Minggu, 25 Desember 2016

I’m Dreaming of A White Volkswagen Bus...

Tulisan ini bisa dikatakan sebagai doa permohonan saya di hari Natal ini... Menurut tradisi yang sampai sekarang saya yakini, Natal adalah saat orang datang kepada Sang Bayi Yesus yang hadir di palungan, bersyukur atas kebaikan Allah yang telah diberikan, serta memohon hal-hal yang menjadi keperluannya. Juga berkembang kisah bahwa pada saat Natal, ada seorang bernama Santa Claus dalam bahasa Inggris atau Sinterklaas dalam bahasa Belanda (yang sekarang atributnya baru jadi perbincangan sebagian orang di Indonesia) yang membawa karung berisi hadiah-hadiah. Konon... sebelum Natal, orangtua dengan janggut putih panjang dan perut gendut itu menerima beribu-ribu surat dari anak-anak berbagai  negara yang mengutarakan keinginannya. Menjelang Natal, orangtua ini akan meneropong setiap anak dengan kriteria NAUGHTY or NICE (NAKAL atau BAIK). Anak yang tergolong baik akan diberi hadiah, sedangkan anak yang nakal akan dimasukkan karung dan dihukum oleh Piet Hitam... Saya pun menjadi bertanya apakah saya termasuk yang baik atau yang nakal ya...
Hmmm... nakal atau tidak, kalau saya ditanya mengenai apa yang diinginkan, salah satu jawaban saya termuat dalam tulisan ini: I’m dreaming of a White Volkswagen Bus. Kebetulan, ketika menulis ini, saya sedang mendengar Michael Buble yang berdendang, “I’m dreaming of a white christmas just like the one I used to know... When the tree tops glisten and children listen to hear sleigh bells in the snow...” Lagu ini menginspirasi saya untuk membuat judul permohonan ini “I’m dreaming of a White Volkswagen Bus.” Mengapa saya bermimpi untuk memilikinya? Ini muncul dari keprihatinan seputar pelayanan yang selama ini saya berikan kepada anak-anak didik dan masyarakat sekitar saya. 
Yang saya inginkan adalah sebuah Volkswagen Bus. Volkswagen Bus dikenal banyak orang dengan nama VW Kombi. Mobil keluaran perusahaan Volkswagen dengan nama resmi Kombinationskraftwagen ini diperkenalkan secara resmi pada tahun 1950 dan diproduksi sampai tahun 2014. Mobil ini desain oleh Ben Pon dan dikenal sebagai Volkswagen Type 2 yang muncul setelah Volkswagen Type 1 atau yang familiar dikenal di Indonesia sebagai VW Kodok.

Mengapa saya menginginkan mobil ini? Ceritanya panjang... Semasa kecil, saya memiliki saya memiliki seorang pakdhe yang menjadi pastor. Suatu saat, pakdhe saya ini pulang ke rumah membawa sebuah mobil VW Kodok berwarna putih. Ikut bangga rasanya ketika saya boleh menaiki mobil itu meskipun harus berdesakan (Jawa: untel-untelan) dengan saudara yang lain. Sekian tahun berselang, ketika menginjak remaja, saya kembali mendapat pengalaman dengan Volkswagen. Saat itu, kakak saya yang mulai bekerja di Jakarta membeli sebuah mobil. Pada hari Lebaran, terdengar berita bahwa mobil itu akan dibawa pulang. Hati ini bersorak ketika tahu bahwa yang akan dibawa pulang adalah sebuah VW Kodok berwarna merah. Rasa bangga ketika untel-untelan menaiki mobil itu kembali terasa ketika mobil kecil itupun dipaksa membawa 6 orang untuk pergi bersilaturahmi kepada keluarga di desa pada hari Lebaran. Mengingat hal itu... hati ini rasanya pengen tersenyum. Pengalaman demi pengalaman itu membuat hati saya seakan-akan terbakar dan bersemangat setiap kali mendapat pengalaman bersentuhan dengan Volkswagen. Tidak seperti VW Kodok yang kecil meskipun bisa dipakai untel-untelan, saya berpikir ingin punya VW Kombi supaya yang menimpang merasa lebih nyaman.
Sampai sekarang, saya masih memendam keinginan untuk memiliki sebuah Volkswagen yang bisa memuat banyak orang. Salah satu pengalaman yang semakin membuat saya ingin memiliki VW Kombi adalah kiprah saya di dunia pendidikan dan pemberdayaan masyarakat. Saya bekerja sebagai guru Pendidikan Agama Katolik di sebuah sekolah negeri. Ada tantangan tersendiri menjadi guru Agama Katolik di sekolah negeri karena jumlah siswa-siswi Katolik pasti tidak banyak. Nah... yang tidak banyak itu dibina menjadi anak-anak yang unggul. Dari situlah muncul gagasan untuk memiliki sebuah VW Kombi yang dapat dijadikan pusat pelayanan kerohanian. VW Kombi itu akan dilengkapi perpustakaan mini berisi buku-buku rohani yang siap dibaca oleh siswa-siswi maupun orang-orang lain yang memerlukan pelayanan rohani. Dengan begitu, kehadiran VW Kombi itu akan menjadi titik simpul komunitas yang mau bediskusi soal iman. Selain itu, VW Kombi itu pun siap menjadi alat transportasi bagi siswa-siswi Katolik ketika harus bepergian menyambangi kegiatan-kegiatan di berbagai tempat. Saya sendiri pernah mengalami kesulitan ketika akan mengajak siswa-siswi Katolik untuk berkegiatan di luar sekolah. Mayoritas, kendala yang ada ketika ada kegiatan keluar adalah transportasi seperti yang saya alami bulan Oktober yang lalu ketika saya mengajak mereka ke Gua Maria Mojosongo. Ketika ada kesulitan transportasi, VW Kombi itulah yang saya harapkan menjadi tulang punggung untuk membantu saya. Selain bekerja di dunia pendidikan, kegiatan saya di bidang sosial kemasyarakatan juga membuat saya tergerak untuk memiliki VW Kombi. Ada beberapa alasan yang mendasari. Kegiatan masyarakat selalu melibatkan banyak orang sehingga dibutuhkan alat transportasi yang dapat memuat banyak orang. Selain itu, dalam bidang sosial kemasyarakatan, saat ini saya bersama dengan beberapa warga kampung sedang merintis kegiatan Bank Sampah. Salah satu kendala yang kami jumpai dalam kegiatan itu adalah persoalan transportasi. Kami tidak memiliki armada ketika harus menyetorkan sampah kepada pengepul. Hal inilah yang membuat saya berpikir untuk memiliki VW Kombi, yaitu supaya saya bisa membantu sedikit mengatasi persoalan yang ada.

