Selasa, 31 Desember 2013

Catatan Akhir Tahun Ruang Podjok


Setahun ini, banyak yang ingin disyukuri di Ruang Podjok. Tahun ini, Ruang Podjok semakin berkembang. Suasana di awal tahun 2013 dipenuhi dengan kesegaran. Cat di Ruang Podjok pun diperbarui. Terima kasih kepada pihak sekolah SMK Negeri 3 Surakarta yang memperhatikan kelangsungan hidup Ruang Podjok sehingga dapat menikmati kesegaran-kesegaran baru. Beberapa catatan telah digoreskan seputar perkembangan Ruang Podjok. Namun, beberapa ada yang terlewat. Catatan akhir tahun ini ingin mengabadikan beberapa hal yang terlewat itu.
Di tahun ini, ada beberapa anggota Ruang Podjok yang menerima sakramen-sakramen dalam Gereja Katolik. Ada dua orang yang menerima Sakramen Komuni Pertama dan ada tiga yang menerima Sakramen Penguatan. Yang menerima Sakramen Komuni Pertama adalah Maria Regina Chintya Nifan Ngeliau di Gereja Santo Antonius Purbayan dan Agustinus Haryanto Robert di Gereja San Inigo Dirjodipuran. Yang menerima Sakramen Penguatan tahun ini adalah Advendiyanto, Fransisca Dea Triastuti, dan Yakobus Bayu Sigit Pamungkas. Ketiganya menerima sakramen itu di Gereja San Inigo Dirjodipuran. Bagi Penjaga Podjok, inilah pelayanan yang bisa dilakukan untuk melanjutkan pembinaan iman melalui Gereja Katolik. Targetnya adalah paling tidak diusahakan para anggota Ruang Podjok sudah menerima Sakramen Penguatan selama bergabung di SMK Negeri 3 Surakarta. Pelayanan penerimaan sakramen-sakramen ini dimungkinkan dengan bekerjasama dengan paroki-paroki tempat asal siswa. Dengan demikian, siswa tidak dicabut dari paroki asalnya tetapi dibantu untuk tetap menerima pembinaan di paroki asal.
Di pertengahan tahun ini, Ruang Podjok juga kembali mendapatkan anggota baru. Anggota baru ini adalah para murid kelas X yang mulai tahun pelajaran ini bergabung dengan SMK Negeri 3 Surakarta. Di tahun ini, Ruang Podjok mendapat 8 anggota baru yang berasal dari program keahlian Akuntansi, Administrasi Perkantoran, Pemasaran, dan Multimedia. Kebetulan, 8 anggota baru ini adalah perempuan semua dan sama sekali tidak ada laki-lakinya. Dari program keahlian Akuntansi, ada 2 orang bernama Margareta Inggrid Enan Falentina dan Laurencia Sinta Raras Swargani. Inggrid berasal dari SMP Negeri 6 Surakarta dan Raras lulus dari SMP Kanisius 1 Surakarta. Yang bergabung dari program keahlian Administrasi Perkantoran adalah Riska Devi Safitri. Siswi satu-satunya dari program ini berasal dari SMP Negeri 10 Surakarta. Dua orang lagi berasal dari program keahlian Pemasaran, yaitu Florentina Oktafiani Ayuningtyas dan Cicilia Oni Yosyana Octhifani. Dua anggota ini berasal dari sekolah dan kota yang berbeda. Ayu berasal dari SMP Negeri 6 Surakarta dan Cicil berasal dari SMP Mardi Yuana Cilegon. Yang terakhir dan paling banyak ada tiga orang dari program keahlian Multimedia. Mereka adalah Bernadetta Siska Affeliana, Lucia Elisa Ambarwati, dan Fransiska Nunuk Tri Handayani. Mereka bertiga berasal dari sekolah yang berbeda. Detta dari SMP Negeri 26 Surakarta, Elisa dari SMP Negeri 25 Surakarta, dan Handa dari SMP Negeri 22 Surakarta. Selamat bergabung kepada para anggota baru. Semoga waktu setengah tahun yang sudah berlalu ini menjadi waktu yang cukup untuk segera menyesuaikan diri dengan dinamika Ruang Podjok Agama Katolik Skaga. 
Yang terakhir, satu kegiatan yang perlu dicatat di laman ini. Untuk menutup rangkaian pembelajaran selama satu semester ini, Ruang Podjok mengadakan pemutaran film setelah Ulangan Umum Semester. Pemutaran film itu dilakukan setelah selesainya Ulangan Umum Semester dan Remidiasi, yaitu pada tanggal 16 dan 17 Desember 2013. Pada kesempatan itu, ada dua film yang diputar, yaitu Prince of Egypt di hari pertama dan The Nativity Story di hari kedua. Prince of Egypt merupakan sebuah film animasi yang bercerita tentang Musa dan didasarkan pada Kitab Keluaran. Film ini berkisah tentang bagaimana Musa membebaskan bangsa Israel dari penindasan bangsa Mesir sampai menyeberangi Laut Merah dengan sedikit pengantar seputar kelahiran dan penyelamatan Musa. Sementara itu, The Nativity Story adalah film yang berkisah tentang pergulatan Yusuf dan Maria untuk menerima kehendak Allah sebagai ayah dan ibu Yesus, Sang Juru Selamat yang telah dijanjikan. Film yang menggunakan alur mundur ini mendasarkan ceritanya dari kisah-kisah Injil, terutama Injil Matius dan Lukas. Kedua film ini sengaja dipilih sebagai alat bantu untuk belajar lebih mendalam tentang Kitab Suci sekaligus mempersiapkan diri dalam merayakan hari Natal. Musa dan Yesus merupakan dua pribadi yang kerap disejajarkan, apalagi oleh penginjil Matius. Dalam kedua film itu digambarkan bahwa kelahiran kedua tokoh itu pun diwarnai dengan pembunuhan bayi-bayi yang tidak bersalah. Kedua film ini diharapkan menjadi alternatif lain untuk belajar beriman.
Inilah catatan-catatan yang terlepas di tahun 2013 ini. Mari kita bersyukur atas segala rahmat yang diberikan Tuhan di tahun ini dan berharap akan hal-hal baik yang akan dianugerahkan Tuhan di tahun mendatang.

