Rabu, 31 Juli 2013

Menerangkan dan Mengasinkan Diri


Masuk sekolah tahun ini diwarnai dengan hal yang istimewa, yaitu masuk sekolah dalam bulan Puasa. Nah, kalau sudah bicara tentang bulan Puasa, di SMK Negeri 3 pasti ada pembicaraan mengenai Pesantren Kilat. Kalau bicara tentang Pesantren Kilat, pasti juga ada pembicaraan tentang Retret. Seperti yang telah diketahui oleh semua, retret di SMK Negeri 3 sudah menjadi kegiatan rutin bagi siswa-siswi Kristiani ketika siswa-siswi Muslim-Muslimah menjalankan pesantren kilat.
Kekoordinatoran retret tahun ini digawangi oleh siswa-siswi Katolik. Fransisca Dea Triastuti sebagai Koordinator Sie Kerohanian Katolik menjadi ketua panitia retret ini. Tentunya, seluruh siswa-siswi Kristiani bersatu untuk melaksanakan kegiatan ini. Seperti kegiatan tahun lalu, tema retret kali ini dipilih oleh panitia dari siswa-siswi sendiri. Tema yang diambil adalahSalt and LightGaram dan Terang.Inspirasi tema retret ini diambil dari Injil Matius Bab 5 ayat 13 sampai 16 yang berbunyi sebagai berikut, “Kamu adalah garam dunia. Jika garam itu menjadi tawar, dengan apakah ia diasinkan? Tidak ada lagi gunanya selain dibuang dan diinjak orang. Kamu adalah terang dunia. Kota yang terletak di atas gunung tidak mungkin tersembunyi. Lagipula orang tidak menyalakan pelita lalu meletakkannya di bawah gantang, melainkan di atas kaki dian sehingga menerangi semua orang di dalam rumah itu. Demikianlah hendaknya terangmu bercahaya di depan orang, supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu yang di sorga.”
Sejak awal perencanaan, kami – saya dan Pak Heru – meminta panitia untuk memastikan dan mengkoordinasikan bersama Sie Kerohanian Islam mengenai tanggal pelaksanaan pesantren kilat. Penetapan tanggal ini sangatlah penting karena kegiatan retret memerlukan pemesanan tempat jauh-jauh hari karena tidak setiap tempat retret bisa dipesan secara mendadak. Setelah melalui berbagai diskusi dan tanya sana-sini, akhirnya diperoleh tanggal 25-27 Juli 2013. Setelah diperoleh tanggal, panitia pun mulai survei kesana kemari untuk mendapatkan tempat. Akhirnya, yang dipilih sebagai tempat retret adalah Wisma Doa El Betel, Karangpandan, Karanganyar.
Seperti ide tahun yang lalu, retret kali ini dilayani oleh para pemuka agama. Pilihan pemuka agama dalam retret ini jatuh pada para pastor dari Gereja Katolik. Sedianya, panitia meminta pelayanan retret dari Romo Marcelinus Roselawanto yang bertugas di Paroki San Inigo Dirjodipuran. Namun, karena kesibukan mempersiapkan kepindahan dan lanjut studi, Romo Marcel merasa tidak sanggup untuk memberikan pelayanan itu. Akhirnya, pilihan pelayan jatuh kepada Romo Ignatius Supriyatno, MSF dari Paroki Santo Petrus Purwosari yang sekaligus menjadi Ketua Komisi Keluarga Kevikepan Surakarta.
Pemilihan ini didasarkan pada fokus pastoral yang dimiliki oleh Komisi Keluarga Kevikepan Surakarta. Menurut arah yang telah ditetapkan oleh Komisi Keluarga Keuskupan Agung Semarang, komisi di setiap kevikepan memiliki 9 fokus pendampingan yang bisa digambarkan sebagai berikut: 1) Pendampingan kepada remaja dan mahasiswa lewat temaRemaja Terang Keluarga; 2) Pendampingan untuk mereka yang berpacaran serius melalui temaDiscovery; 3) Pendampingan bagi mereka yang mempersiapkan perkawinan dengan temaKatekese Persiapan Perkawinan; 4) Pendampingan untuk mereka yang baru saja menikah lewat temaAftercare Tujuh Aturan Emas Perkawinan; 5) Pendampingan kepada mereka yang sudah memiliki anak balita melalui temaMenjadi Suami Istri dan Ayah Ibu; 6) Pendampingan bagi mereka yang memiliki anak remaja dengan temaMalam Orangtua; 7) Pendampingan kepada mereka yang sudah ditinggal anak-anak yang sudah dewasa melalui temaSarang Kosong; 8) Pendampingan kepada pasangan suami istri yang sudah beranjak senja lewat temaKemuning Senja; 9) Pendampingan untuk suami atau istri yang sudah ditinggalkan pasangannya dengan temaSendiri Tidak Sepi.Sembilan tema ini diberikan sesuai dengan jejang usia atau situasi yang dialami oleh masing-masing tingkatan. Nah, karena Komisi Keluarga Kevikepan memiliki fokus dalam pendampingan berjenjang dan tema yang diambil sesuai dengan fokus pendampingan yang pertama, dipilihlah tim dari Komisi Keluarga Kevikepan Surakarta untuk memberikan pelayanan kepada siswa-siswi SMK Negeri 3.
Setelah semuanya siap, acara gladi rohani Kerohanian Kristen dan Katolik pun dimulai pada tanggal 25 Juli 2013. Hari itu, kegiatan diadakan di sekolah. Sesi hari itu diisi oleh para guru agama, yaitu Pak Heru dan saya. Di sesi pertama, Pak Heru memberikan ulasan firman dari Matius 5:13-16 tentang garam dan terang dunia. Tema ini menjadi pembuka sekaligus bingkai besar dari seluruh dinamika gladi rohani yang ada. Setelah sesi pertama selesai, giliran saya yang kemudian mengisi. Yang menjadi fokus pembicaraan sesi kedua adalah You Are The Heroes EverydayKamu adalah Pahlawan Setiap Hari. Di sesi ini, seperti biasanya yang menjadi kesenangan saya, saya mengisinya dengan menyaksikan film. Kali ini, filmnya berjudulFreedom Writer.Film ini berkisah tentang seorang guru bernama Erin Gruwell yang mencoba mengubah karakter anak-anak didiknya yang berlatarbelakang kekerasan, terpecah-pecah, dan berpotensi gagal menjadi anak-anak yang mau maju dan berkembang lebih baik. Berbagai macam usaha ditempuh untuk menjadikan anak-anak didiknya menjadi anak-anak yang berhasil. Akhirnya, Erin berhasil membentuk anak-anak didiknya menjadi peduli satu sama lain dan merasa menjadi sebuah keluarga. Hal itu berdampak pada keberhasilan anak-anak. Beberapa di antara mereka berhasil melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi dan menjadi yang pertama mengenyam jenjang kuliah di keluarganya. Yang ingin saya tekankan dalam refleksi ini adalah mengajak siswa-siswi Kristiani untuk menjadi pahlawan setiap hari. Pahlawan itu berbuat kebaikan. Dia dikenang karena melakukan sesuatu yang baik. Siswa-siswi pun diajak untuk menjadi pahlawan setiap hari.