Kecintaan saya terhadap Volkswagen tidak pernah pudar. Saat berjumpa Volkswagen di jalan, saya selalu menaruh kekaguman sekalipun Volkswagen itu sudah berkarat dan buruk rupa. Saya pun tidak melewatkan berbagai peristiwa berkenaan dengan Volkswagen. Saat bertandang ke Museum Angkut di Batu, Malang, saya tidak melewatkan kesempatan ngeksis dengan beberapa Volkswagen yang dipajang di sana. Saya pun tidak pernah melewatkan kesempatan nampang bersama Volkswagen yang hadir di berbagai event kuliner maupun budaya, seperti yang ada di ajang Jagongan Ngopi neng Solo kemarin. Tidak lupa, ketika ada Wing Days Volkswagen di Solo, saya pun mewajibkan diri untuk datang. Yang baru-baru saja, di Hari Guru kemarin, saya menghadiahi diri saya dengan mainan die-cast metal VW Kombi 1963 Double Cabin Pickup.




Inilah berbagai macam pengalaman yang muncul di benak saya ketika saya menorehkan judul  I’m Dreaming of A White Volkswagen Bus... Di hari Natal ini, kalau boleh meminta, inilah salah satu hal yang saya inginkan.
Menuliskan hal ini, saya teringat akan tulisan Yusuf Bilyarta Mangunwijaya, “Jadi, gambaran kami tentang gembala diaspora ialah seorang pastor (imam atau awam) yang bergerak dengan mobilitas lincah dan selalu membawa telepon genggam. Ia tidak berkantor birokratis di sebuah gedung ber-AC di belakang meja jati seberat setengah ton dengan suatu set kursi empuk setebal 50 cm di sudut salon. Akan tetapi, ia berada dalam suatu mobil van (kombi) tahan banting yang dilengkapi dengan meja kerja, telepon, komputer data dan informasi (membonceng hubungan dengan modem/internet keuskupan), kotak makanan-minuman dan seperangkat radio-kaset, syukurlah TV dan video informatif. Jok mobil sewaktu-waktu dapat disetel  menjadi tempat tidur bila perlu menginap bebas, dengan pakaian, alat cukur, sikat-pasta gigi, dsb. yang praktis untuk perjalanan yang bersinambung...” (Gereja Diaspora. Yogyakarta: Kanisius. 1999. Hlm. 140-141). Tulisan ini memang banyak mempengaruhi saya dalam pelayanan.
Akhirnya, demi pelayanan yang dipercayakan, saya ingin tetap bernyanyi, “I’m Dreaming of A White Volkswagen Bus...”

Sabtu, 24 Desember 2016

Rangkaian Peristiwa Semester Ini...

Sudah bulan Desember ternyata... Nah, inilah saatnya Penjaga Podjok menuliskan berbagai catatan kegiatan yang telah terjadi selama semester ini...