Senin, 23 Desember 2013

Keluarga, Sekolah, Lingkungan, dan Paroki Dipanggil Menjadi Komunitas Kateketis


Iman yang Mendalam dan Tangguh tampaknya menjadi cita-cita besar yang ingin dicapai oleh Keuskupan Agung Semarang pada tahun 2013 ini. Satu kesadaran baru yang akan terus dikembangkan oleh Keuskupan Agung Semarang dalam rangka mewujudkan iman mendalam dan tangguh adalah perlunya pembinaan iman yang terus-menerus. Dewan Karya Pastoral Keuskupan Agung Semarang telah mengadakan sebuah studi dengan tema Formatio Iman bagi Anak, Remaja dan Orang Muda. Juga telah diadakan studi bersama mengenai Katekese Total dan Integral dalam rangka Formatio Iman. Dari hasil studi itu, direkomendasikan untuk membuat formatio iman secara berjenjang, mulai dari keluarga, anak, remaja, orang muda dan orang dewasa. Formatio iman ini bukan garapan satu kelompok saja tetapi merupakan usaha bersama yang melibatkan keluarga, sekolah dan paroki. Kelompok-kelompok itu merupakan promotor terbentuknya formatio iman dalam setiap jenjang. Inilah dasar pemikiran yang melatarbelakangi tema pertemuan Adven tahun 2013 ini.
Dalam empat kali pertemuan Adven yang telah kita lalui, kita diajak untuk mengembangkan iman itu melalui keluarga, sekolah, lingkungan dan paroki. Iman mendalam dan tangguh itulah yang diarah. Iman Mendalam berarti iman yang sungguh dewasa dan matang dalam pemahaman, pengertian atau pengetahuan tentang imannya serta sungguh dewasa dan matang dalam kebijaksanaan penghayatan imannya di hidup keseharian baik secara pribadi, di tengah keluarga, paguyuban ataupun masyarakat. Segala perilaku kehidupannya terinpirasi dan termotivasi oleh imannya. Iman yang Tangguh berarti iman yang sungguh kuat, tak terpengaruh oleh apapun dan siapapapun sampai kapanpun dalam keadaan bagaimana­pun. Iman menjadi sesuatu yang diyakini, jalan hidup, karakter­, dan jalan keselamatan satu-satunya.
Mengapa kita harus “beriman mendalam dan tangguh”? Kita hidup di dunia ini dalam keberagaman dan perbedaan merupakan hal biasa meskipun tidak semua bisa menerima perbedaan. Banyak paham, keyakinan, kepercayaan, atau agama menebar pengaruh lewat caranya masing-masing. Begitu banyak godaan dan tawaran yang menggiurkan, baik melalui harta benda, jabatan, karier, pekerjaan, lawan jenis yang sungguh menguji dan menantang iman seseorang. Kita hidup di tengah fakta kehidupan yang nyata dimana korupsi, kolusi dan nepotisme masih begitu mewarnai kehidupan. Keadilan, kesejahteraan, kedamaian masih jauh dari harapan dan masih harus terus menerus diperjuangkan bersama dengan tekun. Dengan iman yang mendalam dan tangguh, umat beriman diharapkan siap berdialog dengan situasi yang ada di sekitarnya. Iman yang mendalam dan tangguh menjadi modal dasar bagi Gereja – melalui umat beriman - untuk berkiprah di kancah kehidupan bermasyarakat sehingga Gereja menjadi signifikan dan relevan. Inilah pentingnya membina iman.
Pembinaan iman dalam Gereja Katolik selalu dimulai dari keluarga. Keluarga adalah basis yang paling dasar dalam hidup beriman. Maka, Gereja memiliki hari yang khusus untuk menghormati dan menempatkan keluarga pada derajat yang tinggi melalui Hari Raya Keluarga Kudus yang diperingati pada hari Minggu setelah Natal. Keluarga Kudus merupakan kiblat seluruh keluarga Katolik. Dari kisah keluarga kudus, ada 3 hal yang setidaknya dapat kita pelajari:
Pertama, kesediaan Maria dan Yusuf menyambut Yesus menjadi tonggak terwujudnya sejarah keselamatan manusia melalui Yesus Kristus. Meskipun pada awalnya Maria dan Yusuf merasa ragu untuk menyambut Yesus, mereka berdua akhirnya dengan legawa menerima kehadiran Dia yang telah dijanjikan oleh Allah sebagai Juru Selamat dunia (lih Mat 1:19-24 dan Luk 1: 29-38). Keluarga Katolik diajak untuk bersikap seperti Keluarga Kudus yang menyambut Yesus dengan penuh kegembiraan. Artinya, kita diajak menyambut dan menerima iman dengan gembira.
Kedua, Keluarga Kudus mengajarkan bahwa tugas pembinaan iman merupakan tugas yang menuntut pengorbanan. Kepergian Yusuf dan Maria untuk menyingkir ke Mesir dan Nazaret menjadi gambaran konkret mereka untuk memilihkan tempat yang aman dan memungkinkan Yesus tumbuh dan berkembang (lih Mat 2:13-15.16-19). Keluarga Katolik pun diajak untuk melakukan pengorbanan untuk memilihkan tempat-tempat yang aman bagi perkembangan iman seluruh keluarga. Dengan demikian, iman yang berkembang dapat semakin dikembangkan terus-menerus.
Ketiga, Yusuf dan Maria menampakkan sikap hidup yang menyatakan untuk mengembangkan iman dibutuhkan kerjasama dari lingkungan sekitarnya. Hal ini nampak dalam kisah Yesus di Bait Allah. Ketika Yesus hilang dari pengawasan mereka, mereka menyangka bahwa Yesus sudah ikut kaum keluarga dan kenalannya. Namun setelah dicari, ternyata Dia sedang bertanyajawab dengan alim ulama di Bait Allah (lih Luk 2:44-47). Interaksi Yusuf dan Maria terhadap kaum keluarga, kenalan, dan alim ulama ini menunjukkan bahwa keluarga membutuhkan lingkungan sekitarnya untuk mengembangkan iman. Lingkungan, sekolah, dan paroki pun dipanggil untuk membantu keluarga dalam mengembangkan imannya. Setiap komunitas yang ada di sekitar keluarga ini dipanggil menjadi komunitas kateketis, yaitu komunitas yang membimbing seseorang agar hidupnya semakin beriman. Oleh karena itu, lingkungan, sekolah, dan paroki diharapkan dapat melaksanakan tugas untuk membina iman dan bekerjasama dengan keluarga untuk membangun kehidupan iman yang semakin mendalam dan tangguh.
Dari tiga hal yang kita pelajari dari Keluarga Kudus itu, kita dapat merefleksikan bahwa iman berawal dari kesediaan menyambut Tuhan dalam baptisan; menghayati iman melalui doa dan ibadat; menyingkiri segala hal yang bertentangan; dan menghidupi iman dalam tindakan kasih hidup sehari-hari di tengah-tengah sesama.    
Bagaimana kita dapat mewujudkan iman mendalam dan tangguh? Iman yang mendalam dan tangguh diwujudkan pertama-tama dari keluarga dan diwariskan kepada generasi berikutnya. Perwujudan iman mendalam dan tangguh ini kuncinya terletak pada teladan dan pembiasaan. Maka, disini letak pentingnya orangtua atau mereka yang lahir lebih dulu untuk dapat menjadi teladan dan membiasakan nilai-nilai iman pada generasi penerusnya. Iman mendalam dan tangguh menjadi nyata jika kita menjadikan  “Yesus Kristus sebagai sumber inspirasi dan motivasi” dalam setiap langkah hidup yang dipilih. Menjadikan Yesus sebagai sumber inspirasi dan motivasi dapat membuat kita mampu membawa damai, pen­cerahan, manfaat, pertobatan, bagian dari solusi, pengampunan, cinta kasih sejati di hatinya. Ketika ada hal-hal yang membuat kita bingung dan ragu-ragu, kita perlu berdiam sejenak dan mencoba menemukan kehendak Allah dalam situasi itu. Paling sederhana, bertanya, “dalam situasi seperti ini, kira-kira apa yang dilakukan oleh Yesus?”
Dalam membina iman dan mewariskan kepada generasi penerus ini, beruntunglah kita sebagai orang Katolik. Mengapa? Karena seluruh ajaran iman yang diajarkan merupakan ajaran yang satu. Di manapun kita melaksanakan iman kita, ajarannya sama. Maka, dalam Gereja Katolik, yang diajarkan baik dalam keluarga, lingkungan, sekolah, dan paroki merupakan ajaran yang satu dan sama. Kesatuan ajaran inilah yang membuat kita dimudahkan dalam pembinaan iman. Kesatuan ajaran iman itu dimungkinkan karena kita memiliki satu kepemimpinan terpusat di bawah wakil Kristus, pengganti Petrus, yaitu Paus yang bertahta di Vatikan. Beliaulah yang menjadi pucuk pimpinan hirarki Gereja yang menjamin kesatuan ajaran Gereja Katolik di manapun berada. Dengan kesatuan ajaran iman ini, kita seharusnya tidak ragu-ragu untuk memanfaatkan fasilitas-fasilitas yang dapat “mengamankan” iman keluarga kita berupa sekolah Katolik, lingkungan dan paroki. Setiap orang sesuai dengan pertumbuhan hidupnya perlu mendapatkan pendampingan mulai dari anak dan dewasa. Beruntunglah kita karena sejak kecil sampai tua dan di manapun berada kita memiliki satu ajaran iman.

