Senin, 23 Desember 2013

Keluarga, Sekolah, Lingkungan, dan Paroki Dipanggil Menjadi Komunitas Kateketis


Iman yang Mendalam dan Tangguh tampaknya menjadi cita-cita besar yang ingin dicapai oleh Keuskupan Agung Semarang pada tahun 2013 ini. Satu kesadaran baru yang akan terus dikembangkan oleh Keuskupan Agung Semarang dalam rangka mewujudkan iman mendalam dan tangguh adalah perlunya pembinaan iman yang terus-menerus. Dewan Karya Pastoral Keuskupan Agung Semarang telah mengadakan sebuah studi dengan tema Formatio Iman bagi Anak, Remaja dan Orang Muda. Juga telah diadakan studi bersama mengenai Katekese Total dan Integral dalam rangka Formatio Iman. Dari hasil studi itu, direkomendasikan untuk membuat formatio iman secara berjenjang, mulai dari keluarga, anak, remaja, orang muda dan orang dewasa. Formatio iman ini bukan garapan satu kelompok saja tetapi merupakan usaha bersama yang melibatkan keluarga, sekolah dan paroki. Kelompok-kelompok itu merupakan promotor terbentuknya formatio iman dalam setiap jenjang. Inilah dasar pemikiran yang melatarbelakangi tema pertemuan Adven tahun 2013 ini.
Dalam empat kali pertemuan Adven yang telah kita lalui, kita diajak untuk mengembangkan iman itu melalui keluarga, sekolah, lingkungan dan paroki. Iman mendalam dan tangguh itulah yang diarah. Iman Mendalam berarti iman yang sungguh dewasa dan matang dalam pemahaman, pengertian atau pengetahuan tentang imannya serta sungguh dewasa dan matang dalam kebijaksanaan penghayatan imannya di hidup keseharian baik secara pribadi, di tengah keluarga, paguyuban ataupun masyarakat. Segala perilaku kehidupannya terinpirasi dan termotivasi oleh imannya. Iman yang Tangguh berarti iman yang sungguh kuat, tak terpengaruh oleh apapun dan siapapapun sampai kapanpun dalam keadaan bagaimana­pun. Iman menjadi sesuatu yang diyakini, jalan hidup, karakter­, dan jalan keselamatan satu-satunya.
Mengapa kita harus “beriman mendalam dan tangguh”? Kita hidup di dunia ini dalam keberagaman dan perbedaan merupakan hal biasa meskipun tidak semua bisa menerima perbedaan. Banyak paham, keyakinan, kepercayaan, atau agama menebar pengaruh lewat caranya masing-masing. Begitu banyak godaan dan tawaran yang menggiurkan, baik melalui harta benda, jabatan, karier, pekerjaan, lawan jenis yang sungguh menguji dan menantang iman seseorang. Kita hidup di tengah fakta kehidupan yang nyata dimana korupsi, kolusi dan nepotisme masih begitu mewarnai kehidupan. Keadilan, kesejahteraan, kedamaian masih jauh dari harapan dan masih harus terus menerus diperjuangkan bersama dengan tekun. Dengan iman yang mendalam dan tangguh, umat beriman diharapkan siap berdialog dengan situasi yang ada di sekitarnya. Iman yang mendalam dan tangguh menjadi modal dasar bagi Gereja – melalui umat beriman - untuk berkiprah di kancah kehidupan bermasyarakat sehingga Gereja menjadi signifikan dan relevan. Inilah pentingnya membina iman.