Pengantar Pembelajaran Tahun Pelajaran Baru
Seperti layaknya sekolah yang lain, tahun pelajaran baru di SMK Negeri 3 dimulai pada tanggal 18 Juli yang lalu. Setelah mengalami libur kenaikan kelas dan libur Lebaran, dimulailah kembali aktivitas pembelajaran di SMK Negeri 3. Seiring dengan berjalannya kegiatan sekolah, aktivitas di Ruang Podjok pun mulai tampak... Minggu-minggu pertama tahun pelajaran ini dimulai dengan presentasi Pengantar Pembelajaran kepada siswa-siswi yang lama (kelas XI dan XII) maupun siswa-siswi baru (kelas X). Dalam pemaparan Pengantar Pembelajaran itu, Penjaga Podjok menyampaikan hal-hal yang perlu diketahui dan disepakati oleh siswa dan guru dalam pembelajaran.

Pemaparan Program Tahun Pelajaran Baru
Tidak lama berselang, pada hari Jumat (29/7), Bapak Hadi Purnomo sebagai penanggungjawab kegiatan siswa SMK Negeri 3 mengajak seluruh Tim Kesiswaan untuk berembug bersama menentukan langkah pembinaan siswa setahun ke depan. Penjaga Podjok pun hadir meskipun diselingi dengan aktivitas mengajar sesuai jam yang telah ditetapkan di jadwal. Hari itu diputuskan bahwa kegiatan ekstrakurikuler segera dilaksanakan. Meskipun demikian, sehari sebelumnya, Penjaga Podjok sudah memberi tahu kepada Bagian Kesiswaan bahwa kegiatan ekstrakurikuler Ruang Podjok akan dimulai pada hari Jumat itu juga. Hari itu, kegiatan ekstrakurikuler Ruang Podjok dimulai dengan pemaparan program. Saat itu, dipaparkan program yang akan dilaksanakan selama satu tahun. Seperti biasanya, pengenalan singkat mengenai Kerohanian Katolik SMK Negeri 3 Surakarta dilakukan secara sekilas. Tahun ini, anggota Rohkat SMK Negeri 3 Surakarta ada 32 siswa/i. Seperti biasa, kegiatan kerohanian diadakan pada Jumat Ganjil (Jumat 1, 3, dan 5) setiap bulan serta dalam rangka hari besar agama Kristiani. Dipaparkan pula laporan keuangan dan rencana kegiatan yang akan dilaksanakan. Masih melanjutkan program tahun lalu, tetap diadakan kegiatan Dana Sosial Pendidikan sebagai tanggapan dari program Bagian Kesiswaan berupa kolekte setiap hari Jumat (setelah Jumat Bersih) untuk membantu siswa yang membutuhkan. Dana Sosial Pendidikan ini diharapkan dapat mengembangkan kepekaan pada sesama yang berkekurangan dan melatih untuk berbagi kepada sesama yang memerlukan bantuan. Selain itu, diperkenalkan kegiatan baru dalam rangka mewujudkan Sekolah Adiwiyata, yaitu Gerakan Pungut Sampah: Ambil Masukkan Pilah Manfaatkan (GPS AM PM). Teknisnya, anggota Rohkat diajak peduli lingkungan dengan memungut sampah yang dilihat dan memasukkan ke tempat sampah terdekat. Untuk memanfaatkan sampah, ada ajakan untuk memanfaatkan botol atau kaleng bekas minuman, baik air mineral, teh atau soft drink untuk ditabung melalui Bank Sampah. Mari terlibat.

Ekaristi Pembukaan Tahun Pelajaran Baru
Seminggu kemudian, Jumat (05/08), sebagai tindak lanjut dari program pertama, Ruang Podjok mengadakan Perayaan Ekaristi Pembukaan Tahun Pelajaran 2016/2017. Perayaan Ekaristi ini dipersembahkan oleh Romo Agustinus Sudarisman, pastor paroki San Inigo Dirjodipuran. Sedianya, Romo Nandi yang diminta untuk mempersembahkan Ekaristi. Namun, karena Romo Nandi tidak berkenan, Romo Darislah yang kemudian melayani Ekaristi di Ruang Podjok. Sudah beberapa tahun ini Romo Daris sebagai gembala setempat berkenan mempersembahkan Ekaristi. 




Dalam Ekaristi itu, Romo Daris memaparkan bagaimana siswa-siswi dapat menyangkal diri, memanggul salib, dan mengikuti Yesus. Secara sederhana, siswa-siswi dapat melakukannya dalam hidup sehari-hari. Kalau ada orang yang mengajak untuk mencontek, siswa-siswi Katolik tetap berteguh untuk tidak mencontek. Ketika teman-teman yang lain pulang setelah jam pelajaran pada hari Jumat ganjil, siswa-siswi Katolik memilih untuk mengikuti kegiatan rohani. Inilah praktek hidup harian yang dapat menjadi aplikasi bagaimana harus menyangkal diri, memanggul salib dan mengikuti Yesus. Terima kasih Romo Daris atas perhatiannya kepada domba-domba yang berada di bawah reksa pastoral paroki San Inigo.