Dalam merenungkan pembinaan iman ini, kita bisa belajar dari Albert Einstein, "Ilmu tanpa agama itu lumpuh dan agama tanpa ilmu itu buta." Seorang tidak bisa beriman dengan mendalam dan tangguh jika tidak bisa menyeimbangkan antara pengetahuan dan agama. Jika seorang hanya beragama namun tidak bisa menyelami dengan benar ajarannya, dia hanya akan menjadi orang yang agamis. Namun, jika seseorang hanya berilmu namun tidak beragama, dia akan menjadi orang yang tidak berperikemanusiaan karena tidak ada kasih di dalamnya. Semua hal ini sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Paus Fransiskus dalam ensiklik Lumen Fidei, Iman bukanlah terang yang menguraikan seluruh kegelapan kita, tetapi sebuah lampu yang menuntun langkah kita di malam hari dan memadai untuk perjalanan. Bagi mereka yang menderita, Allah tidak memberikan argumentasi yang menjelaskan semuanya; sebaliknya, tanggapan-Nya yaitu suatu kehadiran yang menyertai, suatu sejarah kebaikan yang menyentuh setiap kisah penderitaan dan menyingkapkan suatu cahaya terang. Dalam Kristus, Allah sendiri ingin berbagi jalan ini dengan kita dan menawarkan kita tatapan-Nya sehingga kita dapat melihat terang di dalamnya. Kristus adalah pribadi yang, telah mengalami penderitaan, adalah "pembuka jalan dan penyempurna iman kita" (Ibr 12:2)" (LF 57). Semoga melalui pengembangan iman yang  kita lakukan, orang yang melihat kita dapat mengalami dan mengatakan apa yang diungkapkan oleh Paulus yang mensyukuri kehidupan umat yang tumbuh dalam iman dan kasih. Kita diajak untuk tumbuh dalam iman dan kasih agar kita semakin layak hidup di hadapan Allah dalam segala hal. Semoga semua ini menguatkan kita dalam membangun iman bersama dengan keluarga, lingkungan, sekolah, dan paroki. Selamat mempersiapkan Natal. Berkah Dalem.

Rabu, 04 Desember 2013

Adven dan Pernak-perniknya


Sejak hari Minggu, 1 Desember, Gereja Katolik memasuki masa khusus yang disebut Masa Adven. Masa Adven merupakan masa yang dinantikan oleh seluruh umat karena di masa ini, umat beriman diajak mempersiapkan pengenangan akan kedatangan Yesus Kristus yang lahir ke dunia. Bagaimana kita bisa menghayati masa ini? Semoga tulisan kecil ini dapat membantu Anda sekalian untuk memasuki Masa Adven dengan penuh penghayatan. 
Masa Adven adalah sebuah masa yang dimulai dari hari Minggu yang terdekat dengan pesta Santo Andreas pada tanggal 30 November dan terdiri dari 4 minggu sebelum Hari Raya Natal. Masa Adven menandai dimulainya Tahun Liturgi yang baru di Gereja Katolik Roma. Selama masa ini, umat beriman setidaknya diingatkan akan tiga hal: 1) menyiapkan diri agar semakin pantas untuk merayakan kedatangan Tuhan di dunia sebagai perwujudan kasih Allah; 2) memantaskan diri untuk menerima Penebus yang datang melalui komuni kudus dan rahmat; dan 3) menyiapkan diri untuk kedatangannya sebagai Hakim pada saat kematian dan akhir dunia.Masa Adven mengalami perkembangan dalam kehidupan rohani Gereja. Kisah mengenai Masa Adven sulit ditentukan dengan tepat. Dalam bentuk awalnya, Masa Adven berasal dari tradisi umat di Perancis. Mereka membuat masa persiapan menyambut Hari Raya Epifani (Hari Raya Pembaptisan Tuhan) yang digunakan sebagai hari para calon dibaptis menjadi warga Gereja. Jadi, persiapan Adven amat mirip dengan MasaPrapaskah dengan penekanan pada doa dan puasa yang berlangsung selama tiga minggu dan kemudian diperpanjang menjadi 40 hari.Pada tahun 380, Konsili yang diadakan di Saragossa, Spanyol menetapkan tiga minggu masa puasa sebelum Epifani. Diilhami oleh peraturan Prapaskah, Konsili Macon (Perancis) pada tahun 581 menetapkan bahwa mulai tanggal 11 November (pesta St. Martinus dari Tours) hingga Hari Natal, umat beriman berpuasa pada hari Senin, Rabu dan Jumat. Lama-kelamaan, praktek serupa menyebar ke Inggris. Di Roma, masa persiapan Adven belum ada hingga abad keenam, dan dipandang sebagai masa persiapan menyambut Natal dengan ikatan pantang puasa yang lebih ringan.Gereja secara bertahap mulai lebih membakukan perayaan Adven. Buku Doa Misa yang diterbitkan oleh Paus Gelasius I (wafat thn 496), adalah buku pertama yang menerapkan Liturgi Adven selama lima Hari Minggu. Di kemudian hari, Paus Gregorius I (wafat thn 604) memperkaya liturgi ini dengan menyusun doa-doa, antifon, bacaan-bacaan dan tanggapan. Sekitar abad kesembilan, Gereja menetapkan Minggu Adven Pertama sebagai awal tahun penanggalan Gereja. Dan akhirnya, Paus Gregorius VII (wafat thn 1095) mengurangi jumlah hari Minggu dalam Masa Adven menjadi empat.
Sesuai makna katanya, Masa Adven ingin mengajak umat memusatkan diri pada kedatangan Kristus. Adven berasal dari bahasa Latin “adventus”, artinya “datang”. Kedatangan Kristus yang dimaksud adalah kedatangan pertama (datang sebagai bayi) maupun kedatangan kedua (datang sebagai raja). Katekismus Gereja Katolik nomor 524 menekankan makna ini, “Dalam perayaan liturgi Adven, Gereja menghidupkan lagi penantian akan Mesias; dengan demikian umat beriman mengambil bagian dalam persiapan yang lama menjelang kedatangan pertama Penebus dan membaharui di dalamnya kerinduan akan kedatangan-Nya yang kedua.”Umat beriman diajak merefleksikan kembali dan merayakan kedatangan Kristus yang pertama ke dalam dunia ini. Kita merenungkan kembali misteri inkarnasi yang agung ketika Kristus merendahkan diri, mengambil rupa manusia, dan masuk dalam dimensi ruang dan waktu guna membebaskan kita dari dosa. Seiring dengan itu, umat diingatkan bahwa Kristus akan datang kembali untuk mengadili orang yang hidup dan mati dan kita harus siap untuk bertemu dengannya.
Suatu cara yang baik dan saleh untuk membantu kita dalam masa persiapan Adven adalah dengan memasang Lingkaran Adven. Lingkaran Adven ini merupakan sebuah simbol yang berasal dari Eropa Utara. Lingkaran ini diduga berasal dari Abad Pertengahan. Sebuah pendapat mengatakan bahwa masyarakat Jerman – sebelum kedatangan agama Kristen – telah  menggunakan lilin yang bernyala selama bulan Desember yang dingin dan gelap sebagai simbol harapan akan Musim Semi yang hangat dan penuh sinar mentari. Sementara itu, ada pendapat lain yang mengatakan bahwa lingkaran Adven belum digunakan sampai abad XIX.Penelitian Profesor Haemig dari Seminari Lutheran Santo Paulus menyatakan bahwa Johann Hinrich Wichern (1808-1881), pendeta Protestan di Jerman dan perintis pekerjaan misi di tengah kaum miskin sebagai penemu Lingkaran Adven modern. Selama Masa Adven, anak-anak di sekolah misi Rauhes Haus, yang didirikan oleh Wichern di Hamburg, bertanya setiap hari kapan Natal datang. Pada tahun 1839, ia membangun cincin kayu (dari roda kereta kuda yang sudah tua) yang diisi 20 lilin merah kecil dan 4 lilin putih besar. Sebuah lilin kecil dinyatakan secara berurutan setiap hari selama masa Adven. Tradisi ini pun mengakar di berbagai gereja Protestan di Jerman dan kemudian membuat mereka pun melakukan tradisi yang sama dengan cara membangun lingkaran yang lebih kecil dengan 4 lilin seperti yang dikenal sekarang. Gereja Katolik Roma pun mengadopsi tradisi ini pada tahun 1920-an. Pada tahun 1930-1n, kebiasaan ini menyebar di Amerika Utara. Penelitian Profesor Haemig juga menengarai bahwa kebiasaan ini belum sampai di Amerika Serikat sampai tahun 1930-an dan juga belum dipraktekkan oleh para imigran Jerman dari aliran Lutheran.Beberapa aliran Ortodox juga mengadopsi kebiasaan ini dengan menempatkan 6 lilin. Di gereja-gereja Protestan, lilin yang digunakan berwarna merah karena melambangkan warna yang dipakai dalam hiasan Natal. Warna biru juga menjadi alternatif dalam lingkaran Adven, terutama bagi gereja Anglikan dan Lutheran. Warna biru melambangkan harapan dan penantian yang juga menjadi inti masa Adven. Dalam Gereja Katolik, warna lilin yang digunakan adalah ungu dan merah muda. 
Gereja Katolik memberikan berbagai makna dalam lingkaran Adven tersebut. Penjelasan mengenai lingkaran Adven tersebut dapat kita lihat dalam beberapa hal berikut: Pertama, karangan tersebut selalu berbentuk lingkaran. Lingkaran tidak mempunyai awal dan tidak mempunyai akhir. Maka, lingkaran melambangkan Tuhan yang abadi, tanpa awal dan akhir. Kedua, Lingkaran Adven dihiasi daun-daun evergreen yang biasanya diwakili dengan daun pinus atau cemara. Dahan-dahan evergreen yang senantiasa hijau melambangkan senantiasa hidup. Evergreen melambangkan Kristus, yang mati namun hidup kembali untuk selamanya. Evergreen juga melambangkan keabadian jiwa kita. Kristus datang ke dunia untuk memberikan kehidupan yang tanpa akhir bagi kita. Tampak tersembul di antara daun-daun evergreen yang hijau adalah buah-buah beri merah. Buah-buah itu serupa tetesan-tetesan darah, lambang darah yang dicurahkan oleh Kristus demi umat manusia. Buah-buah itu mengingatkan kita bahwa Kristus datang ke dunia untuk wafat bagi kita dan dengan demikian menebus kita. Oleh karena Darah-Nya yang tercurah itu, kita beroleh hidup yang kekal. Ketiga, empat batang lilin diletakkan sekeliling Lingkaran Adven, tiga lilin berwarna ungu dan yang lain berwarna merah muda. Lilin-lilin itu melambangkan keempat minggu dalam Masa Adven, yaitu masa persiapan kita menyambut Natal. Setiap hari, dalam bacaan Liturgi Perjanjian Lama dikisahkan tentang penantian bangsa Yahudi akan datangnya Sang Mesias, sementara dalam Perjanjian Baru mulai diperkenalkan tokoh-tokoh yang berperan dalam Kisah Natal. Pada awal Masa Adven, sebatang lilin dinyalakan, kemudian setiap minggu berikutnya lilin lain mulai dinyalakan.  Dalam perayaan liturgi, yang menyalakan lilin Adven adalah pemimpin liturgi. Seiring dengan bertambah terangnya Lingkaran Adven setiap minggu dengan bertambah banyaknya lilin yang dinyalakan, kita pun diingatkan bahwa kelahiran Sang Terang Dunia semakin dekat. Lilin itu membuat hati kita semakin menyala dalam kasih kepada Bayi Yesus. Keempat, warna-warni keempat lilin juga memiliki makna tersendiri. Lilin ungu sebagai lambang pertobatan. Warna ungu mengingatkan kita bahwa Adven adalah masa di mana kita mempersiapkan jiwa kita untuk menerima Kristus pada Hari Natal. Lilin merah muda dinyalakan pada Hari Minggu Adven III yang disebut Minggu “Gaudete”. “Gaudete” adalah bahasa Latin yang berarti “sukacita”, melambangkan adanya sukacita di tengah masa pertobatan karena sukacita Natal hampir tiba. Warna merah muda dibuat dengan mencampurkan warna ungu dengan putih. Artinya, seolah-olah sukacita yang kita alami pada Hari Natal (yang dilambangkan dengan warna putih) sudah tidak tertahankan lagi dalam masa pertobatan ini (ungu) dan sedikit meledak dalam Masa Adven. Pada Hari Natal, keempat lilin tersebut digantikan dengan lilin-lilin putih yang melambangkan bahwa masa persiapan kita telah usai dan kita masuk dalam sukacita yang besar. Kelima, pada kaki setiap lilin atau pada kaki Lingkaran Adven, ditempatkan sebuah mangkuk berwarna biru. Warna biru mengingatkan kita pada Bunda Maria, Bunda Allah, yang mengandung-Nya di dalam rahimnya serta melahirkan-Nya ke dunia pada hari Natal.
Lingkaran Adven diletakkan secara menyolok di gereja. Keluarga-keluarga sebaiknya memasang Lingkaran Adven yang lebih kecil di rumah mereka. Lingkaran Adven kecil ini mengingatkan mereka akan Lingkaran Adven di Gereja dan dengan demikian mengingatkan hubungan antara mereka dengan Gereja. Lilin dinyalakan pada saat doa atau makan bersama. Berdoa bersama sekeliling meja makan mengingatkan mereka akan meja perjamuan Tuhan di mana mereka berkumpul bersama setiap minggu untuk merayakan perjamuan Ekaristi - santapan dari Tuhan bagi jiwa kita.
Masa Adven bukanlah sekedar atribut saja. Masa Adven mengingatkan kita akan perlunya persiapan jiwa sehingga kita dapat sepenuhnya ambil bagian dalam sukacita besar Kelahiran Kristus, Putera Allah, yang telah memberikan Diri-Nya bagi kita agar kita beroleh hidup yang kekal. Oleh karena itu, di Masa Adven ini, marilah kita berharap dengan berseru seperti yang dicanangkan oleh pesan Natal bersama PGI dan KWI, “Datanglah ya Raja Damai!” (bdk. Yes 9:5).