Pembinaan iman dalam Gereja Katolik selalu dimulai dari keluarga. Keluarga adalah basis yang paling dasar dalam hidup beriman. Maka, Gereja memiliki hari yang khusus untuk menghormati dan menempatkan keluarga pada derajat yang tinggi melalui Hari Raya Keluarga Kudus yang diperingati pada hari Minggu setelah Natal. Keluarga Kudus merupakan kiblat seluruh keluarga Katolik. Dari kisah keluarga kudus, ada 3 hal yang setidaknya dapat kita pelajari:
Pertama, kesediaan Maria dan Yusuf menyambut Yesus menjadi tonggak terwujudnya sejarah keselamatan manusia melalui Yesus Kristus. Meskipun pada awalnya Maria dan Yusuf merasa ragu untuk menyambut Yesus, mereka berdua akhirnya dengan legawa menerima kehadiran Dia yang telah dijanjikan oleh Allah sebagai Juru Selamat dunia (lih Mat 1:19-24 dan Luk 1: 29-38). Keluarga Katolik diajak untuk bersikap seperti Keluarga Kudus yang menyambut Yesus dengan penuh kegembiraan. Artinya, kita diajak menyambut dan menerima iman dengan gembira.
Kedua, Keluarga Kudus mengajarkan bahwa tugas pembinaan iman merupakan tugas yang menuntut pengorbanan. Kepergian Yusuf dan Maria untuk menyingkir ke Mesir dan Nazaret menjadi gambaran konkret mereka untuk memilihkan tempat yang aman dan memungkinkan Yesus tumbuh dan berkembang (lih Mat 2:13-15.16-19). Keluarga Katolik pun diajak untuk melakukan pengorbanan untuk memilihkan tempat-tempat yang aman bagi perkembangan iman seluruh keluarga. Dengan demikian, iman yang berkembang dapat semakin dikembangkan terus-menerus.
Ketiga, Yusuf dan Maria menampakkan sikap hidup yang menyatakan untuk mengembangkan iman dibutuhkan kerjasama dari lingkungan sekitarnya. Hal ini nampak dalam kisah Yesus di Bait Allah. Ketika Yesus hilang dari pengawasan mereka, mereka menyangka bahwa Yesus sudah ikut kaum keluarga dan kenalannya. Namun setelah dicari, ternyata Dia sedang bertanyajawab dengan alim ulama di Bait Allah (lih Luk 2:44-47). Interaksi Yusuf dan Maria terhadap kaum keluarga, kenalan, dan alim ulama ini menunjukkan bahwa keluarga membutuhkan lingkungan sekitarnya untuk mengembangkan iman. Lingkungan, sekolah, dan paroki pun dipanggil untuk membantu keluarga dalam mengembangkan imannya. Setiap komunitas yang ada di sekitar keluarga ini dipanggil menjadi komunitas kateketis, yaitu komunitas yang membimbing seseorang agar hidupnya semakin beriman. Oleh karena itu, lingkungan, sekolah, dan paroki diharapkan dapat melaksanakan tugas untuk membina iman dan bekerjasama dengan keluarga untuk membangun kehidupan iman yang semakin mendalam dan tangguh.
Dari tiga hal yang kita pelajari dari Keluarga Kudus itu, kita dapat merefleksikan bahwa iman berawal dari kesediaan menyambut Tuhan dalam baptisan; menghayati iman melalui doa dan ibadat; menyingkiri segala hal yang bertentangan; dan menghidupi iman dalam tindakan kasih hidup sehari-hari di tengah-tengah sesama.    
Bagaimana kita dapat mewujudkan iman mendalam dan tangguh? Iman yang mendalam dan tangguh diwujudkan pertama-tama dari keluarga dan diwariskan kepada generasi berikutnya. Perwujudan iman mendalam dan tangguh ini kuncinya terletak pada teladan dan pembiasaan. Maka, disini letak pentingnya orangtua atau mereka yang lahir lebih dulu untuk dapat menjadi teladan dan membiasakan nilai-nilai iman pada generasi penerusnya. Iman mendalam dan tangguh menjadi nyata jika kita menjadikan  “Yesus Kristus sebagai sumber inspirasi dan motivasi” dalam setiap langkah hidup yang dipilih. Menjadikan Yesus sebagai sumber inspirasi dan motivasi dapat membuat kita mampu membawa damai, pen­cerahan, manfaat, pertobatan, bagian dari solusi, pengampunan, cinta kasih sejati di hatinya. Ketika ada hal-hal yang membuat kita bingung dan ragu-ragu, kita perlu berdiam sejenak dan mencoba menemukan kehendak Allah dalam situasi itu. Paling sederhana, bertanya, “dalam situasi seperti ini, kira-kira apa yang dilakukan oleh Yesus?”