Sekolah Iman: Politik Orang Katolik
Masih di bulan Agustus, sebagai tanggapan penetapan bulan Agustus sebagai Bulan Ajaran Sosial Gereja Keuskupan Agung Semarang, diselenggarakanlah Sekolah Iman dengan tema Politik Orang Katolik pada Jumat (19/08). Dalam pembicaraan itu, didiskusikanlah materi untuk memahami bagaimana orang Katolik harus berpolitik. Peserta dalam kegiatan itu cukup banyak. Untuk menghidupkan proses diskusi, peserta dibagi dalam beberapa kelompok untuk menemukan pokok-pokok gagasan dalam materi. Dalam materi ini, peserta diajak untuk memahami politik orang Katolik menurut dua tokoh dalam Gereja Katolik Indonesia, yaitu Monsinyur Albertus Soegijapranata, SJ dan Romo Yusuf Bilyarta Mangunwijaya.












Setidaknya, ada beberapa pokok pembicaraan yang dapat disarikan dalam pembicaraan itu, yaitu 1) Makna Politik; 2) Dasar Keterlibatan; dan 3) Panggilan Politik Orang Katolik. Dalam mencari makna politik, Mangunwijaya menyatakan adanya 2 arti politik. Pertama, politik sebagai kekuasaan. Kedua, politik sebagai sarana untuk mewujudkan kesejahteraan umum. Soegijapranata menyatakan 100 % Katolik dan 100 % Nasional. Cinta kepada tanah air tidak cukup diwujudkan dengan mengibarkan bendera pada hari besar nasional. Cinta kepada tanah air berarti berbakti untuk kemakmuran, keteraturan, dan kesejahteraan tanah airnya. Sebagai orang Katolik, berpolitik pun harus didasari dengan ajaran Kitab Suci. Beberapa dasar Kitab Suci yang dapat ditengok antara lain adalah cinta kasih (Mat 22:34-40. par.); tindakan tanpa kekerasan (Mat 5:38-44); pengampunan (Mat 18:21-35); nasehat untuk saling memberikan pelayanan atas dasar kemerdekaan yang telah diterima (Gal 5:13); serta nasehat untuk takut kepada Allah, tunduk kepada pemerintah, berbuat sebaik-baiknya dalam masyarakat, serta menghormati semua orang sebagai wujud nyata kemerdekaan yang dialaminya (1 Ptr 2:13-17). Akhirnya, disimpulkan bahwa panggilan politik orang Katolik dapat dirumuskan sebagai berikut: menjadi orang benar berdasar hati nurani. Mangunwijaya menuliskan bahwa hati nurani harus diwujudkan melalui keberpihakan kepada nilai-nilai universal, “adil membela orang kecil, solider terhadap yang menderita... demi perdamaian dunia, kemanusiaan, keadilan sosial, dan kemerdekaan.” Soegijapranata menyatakan bahwa orang Katolik memang bukan bagian yang lebih besar (pars major) tetapi orang Katolik harus berusaha menjadi bagian yang lebih baik (pars sanior) dengan melakukan kegiatan agama, kesusilaan, kejujuran, kesetiaan pada perjanjian, keadilan, cinta para sesama, cinta pada pekerjaan, menghormati pembesar, taat pada peraturan dan undang-undang.
Selengkapnya, mengenai materi yang diperbincangkan dalam Sekolah Iman ini bisa dilihat dalam postingan Politik Orang Katolik: Belajar dari Soegijapranata dan Mangunwijaya.