Jumat, 29 November 2013

Tiga Misteri Iman Akhirat: Surga, Neraka, dan Api Penyucian

Berbicara Mengenai Surga, Neraka dan Api Penyucian
Sekolah Iman di Ruang Podjok bulan November 2013 ini akan membahas tentang seputar kehidupan setelah kematian. Mengapa? Karena bulan November adalah bulan yang dikhususkan oleh Gereja sebagai bulan arwah. Di bulan ini, Gereja mengajak kita semua untuk mengingat orang-orang yang telah mendahului dipanggil oleh Tuhan. Hidup setelah kematian memang selalu menjadi misteri bagi manusia. Namun, tidak ada salahnya kita pun kemudian berusaha untuk mendekati misteri itu. Atas dasar inilah, Sekolah Iman Ruang Podjok bulan ini bicara mengenai surga, neraka, dan api penyucian. Dalam kehidupan sehari-hari, kita mengenal berbagai macam misteri. Kata “misteri” selalu dikaitkan dengan sebuah hal yang belum dapat kita pahami secara penuh dan lengkap. Ketika kita ingin menjelaskan sebuah misteri, tidak akan ada penjelasan yang dapat memadai dan lengkap. Ada banyak misteri yang dimiliki oleh Gereja Katolik. Berbagai misteri itu tersimpan dalam harta kekayaan iman Gereja yang sering diistilahkan dengan depositum fidei.Gereja memiliki berbagai penjelasan resmi mengenai berbagai misteri iman dalam sebuah buku yang disebut Katekismus Gereja Katolik. Selain katekismus, Gereja Katolik juga memiliki berbagai ajaran resmi yang disampaikan melalui terbitan-terbitan lain maupun ulasan dari para teolog. Yang akan kita bicarakan hari ini adalah tiga misteri iman yang berkenaan dengan akhir hidup manusia. Tiga misteri iman itu adalah SURGA, NERAKA, dan API PENYUCIAN. Tidak ada yang bisa menjelaskan ketiga hal itu secara pasti. Namun, kita akan mencoba mendekatinya melalui pemahaman kita.


Surga: Kesatuan Sempurna dengan Allah
Ketika kecil, mungkin orangtua kita memberitahu bahwa letak surga itu ada di atas. Namun, sampai sekarang, tidak ada orang yang secara pasti mengetahui letak surga. Juga, tidak ada yang mengetahui bagaimana bentuk dan rupa surga itu. Berbagai gambaran yang ada mengenai surga selalu berupa KIASAN. Mengapa? Karena tidak ada orang yang betul-betul memahami bagaimana surga itu sesungguhnya. Oleh karena itu, kita akan memahami surga seturut yang disampaikan oleh Kitab Suci.
Kitab Suci menyatakan beberapa kutipan. Paulus mengatakan, “Bila kemah kediaman kita di bumi telah dibongkar, Allah menyediakan bagi kita suatu tempat kediaman di surga” (2 Kor 5:1) dan “Kewargaan kita ada di surga, dan dari situ juga kita menantikan Tuhan Yesus Kristus sebagai Juru Selamat, yang akan mengubah tubuh kita yang hina ini sehingga menjadi serupa dengan tubuhNya yang mulia” (Flp 3:20-21). Dari beberapa kutipan Kitab Suci itu, kita dapat menyimpulkan bahwa surga merupakan tempat bersemayamnya Allah dan situasi kebersatuan dengan Allah. Apapun gambarannya, yang menjadi pokok berkenaan dengan surga adalah Allah dan kesatuan denganNya.Pertanyaan yang kiranya bisa diajukan kemudian adalah “bagaimana mencapai surga?” Yesus berkata, “Tidak ada seorangpun datang kepada Bapa kalau tidak melalui Aku” (Yoh 14:6). Ia pun berjanji “akan datang kembali dan membawa kamu ke tempatKu supaya di tempat di mana Aku berada, kamu pun berada” (Yoh 14:3). Iman Katolik menyatakan bahwa satu-satunya jalan menuju surga adalah melalui Yesus. Oleh karena itu, kita harus meneladan Yesus.


Neraka: Keterpisahan dengan Allah
Setelah mencoba memahami tentang surga, kita akan mencoba memahami tentang neraka. Neraka harus dimengerti sebagai lawan dari surga. Karena surga merupakan kesatuan sempurna dengan Allah, neraka pun berarti keterpisahan dari Allah. Tidak ada juga orang yang bisa mengerti sepenuhnya mengenai neraka. Semua itu hanya berupa bahasa kiasan saja. Gambaran mengenai api yang menyala-nyala dan berbagai macam siksaan yang menimpa manusia yang masuk neraka juga bersifat kiasan.Kitab Suci menyatakan demikian, “Lalu setan-setan itu memohon kepada Yesus supaya Ia jangan memerintahkan mereka masuk ke dalam jurang maut” (Luk 8:31) dan “Semua akan dicampakkan ke dalam dapur api; di sanalah akan terdapat ratapan dan kertak gigi” (Mat 13:42). Dari beberapa kutipan tersebut, kita dapat membayangkan bahwa neraka adalah tempat yang sangat tidak membahagiakan. Mengapa? Karena manusia hidup dalam keterpisahan dengan Allah. Tanpa Allah manusia tidak dapat hidup bahagia. Di dunia ini, mungkin ada yang merasa tidak membutuhkan Allah, tetapi bila manusia sudah mengenal dirinya dengan baik, ia merasakan dan mengalami bahwa hidup tanpa Allah sama saja dengan maut. Maka, jelaslah bahwa keterpisahan dari Allah berarti maut.Lalu, bagaimana kita dapat menghindari neraka? Ketika ditanya mengenai siapa saja yang dapat diselamatkan, Yesus bersabda, “Berjuanglah untuk masuk melalui pintu yang sesak” (Luk 13:24). Ajaran iman menyatakan bahwa neraka dapat dihindari jika kita berjuang sekuat tenaga untuk melakukan hal-hal yang baik. Hal baik sulit dilakukan karena manusia cenderung menyukai sesuatu yang menyenangkan dan mudah. Padahal hal baik itu seringkali tidak menyenangkan dan tidak mudah. 