Mulai hari kedua, kegiatan dilaksanakan di Wisma Doa El Betel, Karangpandan. Pagi-pagi, sekitar jam 7, semua sudah berkumpul dan siap berangkat. Sekitar jam 8, rombongan mulai berangkat menuju tempat retret. Kira-kira jam 10, rombongan tiba di tempat retret. Setelah beristirahat sebentar, sesi pun dimulai. Di sesi pertama dan kedua, para peserta diajak untuk menyadari diri dalam berelasi dengan sesama dan lingkungan sekitarnya. Tema yang diangkat adalahTopeng KehidupandanAku Dibentuk Sesama dan Keluarga.Sesi ini dibawakan oleh pasangan suami istri Eduardus Didy Djati Oetama & Bernadeta Ratna Surya Dwiwati, tim Komisi Keluarga Kevikepan Surakarta. Dalam sesi ini, para peserta diajak menyadari bahwa dalam berelasi, masing-masing orang kadangkala menggunakan topeng. Topeng-topeng inilah yang membuat orang tidak bebas dalam berelasi karena jaga image. Para peserta diajak untuk tampil asli sehingga dapat berelasi dengan lebih sehat bersama orang lain. Di sesi selanjutnya, peserta diajak menyadari bahwa cara berelasi dengan orang lain itu dipengaruhi oleh keluarga dan sesama. Dalam berelasi dengan orang lain, kita diajak menyadari bahwa diri kita memiliki latar belakang yang unik, potensi yang bisa dikembangkan, perlunya berdamai dengan diri-sesama-Tuhan, dan perlu merumuskan cita-cita untuk bertindak. Semuanya ini diperlukan untuk bisa menjadi Garam dan Terang Dunia.
