Bulan Kitab Suci Nasional: Keluarga yang Mewartakan dan Bersaksi
Memasuki bulan September, Ruang Podjok pun mengadakan kegiatan pendalaman Bulan Kitab Suci Nasional (BKSN). Tema BKSN tahun ini adalah “Keluarga Bersaksi dan Mewartakan Sabda Allah.” Tema BKSN 2016 merupakan kelanjutan dari tema tahun 2013-2015 yang juga bicara seputar keluarga. Sudah sejak 2013, BKSN bicara mengenai keluarga melalui tema-tema berikut ini: “Keluarga Melayani Seturut Sabda Allah” (2015), “Keluarga Beribadah dalam Sabda” (2014), dan “Keluarga Bersekutu dalam Sabda” (2013). Tema 2013 mengajak keluarga untuk menghayati sabda Allah sebagai penuntun hidup. Tema 2014 mengajak keluarga melakukan ibadah menurut sabda Allah. Tema 2015, mengajak keluarga mampu menggunakan sabda Allah sebagai dasar dan semangat pelayanan yang dilakukan dalam  kehidupan. Sebagai kelanjutan dari tema tahun 2013-2015, tema tahun 2016 mengajak keluarga untuk aktif dalam bersaksi dan mewartakan sabda Allah. Inti pokok tema tahun 2016 adalah ajakan bagi setiap pribadi untuk mewujudkan iman dalam kesaksian hidup sehari-hari.
Kegiatan BKSN tahun ini seperti biasa dilaksanakan dalam dua kegiatan. Jumat (02/09), diadakanlah pertemuan pertama. Dalam pertemuan pertama ini, kita diajak untuk menyadari keberadaan Yesus sebagai pewarta dan meneladani karyaNya. Kita akan melihat bagaimana Yesus menjadi pewarta kabar gembira Kerajaan Allah dan bagaimana kita dapat mewartakan seturut teladan Yesus. Bahan yang akan dipakai dalam perteman pertama ini adalah Luk 4:16-21. Seperti biasa, peserta pendalaman Kitab Suci dibagi dalam kelompok untuk membaca dan mendalami Kitab Suci melalui pertanyaan berikut: 1) Apa yang dilakukan Yesus ketika tiba di tempat Ia dibesarkan; 2) Apa yang dilakukan Yesus di rumah ibadat; 3) Apa tujuan misi perutusan Yesus menurut Kitab Yesaya yang dibaca Yesus; 4) Apa reaksi para pendengarNya dan apa reaksi Yesus setelah Ia membaca Kitab yang diberikan kepadaNya; 5) Apakah aku merasa terpanggil untuk melanjutkan karya perutusan Yesus yang mewartakan kabar gembira; dan 6) Hal-hal apa saja yang dapat aku lakukan untuk melakukan pewartaan kabar gembira seturut yang dilakukan oleh Yesus semasa hidupNya. Setelah berdiskusi sejenak, masing-masing kelompok memaparkan hasil diskusinya. Setelah itu, seluruh peserta diajak untuk semakin memahami makna mewartakan dan bersaksi.




Istilah yang digunakan untuk menjelaskan pewartaan dalam Gereja adalah KERYGMA. Kata ini berasal dari bahasa Yunani yang berarti “proklamasi” atau “pengumuman.” Dalam tradisi kerajaan, orang yang memiliki tugas untuk mengumumkan selalu memiliki posisi yang penting dan memegang   tanggung jawab yang besar. Karena posisinya yang penting ini, orang yang bertugas memberi pengumuman ini dapat disejajarkan dengan pangeran atau putra raja karena dia memegang rahasia kerajaan yang harus disampaikan ke publik. Tindakan “kerygma” juga dilakukan oleh Yesus. Ia memaklumkan visi perutusanNya dalam Injil Lukas (Luk 4:18-19) yang mengutip Kitab Nabi Yesaya. Istilah “kerygma” kemudian dipakai untuk menggambarkan aktivitas pewartaan yang dilakukan oleh para rasul (Kis 2:22-36; Kis 3:1-26; Kis 4:5-12). Selain itu, Paulus juga melakukan kerygma (1 Kor 15:3-8: Rm 16:25-27).
Dalam Kitab Suci, kata “saksi” amat berhubungan dengan pengadilan. Saksi adalah orang yang memberikan informasi yang benar dan apa adanya seturut yang dilihat atau dialaminya sendiri. Kesaksian tidak boleh hanya diberikan oleh satu orang. Harus ada dua atau tiga saksi lain dan kesaksian tidak boleh palsu (Ul 17:6; 19:15). Jika orang memberikan kesaksian palsu, kepadanya akan diberikan hukum sesuai apa yang ingin dilakukannya kepada orang yang dituduhnya (Ul 19:16-21). Salah satu contohnya ada dalam kisah Susana (Dan 13:1-64). Perjanjian Baru memakai istilah “martureo” yang berarti memberikan kesaksian. Perjanjian Baru melanjutkan tradisi Perjanjian Lama serta menuntut kesaksian harus benar dan dinyatakan lebih dari dua atau tiga orang. Lambat laun, arti kata itu berkembang. Kata itu kemudian dihubungkan dengan orang yang berani mengorbankan nyawa demi iman kepada Yesus. Orang-orang yang berani mengorbankan nyawa demi iman kepada Yesus disebut martir. Martir pertama adalah Stefanus yang dibunuh karena mempertahankan iman kepada Yesus (Kis 7:54-8:1a). Kita dipanggil untuk menjadi pewarta dan saksi. Kita dipanggil untuk menyampaikan kabar gembira secara bertanggung jawab dan benar. Yesus merupakan model bagi kita untuk melaksanakan tugas pewartaan dan kesaksian. Kita diajak untuk melaksanakan tugas itu dalam hidup sehari-hari
Pertemuan BKSN yang kedua diadakan pada hari Jumat (23/09). Sebenarnya, kegiatan kerohanian Ruang Podjok selalu dilaksanakan pada hari Jumat ganjil. Namun, karena pada Jumat ketiga bulan September kegiatan sekolah sedang penuh-penuhnya, kegiatan kerohanian pun ditunda sampai minggu keempat. Dalam pertemuan kedua, bahan yang ditawarkan adalah penyadaran bahwa ada tiga wadah untuk menjalankan pewartaan dan kesaksian serta bagaimana pewartaan dan kesaksian dapat dijalankan. Tiga wadah yang dapat dijadikan tempat untuk menjalankan pewartaan dan kesaksian adalah Keluarga, Gereja, dan Masyarakat. Untuk menjalankan pewartaan dan kesaksian dalam tiga wadah itu, diperlukan aktivitas, kegiatan dan modal tertentu. Bahan yang dipakai untuk pendalaman dalam pertemuan kedua ini adalah Kol 3:12-17; Kis:18:1-8; Mat 5:13-16. Seperti biasa, bahan ini didalami melalui beberapa pertanyaan. Bahan dari Kol 3:12-17 didalami melalui pertanyaan berikut ini: 1) Sebutkanlah keutamaan apa saja yang dinasehatkan oleh Paulus kepada jemaat di Kolose; 2) Bagaimana keutamaan tersebut digunakan dalam kehidupan jemaat; 3) Tindakan apa saja yang dapat dilakukan untuk memberikan pewartaan dan  kesaksian di tengah keluarga. Bahan dari Kis 18:1-8 didalami melalui pertanyaan berikut ini: 1) Siapa sajakah yang dijumpai oleh Paulus ketika ia berada di Korintus; 2) Apa yang dilakukan Paulus beserta teman-temannya dan apa akibat yang dialami oleh mereka; 3) Tindakan apa saja yang dapat dilakukan untuk memberikan pewartaan dan  kesaksian di tengah Gereja. Bahan dari Mat 5:13-16 didalami dengan pertanyaan berikut ini: 1) Benda apa sajakah yang disebutkan Yesus dalam kisah tersebut; 2) Jelaskan fungsi kedua benda yang disebutkan oleh Yesus tersebut; 3) Tindakan apa saja yang dapat dilakukan untuk memberikan pewartaan dan  kesaksian di tengah masyarakat. Setelah berdiskusi sejenak, masing-masing kelompok memaparkan hasil diskusinya dan lanjut dengan materi.






Keluarga Katolik selalu hidup di tengah Gereja dan masyarakat. Oleh karena itu, mau tidak mau, keluarga Katolik harus berperan dalam keluarga itu sendiri, dalam Gereja, dan dalam masyarakat. Karena posisi ini, keluarga Katolik perlu membekali diri dengan kemampuan yang memadai untuk menjalankan pewartaan dan kesaksian, baik dalam keluarga, Gereja, maupun masyarakat. Dokumen Familiaris Consortio yang ditulis oleh Paus Yohanes Paulus II pada tahun 1981 menjelaskan bahwa ada empat tugas keluarga Katolik, yaitu: 1) Membentuk persekutuan antar pribadi, 2) Mengabdi kepada kehidupan, 3) Ikut serta dalam pengembangan masyarakat, dan 4) Ikut serta dalam kehidupan dan misi Gereja. Dari sana kita melihat bahwa kelurga Katolik memiliki tigas yang tidak ringan dalam menjalankan tugas pewartaan dan kesaksian baik dalam keluarga, dalam Gereja, maupun dalam masyarakat. Ingat...pewartaan dan kesaksian mengandung nilai kebenaran. Artinya, yang diwartakan dan dijadikan  kesaksian harus sebuah hal yang benar dan tidak bohong. Pepatah Latin mengatakan “Nemo dat quod non habet – Tidak ada seorang pun yang dapat memberikan apa yang tidak dimilikinya.” Dalam pewartaan dan kesaksian, juga berlaku hal yang sama. Orang tidak akan bisa berkata jujur jika dia tidak melakukan kejujuran. Orang tidak akan bisa berbuat adil jika dia tidak terbiasa melakukan keadilan. Pewartaan dan kesaksian yang dilakukan oleh setiap orang Katolik harus dimulai dari lingkup yang paling kecil, yaitu keluarga. Setelah dari keluarga, pewartaan itu  melebar ke lingkup Gereja dan masyarakat. Pewartaan dan kesaksian yang paling sederhana dilakukan melalui kebiasaan hidup baik. Jika seseorang terbiasa hidup baik dalam keluarga, orang tersebut pasti akan membawa kebiasaan baiknya menuju ke lingkup yang lebih besar, yaitu Gereja dan masyarakat. Untuk itu, mari lakukan kebiasaan hidup baik, “Dan kamu saudara-saudara, janganlah jemu-jemu berbuat apa yang baik” (2 Tes 3:13). Lao Tzu pernah mengatakan, “Sebuah perjalanan selalu dimulai dari satu langkah.” Kita hanya dapat bersaksi dalam lingkup yang lebih besar, yaitu Gereja dan masyarakat, setelah kita terbiasa bersaksi dalam lingkup yang lebih kecil, yaitu melalui keluarga yang dilakukan oleh diri sendiri. Selamat berlatih menjadi saksi dan pewarta.
Inilah dua perjumpaan yang menjadi sarana bagi Ruang Podjok untuk terlibat dalam gerak bersama Gereja Katolik Indonesia dalam BKSN.

Ziarah dan Syukuran Lima Tahun Ruang Podjok
Oktober adalah bulan istimewa bagi Ruang Podjok karena di bulan Oktoberlah kegiatan Ruang Podjok mulai berjalan. Lima tahun yang lalu, terjadilah perkumpulan siswa-siswi Katolik yang pertama di SMK Negeri 3 Surakarta. Inilah catatan yang sempat terekam: “Kegiatan di Ruang Pojok Agama Katolik telah dimulai sejak bulan Mei 2011. Namun, secara kebersamaan, perkumpulan murid-murid dimulai pada tanggal 7 Oktober 2011. Hari itu adalah hari Jumat pertama dalam bulan Oktober. Perkumpulan murid-murid saat itu dilakukan dalam bentuk ibadat. Ibadat Jumat Pertama merupakan salah satu bentuk penghormatan kepada Sakramen Mahakudus.Secara kebetulan, hari itu juga bertepatan dengan Peringatan Maria sebagai Ratu Rosario. Latar belakang peringatan ini tidak begitu menyenangkan karena berkenaan dengan pertikaian orang Kristen dengan saudara mereka sendiri, yaitu orang Muslim. Namun apa daya. Sejarah sudah berlangsung dan tidak dapat diulangi. Saat itu, pada tanggal 7 Oktober 1571, armada Kristen terlibat peperangan dengan armada Turki di laut. Saat itu, armada Kristen kalah jumlah. Kemudian, Paus Pius V meminta seluruh umat berdoa Rosario. Namun, karena kalah jumlah, armada Kristen tetap kalah. Tetapi, kemudian ada angin ribut yang menghancurkan armada Turki. Kemenangan ini pun dipandang sebagai pertolongan Bunda Maria yang diminta oleh umat lewat doa rosario. Oleh karena itu, tanggal tersebut dijadikan peringatan Maria sebagai Ratu Rosario. Melalui pertemuan pertama ini, diharapkan semua dapat bersatu. Bersatu akan menimbulkan kekuatan. Inilah yang ingin diajarkan melalui peristiwa yang diperingati pada tanggal 7 Oktober itu. Pertemuan rutin di ruang pojok diharapkan memperkuat satu sama lain. Dengan demikian, masing-masing bisa berani beriman dan beriman dengan berani. Maka jadilah petang dan pagi... hari pertama...”
Bulan Oktober tahun ini, lima tahun sudah kegiatan di Ruang Podjok berjalan. Syukur pada Tuhan karena sudah mendampingi dan menyertai dalam lima tahun ini. Rasa syukur dan terima kasih itu pun diwujudkan dengan kegiatan yang dilaksanakan pada hari Jumat (07/10). Hari itu, sesuai yang telah direncanakan, diadakanlah acara Ziarah dan Syukuran. Ziarah dilakukan di Gua Maria Mojosongo dan Syukur diadakan di Arje’s Kitchen. Seperti biasa, kendala yang dijumpai dalam kegiatan keluar adalah masalah transportasi. Sekian banyak siswa-siswi yang ingin ikut mengalami kesulitan transportasi. Akhirnya, beberapa pun tidak ikut karena tidak dapat mengusahakan transportasi. Penjaga Podjok sebenarnya sedikit kecewa karena tidak bisa semua ikut. Namun, bagaimana lagi, semua sudah diusahakan semaksimal mungkin tetapi karena situasi yang tidak memungkinkan, akhirnya demikianlah yang terjadi.
Siang itu, sekitar 20-an siswa-siswi mengikuti kegiatan. Ada yang naik motor. Ada yang naik mobil. Ada yang naik taksi. Tujuan pertama hari itu adalah Gua Maria Mojosongo. Sesampai di Mojosongo, diadakanlah Doa Rosario bersama. Secara bergiliran, masing-masing orang mendaraskan doa Salam Maria sambil memilin bulir-bulir rosario di tangan. Sebuah pemandangan yang langka... Dalam hati, Penjaga Podjok bersyukur atas perlindungan dan pendampingan Tuhan atas kegiatan Ruang Podjok selama ini sambil memohon agar Tuhan tetap berkenan menjagai dalam kegiatan selanjutnya. Setelah Rosario bersama, sejenak siswa-siswi diberi kesempatan untuk berdoa secara pribadi. Tidak lama setelah selesai, rombongan pun meluncur ke Arje’s Kitchen yang terletak di daerah Kentingan, belakang kampus Universitas Sebelas Maret. Di sana, Penjaga Podjok sudah melakukan reservasi untuk kegiatan syukuran. Masing-masing orang pun mulai memesan makanan dan minuman sesuai selesai. Sebentar kemudian, satu per satu pesanan mulai berdatangan. Setiap orang pun tenggelam menikmati pesanannya. Setelah semuanya selesai, rombongan pun mulai meninggalkan Arje’s Kitchen kembali ke rumah masing-masing. Terima kasih semuanya...






Sekolah Iman: Mariologi Para Paus
Masih di bulan Oktober, kegiatan Jumat ketiga Ruang Podjok diisi dengan kegiatan Sekolah Iman. Sekolah Iman bulan Oktober itu dilaksanakan pada hari Jumat (21/09). Sekolah Iman kali tidak ternyata tidak begitu diminati. Hanya sedikit anggota Ruang Podjok yang hadir dalam kegiatan kali ini. Entah kenapa bisa demikian...


Tema yang diambil untuk Sekolah Iman bulan Oktober itu adalah Mariologi Para Paus. Mariologi Para Paus adalah studi teologis berkenaan dengan peran Paus dalam perkembangan, perumusan, dan perubahan ajaran dan devosi Gereja terhadap Bunda Perawan Maria. Peran para Paus sangat penting dalam perkembangan ajaran dan kebaktian kepada Maria. Mereka memberikan keputusan tidak saja dalam hal iman dan kepercayaan kepada Maria tetapi juga praktek dan devosinya. Paus mempromulgasikan berbagai hal penting berkenaan dengan iman dan kebaktian kepada Maria. Tidak semua paus pernah memberikan ajaran iman tentang Maria. Dalam materi ini, Penjaga Podjok mengajak untuk mengenal pada paus yang pernah mengeluarkan ajaran mengenai Maria. Adapun para paus itu adalah Leo Agung, Klemens IV, Pius V, Klemens VIII, Klemens X, Klemens XI, Benediktus XIII, Klemens XII, Benediktus XIV, Klemens XIV, Pius IX, Leo XIII, Pius X, Benediktus XV, Pius XI, Pius XII, Paulus VI, dan Yohanes Paulus II. Selengkapnya mengenai materi tersebut, dapat dilihat dalam postingan Mariologi Para Paus.
Semoga, seperti para Paus, anggota Ruang Podjok boleh belajar untuk melakukan tiga hal – berharap, menyerahkan diri, dan meneladan – dalam sembah bakti kepada Bunda Tuhan kita Yesus Kristus, Perawan Maria yang Tersuci.

Doa Bersama untuk Keluarga yang Sudah Berpulang
Kegiatan terakhir di semester ini adalah Doa Bersama untuk Keluarga yang Sudah Berpulang. Seperti biasa, di bulan November yang ditetapkan oleh Gereja Katolik sebagai bulan semua orang yang sudah meninggal, Ruang Podjok mengadakan Doa Bersama pada hari Jumat (04/11). Penjaga Podjok mengajak semua anggota Ruang Podjok untuk mengingat dan mendoakan orang-orang yang sudah meninggal dunia. Kesempatan ini sangatlah berharga karena menjadi waktu untuk sejenak memperhatikan mereka yang memerlukan doa-doa kita. Gereja Katolik mengajarkan bahwa ada orang-orang meninggal yang masih berada dalam api penyucian. Mereka inilah yang memerlukan doa-doa kita karena mereka sudah tidak dapat berdoa dan hanya mengandalkan doa-doa dari orang yang masih hidup. Seperti biasa, sebelum doa, anggota Ruang Podjok menuliskan nama-nama yang akan didoakan. Nama-nama itu menjadi sapaan personal yang akan disebutkan dalam doa bagi mereka yang sudah mendahului menghadap Tuhan.
Sedianya, doa bersama ini dilangsungkan secara singkat. Namun, antusiasme anggota Ruang Podjok membuat doa ini menjadi wadah untuk pendalaman iman. Dalam kesempatan itu, ada beberapa yang bertanya tentang hal-hal seputar kematian, seperti bagaimana penjelasan mati suri, mengapa orang Katolik kalau meninggal harus didandani sedangkan orang yang beragama lain memiliki tradisi yang lain, dan apakah kremasi (pembakaran jasad) bagi orang Katolik diperbolehkan. Pertanyaan itu satu per satu dijawab dan dibicarakan. Dengan begitu, doa bersama ini membawa wawasan baru bagi mereka yang mengikutinya. Terima kasih atas partisipasi yang telah diberikan. Tuhan memberkati...

Inilah catatan-catatan untuk berbagai kegiatan yang terlaksana semester ini. Kiranya ini menjadi gambaran kegiatan Ruang Podjok... Terima kasih sudah menyimak...