Api Penyucian: Pemurnian Terakhir
Setelah mencoba memahami surga dan neraka, kita kemudian akan masuk pada misteri iman yang ketiga yaitu api penyucian. Kebanyakan orang Katolik menganggap bahwa ada tiga pintu, yaitu surga, neraka dan api penyucian. Api penyucian dianggap sebagai pintu yang ‘normal”. Dalam bahasa resmi Gereja, sebenarnya tidak ada istilah “api penyucian”, namun hanya penyucian saja (Istilah resminya adalah purgatorium).  Istilah api dilekatkan karena biasanya api memang digunakan untuk membuat sesuatu steril atau murni sehingga dapat digunakan secara sempurna.
Keyakinan tentang api penyucian tidak secara eksplisit diungkapkan dalam Kitab Suci. Beberapa ayat yang menjadi indikasi adanya iman tentang api penyucian dapat dilihat dalam kutipan 2 Mak 12:38-45, Mat 21:31, dan 2 Tim 1:18. Dalam kitab Makabe, doa untuk keselamatan para prajurit yang gugur dimungkinkan karena mereka belum masuk ke surga, tetapi juga tidak masuk neraka. Kurban silih untuk orang-orang mati itu dilakukan “supaya mereka dibebaskan dari dosa-dosanya” (2 Mak 12:45). Yesus mengatakan tentang “sunia yang akan datang” (Mat 21:31). Inilah yang dimaksud dengan api penyucian. Paulus juga menyinggung tentang api penyucian, “Kiranya Tuhan menunjukkan rahmatNya kepadanya ada hariNya” (2 Tim 1:18). Ajaran tentang api penyucian salah satunya diungkapkan oleh Santo Isidorus dari Sevilla. Ia menyatakan, “beberapa dosa akan diampuni dan dimurnikan oleh api penyucian” Dari kutipan tersebut, kita bisa melihat bahwa api penyucian merupakan tahap terakhir dalam proses pemurnian pada perjalanan kepada Allah. Saat kematian, manusia melihat dirinya sendiri dalam keadaan yang sesungguhnya. Kematian merupakan penyerahan diri sepenuhnya kepada Allah. Oleh karena itu, segala ketidakmurnian yang ada pada diri manusia merupakan ketidakcocokan yang menyakitkan. Dalam hal ini, manusia pun memerlukan proses pemurnian.


Kita Berada dalam Gereja yang Masih Berziarah Menuju Keselamatan Abadi
Tiga misteri iman yang telah kita dalami ini ada dalam Gereja Katolik. Gereja Katolik yang menaungi kita ini merupakan Gereja yang masih ada dalam perjalanan. Dalam perjalanan ini, Gereja masih mengalami jatuh bangun dan berjuang bersama untuk menuju pada kepenuhan keselamatan kerajaan Allah. Dalam peziarahan itu, kita semua bersama-sama menghidupkan pengharapan akan keselamatan Kerajaan Allah. Karena itu, Santo Paulus mengatakan, “Sekarang kita melihat suatu gambaran yang samar-samar, tetapi nanti kita akan melihat muka dengan muka” (1 Kor 13:12). Semua hal yang dilakukan oleh manusia di dunia ini mengandung tujuan pula untuk menyelamatkan dirinya sendiri. Yang ingin dicapai oleh manusia adalah keselamatan kekal. Inilah yang diupayakan melalui segala aktivitas yang dilakukan manusia.



Senin, 30 September 2013

Berjalan dalam Terang Firman Tuhan


Bapa Suci Benediktus XVI mencanangkan tanggal 11 Oktober 2012 sampai dengan 24 November 2013 sebagai Tahun Iman. Dalam Surat Apostolik Porta Fidei (Pintu Kepada Iman) Bapa Suci mengajak seluruh umat Katolik untuk menggali kembali dan menghayati kekayaan iman yang dimiliki oleh Gereja. Selama Bulan September 2013, yang selama ini ditetapkan sebagai Bulan Kitab Suci, kita diajak untuk mendalami kekayaan iman itu. Tema besar yang diangkat dalam BKSN kali ini adalah “FirmanMu adalah terang bagi langkahku” (Mzm 119:105). Tema besar itu dijabarkan menjadi sub-sub tema kecil yang berfokus pada refleksi atas tokoh-tokoh Kitab Suci. Dua tokoh iman dari Perjanjian Lama: Abraham dan Musa. Dua tokoh dari Perjanjian Baru: Bunda Maria dan Para Rasul. Tujuan dari pendalaman ialah supaya Firman Tuhan menjadi pedoman kita untuk menjadi semakin dekat dengan Sang Sumber hidup yaitu Allah dalam diri Yesus.
Metode yang ditawarkan oleh Komisi Kitab Suci KAS adalah Lectio Divina (Pembacaan Ilahi). Tetapi dibuka kemungkinan bagi para pemandu dan peserta pendalaman, untuk membuat kreasi yang tujuannya agar bahan pendalaman dapat dipahami dan direnungkan dengan lebih mudah dan mengena pada sasaran. Dei Verbum 25 menyatakan bahwa Konsili suci mendesak dengan sangat dan istimewa semua orang beriman, terutama para religius, supaya dengan seringkali membaca kitab-kitab ilahi memperoleh "pengertian yang mulia akan Yesus Kristus" (Flp 3:8). Namun hendaklah mereka ingat, bahwa doa harus menyertai pembacaan Kitab Suci, supaya terwujudlah wawancara antara Allah dan manusia. Sebab "kita berbicara dengan-Nya bila berdoa; kita mendengarkan-Nya bila membaca amanat-amanat ilahi".
Pada hari Kaum Muda Sedunia 9 April 2006, Bapa Suci Benediktus XVI berpesan agar kaum muda akrab dengan Alkitab. Dengan membacanya, mereka belajar untuk mengenal Kristus dengan cara Lectio Divina. Lectio Divina secara harafiah berarti Pembacaan ilahi. Pembacaan Kitab Suci yang direnungkan ini memiliki tujuan berdoa dari Kitab Suci dan hidup dari Sabda Allah.
Ada 6 langkah melakukan Lectio Divina:
1.      Lectio: membaca dan membaca kembali sebuah perikop dari Kitab Suci dan mengambil unsur-unsur utamanya,
2.      Meditatio: refleksi batin di mana jiwa berpaling kepada Allah dan berusaha memahami apa yang dikatakan oleh Sabda-Nya kepada kita sekarang. 
3.      Oratio: berbicara kepada Allah secara langsung.   
4.      Contemplatio: hati penuh perhatian pada kehadiran Kristus, yang Sabda-Nya bagaikan “pelita yang bercahaya di tempat yang gelap…” (2 Ptr 1:19).
5.      Actio: Membaca, mempelajari, dan merenungkan Sabda harus mengalir ke dalam kehidupan selalu setia pada Kristus dan ajaranNya.
Adapun penjelasan masing-masing tahap adalah sebagai berikut:
LECTIO dilakukan melalui aktivitas membaca teks untuk memahami apa yang dikatakan oleh teks.
MEDITATIO bertujuan untuk menemukan arti teks dan menerapkannya pada diri sendiri. Dengan hening, mata terpejam, kita diajak untuk merenung melalui 1) membayangkan peristiwa yang diceritakan/ mengingat kembali isi teks; 2) mencari: “Pesan apa yang saya pelajari dari Firman yang baru direnungkan?” dan “Apa peran pesan itu bagi saya?”, misalnya: mengingatkan, menegur, menguatkan, menghibur. Setelah merenung, kita diajak berbagi pesan dengan orang lain. Yang dibagikan adalah pesan teks untuk diri saya dan peran dari pesan itu untuk saya.
ORATIO terwujud melalui doa yang digerakkan dan diilhami oleh Firman serta merupakan tanggapan saya atas Firman yang baru saya dengarkan. Bagian ini bisa ditutup dengan “Bapa Kami”
CONTEMPLATIO berarti hidup di hadirat Allah. Melalui tahap ini, kita diajak selalu menyadari bahwa Allah selalu bersama saya dan Sabda-Nya menggema di dalam diri saya
ACTIO dilakukan untuk melaksanakan firman Allah yang telah didengarkan. Dengan demikian, setelah membaca atau mendengarkan, merenungkan, berdoa, dan menghayati Firman, kita diajak untuk menjalani hidup sesuai kehendak Allah.
Dalam Lectio Divina, ada pembagian pelaksanaan tahapan. Dalam pertemuan dilakukan tahap Lectio, Meditatio, dan Oratio. Dalam kehidupan, dilaksanakan tahap Contemplatio dan Actio.
Tahun ini, Lectio Divina Bulan Kitab Suci ingin mendalami tentang Abraham, Musa, Maria, dan Para Rasul. Mengapa dipilih tokoh? Kiranya jawaban yang menarik dapat kita lihat dari kutipan berikut: ”bagi Gereja, upaya pertama mewartakan Injil ialah kesaksian hidup otentik Kristiani, dalam penyerahan diri kepada Allah, dalam persekutuan yang pantang dihancurkan, dan sekaligus dalam komitmen kepada sesama dengan semangat tanpa batas. Seperti baru-baru ini kami sampaikan kepada sejumlah ahli hukum: ”Manusia modern lebih suka mendengarkan saksi-saksi daripada guru-guru, dan kalau ia mendengarkan guru-guru, itu karena mereka saksi”. Santo Petrus mengungkapkannya dengan tepat, ketika ia mengutarakan teladan hidup saleh dan murni, yang bahkan tanpa kata-kata pun menarik mereka yang tidak mau mematuhi sabda. Oleh karena itu terutama melalui perilaku dan corak hidupnyalah Gereja akan mewartakan Injil kepada dunia; dengan kata lain, melalui kesaksiannya yang hidup akan kesetiaan terhadap  Tuhan Yesus-kesaksian kemiskinan dan sikap lepas-bebas, kesaksian kebebasan menghadapi berbagai kekuasaan dunia ini, pendek kata, kesaksian kekudusan” (EN 41)

Berikut ini adalah ulasan singkat masing-masing tokohnya.

ABRAHAM, BAPA TELADAN KAUM BERIMAN (Kej 22:1-19)
Abraham dipanggil untuk menjadi Bapa bangsa. Panggilan dan janji Allah kepada Abraham adalah Tanah, Keturunan, Berkat. Usia Abraham sudah 75 tahun ketika dipanggil. Dia taat akan panggilan Allah yang disertai dengan janji.Isi janji yang diulang: "Pandanglah sekelilingmu dan lihatlah dari tempat engkau berdiri itu ke timur dan barat, utara dan selatan, sebab seluruh negeri yang kaulihat itu akan Kuberikan kepadamu dan kepada keturunanmu untuk selama-lamanya. Dan Aku akan menjadikan keturunanmu seperti debu tanah banyaknya, sehingga, jika seandainya ada yang dapat menghitung debu tanah, keturunanmupun akan dapat dihitung juga. Bersiaplah, jalanilah negeri itu menurut panjang dan lebarnya, sebab kepadamulah akan Kuberikan negeri itu.“  (Kej 13:14-17)
Abraham berani melepaskan jaminan konkrit: perlindungan dari keluarga dan suku. Berani mengandalkan Tuhan yang memberikan janji: tanah, keturunan dan berkat. Abraham teguh percaya. Kej 12:10-20 menunjukkan dalam sukar dan takut  Abraham gagal percaya pada Tuhan. Ketika terjadi kelaparan di Mesir Sara diminta mengaku sebagai adiknya.  Supaya diperistri Firaun dan Abraham mendapat kambing domba, lembu sapi, keledai jantan, dll. Kej 15:1-6 menunjukkan iman Abraham yang kuat kembali,  Setelah Tuhan mengulangi janji akan memberikan keturunan. Kej 16:1-4a iman Abraham lemah kembali.  Atas saran Sarai, Abraham mengambil Hagar hambanya, dan melahirkan Ismael. Kej 17: 15-19 Tuhan mengulangi janjinya lagi untuk memberikan keturunan.  Dan sekali lagi Abraham percaya. Kepercayaan kepada Tuhan membuahkan hasil.  Ishak lahir. Tuhan benar-benar menepati janji-Nya (Kej 21). Kej 22 Tuhan yang  memberi keturunan kini meminta Abraham mengurbankannya. Tapi iman Abraham sudah semakin mantab Ia teguh percaya pada Tuhan.
Berbagai peristiwa mengancam Abraham dan mencobai ketekunan imannya. Allah selalu melindungi dan memberi jalan keluar atas kesulitan Abraham.Abraham menjadi berkat. Abraham menjadi teladan iman.
Pencobaan iman Abraham membuatnya jatuh-bangun,  percaya-tidak percaya, mantap- ragu. Tetapi dengan pencobaan itu Iman abraham makin kuat.  Dan Abraham menjadi mengerti bahwa Allah itu Maha Kuasa dan setia. Tindakan Abraham ini telah menyadarkan kita bahwa beriman itu proses.  Dengan beriman tidak dengan sendirinya hidup menjadi mudah. Tetapi Tuhan selalu mendampingi dan setia.

MUSA, PEMBEBAS DAN PEMIMPIN BANGSA (Kel 17:1-7)
Sejak lahir telah kelihatan bahwa Allah memilih Musa. Kehidupan di istana Firaun tidak menghilangkan niatnya untuk kembali kepada bangsanya. Musa pergi ke tanah Midian untuk menghindari kemarahan Firaun. Musa dipanggil untuk kembali ke Mesir dan membawa bangsanya keluar dri Mesir.
Musa dipanggil ketika sedang menggembala domba. Pada awalnya Musa keberatan untuk menerima panggilan Tuhan karena merasa tidak mampu. Tuhan memaksanya untuk menaati perintah itu lewat berbagai jaminan dan bukti. Keberatan Musa tampak dalam beberapa hal berikut ini:
"Siapakah aku ini, maka aku yang akan menghadap Firaun dan membawa orang Israel keluar dari Mesir?”
"Tetapi apabila aku mendapatkan orang Israel dan berkata kepada mereka: Allah nenek moyangmu telah mengutus aku kepadamu, dan mereka bertanya kepadaku: bagaimana tentang nama-Nya? apakah yang harus kujawab kepada mereka?"
 "Bagaimana jika mereka (orang Mesir) tidak percaya kepadaku dan tidak mendengarkan perkataanku, melainkan berkata: TUHAN tidak menampakkan diri kepadamu?”
 "Ah, Tuhan, aku ini tidak pandai bicara, dahulupun tidak dan sejak Engkau berfirman kepada hamba-Mupun tidak, sebab aku berat mulut dan berat lidah.”
 "Ah, Tuhan, utuslah kiranya siapa saja yang patut Kauutus."
Musa berhasil membebaskan bangsanya dari Mesir. Dalam perjalanan pembebasan itu, ia belajar menjadi pemimpin. Ia menjadi penengah antara kehendak Tuhan dan kekerasan hati bangsanya. Ia mengalami banyak tantangan untuk membangun jati diri bangsa sebagai umat pilihan. Akhirnya, ia menjadi pemimpin yang sabar dan lembut hati.
Tuhan selalu mendampingi Musa sejak kelahirannya. Episode Midian adalah episode persiapan untuk diutus: dari gembala domba sampai ke gembala bangsa. Musa diajak merumuskan Perjanjian Sinai. Berbagai reaksi melawan Musa dapat dihadapi berkat campur tangan Tuhan.
Pengalaman Musa menunjukkan“ Tidak ada yang mustahil bagi orang yang percaya.”  Tuhan  mengingatkan kita untuk selalu percaya  dalam segala rencana Tuhan dalam hidup kita.