Setelah sesi selesai, para peserta diberi kesempatan untuk beristirahat sejenak. Sore harinya, dinamika dilanjutkan dengan game. Game-game ini dimaksudkan untuk melatih relasi dalam tim. Setelah game, acara pun dilanjutkan dengan makan malam dan api unggun. Pada kesempatan api unggun itu, Ibu Kepala Sekolah berkenan hadir menengok acara ini. Beliau memberikan sambutan berkenaan dengan kasih. Menjadi garam dan terang dunia berarti menyebarkan kasih kepada semua orang yang ada di sekitar dimanapun berada. Akhirnya, kegiatan hari kedua diakhiri dengan istirahat.

























































 
Pagi-pagi hari ketiga, kegiatan dimulai dengan Saat Teduh yang dibawakan oleh Bapak Fajar Kriscahyo Herlambang dari SMK Negeri 3. Saat teduh ini digunakan untuk memberikan kesadaran kepada para peserta bahwa masing-masing dari kita memilikiTangki Cinta.Tangki cinta adalah wadah kasih yang ada dalam diri kita masing-masing. Wadah itu bisa kosong, sedikit isi, separuh isi, sebagian besar isi, maupun penuh. Penuh atau tidaknya tangki cinta itu tergantung dari kondisi masing-masing pribadi. Seseorang yang tangki cintanya penuh tidak akan mencari-cari cinta di berbagai situasi. Seseorang yang tangki cintanya kosong atau hanya sedikit terisi pasti akan haus cinta di manapun berada. Penuh atau tidaknya tangki cinta ini bisa dilihat dari perilaku yang dilakukan, nada bicara yang disampaikan, kata yang diucapkan, dan sinar mata yang dipancarkan seseorang. Untuk memenuhi tangki cinta ini, bisa dilakukan 5 cara, yaitu Kata-kata Peneguhan, Waktu Bersama, Hadiah, Pelayanan, dan Sentuhan Fisik. Seseorang yang tangki cintanya penuh akan dapat menjalankan tugasnya sebagai Garam dan Terang Dunia dengan baik.










Setelah saat teduh, tibalah saat makan pagi. Setelah makan pagi, dimulailah acara outbound. Ada 6 pos yang harus ditempuh oleh peserta dalam outbound ini. Berbagai macam permainan dilakukan untuk membangun kekompakan dan kebersamaan di antara kelompok. Di sekolah negeri, siswa-siswi Kristiani itu sedikit. Nah, yang sedikit ini harus menampakkan kebersamaan dan kekompakan.


























































Selesai outbound, rangkaian acara retret dilanjutkan dengan sesi ketiga. Sesi ketiga yang berbicara tentang “Menjadi Terang bagi Keluarga” ini sedianya akan dibawakan oleh Romo Ignatius Supriyatno, MSF. Namun, karena beliau mendadak harus bertemu dengan Romo Ekonom Keuskupan Agung Semarang, beliau mendelegasikan tugas ini kepada Bapak Phillipus Ispriyanto, salah seorang tim dari Komisi Keluarga Kevikepan Surakarta. Dalam sesi ini, para peserta diajak untuk membangun kesadaran dan memupuk niat untuk menjadi Terang dan Garam bagi sekitarnya. Caranya bagaimana? Pertama-tama, yang harus dilakukan adalah menjadi terang bagi keluarga. Terang dan Garam adalah identitas kita sebagai orang Kristiani. Tuhan Yesus tidak bersabda, “Jadilah garam dan terang dunia,” tetapi Ia bersabda, “Kamulah garam dan terang dunia.” Jadi, kita masing-masing sudah memiliki potensi terang dan garam itu. Yang perlu dilakukan kemudian adalah membuat terang dan garam itu bermakna dan berguna bagi sekitar. Di akhir sesi ini, para peserta diajak untuk menuliskan hal-hal yang bisa dilakukan sebagai garam dan terang bagi keluarga, sekolah, dan lingkungan sekitar.







Di penghujung acara retret, setelah makan siang, diadakanlah presentasi butir-butir retret oleh masing-masing kelompok peserta. Setelah berproses selama kurang lebih tiga hari, masing-masing kelompok membuat kliping majalah dinding yang memuat berbagai poin yang mereka dapatkan dalam retret tahun ini. Inilah sebuah cara yang indah untuk mengakhiri. Dan akhirnya, di paling penghujung acara, tibalah saatnya untuk ucapan terima kasih.Terimakasih seribu... pada panitiaku... aku bahagia karena dicinta... Terima kasih...Terima kasih kepada para peserta, para panitia, para bapak ibu guru, bapak ibu pemateri, dan semua pihak yang telah membantu berlangsungnya kegiatan ini.Terimakasih seribu...





















Akhir kata, yang paling mengejutkan dalam retret ini adalah lagu GEDHANG. Syairnya begini,Geee...dhang... Cek... dioncek... cek... cek... dioncek... Cok... dikocok... cok... cok... dikocok... Ngan... dipangan... ngan... ngan... dipangan... Tok... ditokke... tok... tok... ditokke...Ini lagunya Wening yang tentunya sangat dikenal oleh peserta retret kali ini.... hahahaha....