah berhenti melayani, sementara hanya berganti ruangan...

Terimakasih Tuhan karena sudah menyelenggarakan kehidupan kami selama sepuluh tahun ini... Semoga Tuhan tetap berkenan memelihara seluruh aktivitas di Ruang Podjok Agama Katolik Skaga di tahun-tahun mendatang... Syukur kepada Allah...