MARIA, IBU YANG SETIA SAMPAI AKHIR (Yoh 19:23-30)
Maria dipanggil ketika masih gadis remaja, berusia sekitar 15 tahun. Tidak ada penolakan. Maria taat sebagai hamba Tuhan: “Terjadilah kehendak-Mu. Panggilan adalah sungguh inisiatif yang datang dari Tuhan. Manusia menaati kehendak-Nya dengan penuh iman.
Kitab Suci menuliskan panggilan Tuhan kepada Maria sebagai berikut:
26 Dalam bulan yang keenam Allah menyuruh malaikat Gabriel pergi ke sebuah kota di Galilea bernama Nazaret, 27 kepada seorang perawan yang bertunangan dengan seorang bernama Yusuf dari keluarga Daud; nama perawan itu Maria. 28 Ketika malaikat itu masuk ke rumah Maria, ia berkata: "Salam, hai engkau yang dikaruniai, Tuhan menyertai engkau.“ 29 Maria terkejut mendengar perkataan itu, lalu bertanya di dalam hatinya, apakah arti salam itu. "Jangan takut, hai Maria, sebab engkau beroleh kasih karunia di hadapan Allah. 31 Sesungguhnya engkau akan mengandung dan akan melahirkan seorang anak laki-laki dan hendaklah engkau menamai Dia Yesus. 32 Ia akan menjadi besar dan akan disebut Anak Allah Yang Mahatinggi. Dan Tuhan Allah akan mengaruniakan kepada-Nya takhta Daud, bapa leluhur-Nya,33 dan Ia akan menjadi raja atas kaum keturunan Yakub sampai selama-lamanya dan Kerajaan-Nya tidak akan berkesudahan."
Terhadap panggilan itu, Kitab Suci mencatat tanggapan atas panggilan itu sebagai berikut:
34 Kata Maria kepada malaikat itu: "Bagaimana hal itu mungkin terjadi, karena aku belum bersuami?“ 35 Jawab malaikat itu kepadanya: "Roh Kudus akan turun atasmu dan kuasa Allah Yang Mahatinggi akan menaungi engkau; sebab itu anak yang akan kaulahirkan itu akan disebut kudus, Anak Allah. 36 Dan sesungguhnya, Elisabet, sanakmu itu, iapun sedang mengandung seorang anak laki-laki pada hari tuanya dan inilah bulan yang keenam bagi dia, yang disebut mandul itu.  37 Sebab bagi Allah tidak ada yang mustahil.“ 38 Kata Maria: "Sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan; jadilah padaku menurut perkataanmu itu." Lalu malaikat itu meninggalkan dia.
Dalam menghayati panggilan itu, Maria berjuang melewati banyak peristiwa antara lain: mengunjungi Elisabet, kelahiran Yesus, mendengarkan nubuat Simeon, digelisahkan akan kehilangan Yesus di Bait Allah, “tidak dianggap sebagai orang dekat Yesus” pada karya publik Yesus, menerima kematian Yesus, dan bersama para rasul menantikan kedatangan Roh Kudus.
Dalam hidup kita, Maria kita terima sebagai teladan dalam iman, pengantara doa, pengungsian di kala duka, pelindung terhadap godaan, penolong, dan Bunda pengantara rahmat
Wafat Yesus di salib menjadi wujud cinta Tuhan yang total sehabis-habisnya. Salib bukan tanda kekalahan tetapi penyerahan diri. Hal ini menyadarkan bahwa Tuhan mencintai kita. Kita bangga menjadi pengikut Kristus dan menjadi orang katolik.  Sudah seharusnya, kita tidak takut membuat tanda Salib karena itu adalah tanda kemenangan kita.

DUA BELAS MURID, PARA UTUSAN YANG HANDAL (Luk 24:36-52)
Yesus memanggil mereka dengan cara datang kepada mereka. Para murid diutus untuk: menjala manusia, melakukan berbagai karya keselamatan, menjadikan semua orang murid Yesus.
Para murid meninggalkan segalanya dan mengikuti Yesus. Mereka berjuang melawan segala hal yang tidak sesuai dengan panggilan. Mereka berjuang untuk memahami: “Siapakah Yesus?” Mereka pun menjadi takut di sekitar peristiwa wafat dan kebangkitan Yesus. Namun, dengan berani mewartakan Injil karena Roh Kudus.
Para murid meninggalkan kemapanan duniawi untuk memenuhi panggilan sorgawi. Mereka ikut serta dalam suka duka Yesus. Iman mereka tergoncang ketika Yesus disalibkan. Kebangkitan Yesus mengembirakan hati mereka namun mereka masih “kebingungan dan kehilangan orientasi”. Akhirnya, mereka dipenuhi Roh Kudus sebagai utusan.
Pada awalnya para rasul selalu bersama Yesus, mengikuti Dia ke manapun Dia pergi. Mereka dibimbing untuk semakin mengenal Yesus dan karya misi-Nya di dunia yang berakhir dengan wafat dan kebangkitan. Mereka mewartakan Injil ke mana-mana dan menghadapi berbagai ancaman. Pendampingan Tuhan selama perutusan untuk mewartakan Injil.
Para murid diutus mewartakan Injil. Kita sebagai murid Yesus juga disadarkan untuk mewartakan Injil. Mewartakan Injil tidak selalu harus berkotbah kemana-mana, tetapi mewartakan Injil dengan cara yang paling sederhana dilakukan melalui kesaksian akan hidup yang baik.

Keempat tokoh ini menyampaikan pesan bahwa mereka telah lebih dulu mencoba berjalan dalam terang Firman Tuhan. Mereka pun manusia biasa. Mereka telah membuktikan bahwa mereka bisa mengandalkan Tuhan. Sebagai manusia biasa dan wajar, mari kita mencoba berjalan dalam terang Firman Tuhan.

Gambar diambil dari:
http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/4/4f/Rembrandt_Harmensz._van_Rijn_035.jpg;
http://www.12apostoles.com/jesusviveenlacasadeallado/wp-content/uploads/2011/03/Moises-Masa-y-Meriba.jpg;
http://jamestabor.com/wp-content/uploads/2012/08/MaryAtFootOfCross.jpg; http://www.catholicjournal.us/wp-content/uploads/LastSupper11.jpg