Dalam membina iman dan mewariskan kepada generasi penerus ini, beruntunglah kita sebagai orang Katolik. Mengapa? Karena seluruh ajaran iman yang diajarkan merupakan ajaran yang satu. Di manapun kita melaksanakan iman kita, ajarannya sama. Maka, dalam Gereja Katolik, yang diajarkan baik dalam keluarga, lingkungan, sekolah, dan paroki merupakan ajaran yang satu dan sama. Kesatuan ajaran inilah yang membuat kita dimudahkan dalam pembinaan iman. Kesatuan ajaran iman itu dimungkinkan karena kita memiliki satu kepemimpinan terpusat di bawah wakil Kristus, pengganti Petrus, yaitu Paus yang bertahta di Vatikan. Beliaulah yang menjadi pucuk pimpinan hirarki Gereja yang menjamin kesatuan ajaran Gereja Katolik di manapun berada. Dengan kesatuan ajaran iman ini, kita seharusnya tidak ragu-ragu untuk memanfaatkan fasilitas-fasilitas yang dapat “mengamankan” iman keluarga kita berupa sekolah Katolik, lingkungan dan paroki. Setiap orang sesuai dengan pertumbuhan hidupnya perlu mendapatkan pendampingan mulai dari anak dan dewasa. Beruntunglah kita karena sejak kecil sampai tua dan di manapun berada kita memiliki satu ajaran iman.

Dalam merenungkan pembinaan iman ini, kita bisa belajar dari Albert Einstein, "Ilmu tanpa agama itu lumpuh dan agama tanpa ilmu itu buta." Seorang tidak bisa beriman dengan mendalam dan tangguh jika tidak bisa menyeimbangkan antara pengetahuan dan agama. Jika seorang hanya beragama namun tidak bisa menyelami dengan benar ajarannya, dia hanya akan menjadi orang yang agamis. Namun, jika seseorang hanya berilmu namun tidak beragama, dia akan menjadi orang yang tidak berperikemanusiaan karena tidak ada kasih di dalamnya. Semua hal ini sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Paus Fransiskus dalam ensiklik Lumen Fidei, Iman bukanlah terang yang menguraikan seluruh kegelapan kita, tetapi sebuah lampu yang menuntun langkah kita di malam hari dan memadai untuk perjalanan. Bagi mereka yang menderita, Allah tidak memberikan argumentasi yang menjelaskan semuanya; sebaliknya, tanggapan-Nya yaitu suatu kehadiran yang menyertai, suatu sejarah kebaikan yang menyentuh setiap kisah penderitaan dan menyingkapkan suatu cahaya terang. Dalam Kristus, Allah sendiri ingin berbagi jalan ini dengan kita dan menawarkan kita tatapan-Nya sehingga kita dapat melihat terang di dalamnya. Kristus adalah pribadi yang, telah mengalami penderitaan, adalah "pembuka jalan dan penyempurna iman kita" (Ibr 12:2)" (LF 57). Semoga melalui pengembangan iman yang  kita lakukan, orang yang melihat kita dapat mengalami dan mengatakan apa yang diungkapkan oleh Paulus yang mensyukuri kehidupan umat yang tumbuh dalam iman dan kasih. Kita diajak untuk tumbuh dalam iman dan kasih agar kita semakin layak hidup di hadapan Allah dalam segala hal. Semoga semua ini menguatkan kita dalam membangun iman bersama dengan keluarga, lingkungan, sekolah, dan paroki. Selamat mempersiapkan Natal. Berkah Dalem.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar