Selasa, 31 Desember 2013

Catatan Akhir Tahun Ruang Podjok


Setahun ini, banyak yang ingin disyukuri di Ruang Podjok. Tahun ini, Ruang Podjok semakin berkembang. Suasana di awal tahun 2013 dipenuhi dengan kesegaran. Cat di Ruang Podjok pun diperbarui. Terima kasih kepada pihak sekolah SMK Negeri 3 Surakarta yang memperhatikan kelangsungan hidup Ruang Podjok sehingga dapat menikmati kesegaran-kesegaran baru. Beberapa catatan telah digoreskan seputar perkembangan Ruang Podjok. Namun, beberapa ada yang terlewat. Catatan akhir tahun ini ingin mengabadikan beberapa hal yang terlewat itu.
Di tahun ini, ada beberapa anggota Ruang Podjok yang menerima sakramen-sakramen dalam Gereja Katolik. Ada dua orang yang menerima Sakramen Komuni Pertama dan ada tiga yang menerima Sakramen Penguatan. Yang menerima Sakramen Komuni Pertama adalah Maria Regina Chintya Nifan Ngeliau di Gereja Santo Antonius Purbayan dan Agustinus Haryanto Robert di Gereja San Inigo Dirjodipuran. Yang menerima Sakramen Penguatan tahun ini adalah Advendiyanto, Fransisca Dea Triastuti, dan Yakobus Bayu Sigit Pamungkas. Ketiganya menerima sakramen itu di Gereja San Inigo Dirjodipuran. Bagi Penjaga Podjok, inilah pelayanan yang bisa dilakukan untuk melanjutkan pembinaan iman melalui Gereja Katolik. Targetnya adalah paling tidak diusahakan para anggota Ruang Podjok sudah menerima Sakramen Penguatan selama bergabung di SMK Negeri 3 Surakarta. Pelayanan penerimaan sakramen-sakramen ini dimungkinkan dengan bekerjasama dengan paroki-paroki tempat asal siswa. Dengan demikian, siswa tidak dicabut dari paroki asalnya tetapi dibantu untuk tetap menerima pembinaan di paroki asal.
Di pertengahan tahun ini, Ruang Podjok juga kembali mendapatkan anggota baru. Anggota baru ini adalah para murid kelas X yang mulai tahun pelajaran ini bergabung dengan SMK Negeri 3 Surakarta. Di tahun ini, Ruang Podjok mendapat 8 anggota baru yang berasal dari program keahlian Akuntansi, Administrasi Perkantoran, Pemasaran, dan Multimedia. Kebetulan, 8 anggota baru ini adalah perempuan semua dan sama sekali tidak ada laki-lakinya. Dari program keahlian Akuntansi, ada 2 orang bernama Margareta Inggrid Enan Falentina dan Laurencia Sinta Raras Swargani. Inggrid berasal dari SMP Negeri 6 Surakarta dan Raras lulus dari SMP Kanisius 1 Surakarta. Yang bergabung dari program keahlian Administrasi Perkantoran adalah Riska Devi Safitri. Siswi satu-satunya dari program ini berasal dari SMP Negeri 10 Surakarta. Dua orang lagi berasal dari program keahlian Pemasaran, yaitu Florentina Oktafiani Ayuningtyas dan Cicilia Oni Yosyana Octhifani. Dua anggota ini berasal dari sekolah dan kota yang berbeda. Ayu berasal dari SMP Negeri 6 Surakarta dan Cicil berasal dari SMP Mardi Yuana Cilegon. Yang terakhir dan paling banyak ada tiga orang dari program keahlian Multimedia. Mereka adalah Bernadetta Siska Affeliana, Lucia Elisa Ambarwati, dan Fransiska Nunuk Tri Handayani. Mereka bertiga berasal dari sekolah yang berbeda. Detta dari SMP Negeri 26 Surakarta, Elisa dari SMP Negeri 25 Surakarta, dan Handa dari SMP Negeri 22 Surakarta. Selamat bergabung kepada para anggota baru. Semoga waktu setengah tahun yang sudah berlalu ini menjadi waktu yang cukup untuk segera menyesuaikan diri dengan dinamika Ruang Podjok Agama Katolik Skaga. 
Yang terakhir, satu kegiatan yang perlu dicatat di laman ini. Untuk menutup rangkaian pembelajaran selama satu semester ini, Ruang Podjok mengadakan pemutaran film setelah Ulangan Umum Semester. Pemutaran film itu dilakukan setelah selesainya Ulangan Umum Semester dan Remidiasi, yaitu pada tanggal 16 dan 17 Desember 2013. Pada kesempatan itu, ada dua film yang diputar, yaitu Prince of Egypt di hari pertama dan The Nativity Story di hari kedua. Prince of Egypt merupakan sebuah film animasi yang bercerita tentang Musa dan didasarkan pada Kitab Keluaran. Film ini berkisah tentang bagaimana Musa membebaskan bangsa Israel dari penindasan bangsa Mesir sampai menyeberangi Laut Merah dengan sedikit pengantar seputar kelahiran dan penyelamatan Musa. Sementara itu, The Nativity Story adalah film yang berkisah tentang pergulatan Yusuf dan Maria untuk menerima kehendak Allah sebagai ayah dan ibu Yesus, Sang Juru Selamat yang telah dijanjikan. Film yang menggunakan alur mundur ini mendasarkan ceritanya dari kisah-kisah Injil, terutama Injil Matius dan Lukas. Kedua film ini sengaja dipilih sebagai alat bantu untuk belajar lebih mendalam tentang Kitab Suci sekaligus mempersiapkan diri dalam merayakan hari Natal. Musa dan Yesus merupakan dua pribadi yang kerap disejajarkan, apalagi oleh penginjil Matius. Dalam kedua film itu digambarkan bahwa kelahiran kedua tokoh itu pun diwarnai dengan pembunuhan bayi-bayi yang tidak bersalah. Kedua film ini diharapkan menjadi alternatif lain untuk belajar beriman.
Inilah catatan-catatan yang terlepas di tahun 2013 ini. Mari kita bersyukur atas segala rahmat yang diberikan Tuhan di tahun ini dan berharap akan hal-hal baik yang akan dianugerahkan Tuhan di tahun mendatang.

Senin, 23 Desember 2013

Keluarga, Sekolah, Lingkungan, dan Paroki Dipanggil Menjadi Komunitas Kateketis


Iman yang Mendalam dan Tangguh tampaknya menjadi cita-cita besar yang ingin dicapai oleh Keuskupan Agung Semarang pada tahun 2013 ini. Satu kesadaran baru yang akan terus dikembangkan oleh Keuskupan Agung Semarang dalam rangka mewujudkan iman mendalam dan tangguh adalah perlunya pembinaan iman yang terus-menerus. Dewan Karya Pastoral Keuskupan Agung Semarang telah mengadakan sebuah studi dengan tema Formatio Iman bagi Anak, Remaja dan Orang Muda. Juga telah diadakan studi bersama mengenai Katekese Total dan Integral dalam rangka Formatio Iman. Dari hasil studi itu, direkomendasikan untuk membuat formatio iman secara berjenjang, mulai dari keluarga, anak, remaja, orang muda dan orang dewasa. Formatio iman ini bukan garapan satu kelompok saja tetapi merupakan usaha bersama yang melibatkan keluarga, sekolah dan paroki. Kelompok-kelompok itu merupakan promotor terbentuknya formatio iman dalam setiap jenjang. Inilah dasar pemikiran yang melatarbelakangi tema pertemuan Adven tahun 2013 ini.
Dalam empat kali pertemuan Adven yang telah kita lalui, kita diajak untuk mengembangkan iman itu melalui keluarga, sekolah, lingkungan dan paroki. Iman mendalam dan tangguh itulah yang diarah. Iman Mendalam berarti iman yang sungguh dewasa dan matang dalam pemahaman, pengertian atau pengetahuan tentang imannya serta sungguh dewasa dan matang dalam kebijaksanaan penghayatan imannya di hidup keseharian baik secara pribadi, di tengah keluarga, paguyuban ataupun masyarakat. Segala perilaku kehidupannya terinpirasi dan termotivasi oleh imannya. Iman yang Tangguh berarti iman yang sungguh kuat, tak terpengaruh oleh apapun dan siapapapun sampai kapanpun dalam keadaan bagaimana­pun. Iman menjadi sesuatu yang diyakini, jalan hidup, karakter­, dan jalan keselamatan satu-satunya.
Mengapa kita harus “beriman mendalam dan tangguh”? Kita hidup di dunia ini dalam keberagaman dan perbedaan merupakan hal biasa meskipun tidak semua bisa menerima perbedaan. Banyak paham, keyakinan, kepercayaan, atau agama menebar pengaruh lewat caranya masing-masing. Begitu banyak godaan dan tawaran yang menggiurkan, baik melalui harta benda, jabatan, karier, pekerjaan, lawan jenis yang sungguh menguji dan menantang iman seseorang. Kita hidup di tengah fakta kehidupan yang nyata dimana korupsi, kolusi dan nepotisme masih begitu mewarnai kehidupan. Keadilan, kesejahteraan, kedamaian masih jauh dari harapan dan masih harus terus menerus diperjuangkan bersama dengan tekun. Dengan iman yang mendalam dan tangguh, umat beriman diharapkan siap berdialog dengan situasi yang ada di sekitarnya. Iman yang mendalam dan tangguh menjadi modal dasar bagi Gereja – melalui umat beriman - untuk berkiprah di kancah kehidupan bermasyarakat sehingga Gereja menjadi signifikan dan relevan. Inilah pentingnya membina iman.
Pembinaan iman dalam Gereja Katolik selalu dimulai dari keluarga. Keluarga adalah basis yang paling dasar dalam hidup beriman. Maka, Gereja memiliki hari yang khusus untuk menghormati dan menempatkan keluarga pada derajat yang tinggi melalui Hari Raya Keluarga Kudus yang diperingati pada hari Minggu setelah Natal. Keluarga Kudus merupakan kiblat seluruh keluarga Katolik. Dari kisah keluarga kudus, ada 3 hal yang setidaknya dapat kita pelajari:
Pertama, kesediaan Maria dan Yusuf menyambut Yesus menjadi tonggak terwujudnya sejarah keselamatan manusia melalui Yesus Kristus. Meskipun pada awalnya Maria dan Yusuf merasa ragu untuk menyambut Yesus, mereka berdua akhirnya dengan legawa menerima kehadiran Dia yang telah dijanjikan oleh Allah sebagai Juru Selamat dunia (lih Mat 1:19-24 dan Luk 1: 29-38). Keluarga Katolik diajak untuk bersikap seperti Keluarga Kudus yang menyambut Yesus dengan penuh kegembiraan. Artinya, kita diajak menyambut dan menerima iman dengan gembira.
Kedua, Keluarga Kudus mengajarkan bahwa tugas pembinaan iman merupakan tugas yang menuntut pengorbanan. Kepergian Yusuf dan Maria untuk menyingkir ke Mesir dan Nazaret menjadi gambaran konkret mereka untuk memilihkan tempat yang aman dan memungkinkan Yesus tumbuh dan berkembang (lih Mat 2:13-15.16-19). Keluarga Katolik pun diajak untuk melakukan pengorbanan untuk memilihkan tempat-tempat yang aman bagi perkembangan iman seluruh keluarga. Dengan demikian, iman yang berkembang dapat semakin dikembangkan terus-menerus.
Ketiga, Yusuf dan Maria menampakkan sikap hidup yang menyatakan untuk mengembangkan iman dibutuhkan kerjasama dari lingkungan sekitarnya. Hal ini nampak dalam kisah Yesus di Bait Allah. Ketika Yesus hilang dari pengawasan mereka, mereka menyangka bahwa Yesus sudah ikut kaum keluarga dan kenalannya. Namun setelah dicari, ternyata Dia sedang bertanyajawab dengan alim ulama di Bait Allah (lih Luk 2:44-47). Interaksi Yusuf dan Maria terhadap kaum keluarga, kenalan, dan alim ulama ini menunjukkan bahwa keluarga membutuhkan lingkungan sekitarnya untuk mengembangkan iman. Lingkungan, sekolah, dan paroki pun dipanggil untuk membantu keluarga dalam mengembangkan imannya. Setiap komunitas yang ada di sekitar keluarga ini dipanggil menjadi komunitas kateketis, yaitu komunitas yang membimbing seseorang agar hidupnya semakin beriman. Oleh karena itu, lingkungan, sekolah, dan paroki diharapkan dapat melaksanakan tugas untuk membina iman dan bekerjasama dengan keluarga untuk membangun kehidupan iman yang semakin mendalam dan tangguh.
Dari tiga hal yang kita pelajari dari Keluarga Kudus itu, kita dapat merefleksikan bahwa iman berawal dari kesediaan menyambut Tuhan dalam baptisan; menghayati iman melalui doa dan ibadat; menyingkiri segala hal yang bertentangan; dan menghidupi iman dalam tindakan kasih hidup sehari-hari di tengah-tengah sesama.    
Bagaimana kita dapat mewujudkan iman mendalam dan tangguh? Iman yang mendalam dan tangguh diwujudkan pertama-tama dari keluarga dan diwariskan kepada generasi berikutnya. Perwujudan iman mendalam dan tangguh ini kuncinya terletak pada teladan dan pembiasaan. Maka, disini letak pentingnya orangtua atau mereka yang lahir lebih dulu untuk dapat menjadi teladan dan membiasakan nilai-nilai iman pada generasi penerusnya. Iman mendalam dan tangguh menjadi nyata jika kita menjadikan  “Yesus Kristus sebagai sumber inspirasi dan motivasi” dalam setiap langkah hidup yang dipilih. Menjadikan Yesus sebagai sumber inspirasi dan motivasi dapat membuat kita mampu membawa damai, pen­cerahan, manfaat, pertobatan, bagian dari solusi, pengampunan, cinta kasih sejati di hatinya. Ketika ada hal-hal yang membuat kita bingung dan ragu-ragu, kita perlu berdiam sejenak dan mencoba menemukan kehendak Allah dalam situasi itu. Paling sederhana, bertanya, “dalam situasi seperti ini, kira-kira apa yang dilakukan oleh Yesus?”
Dalam membina iman dan mewariskan kepada generasi penerus ini, beruntunglah kita sebagai orang Katolik. Mengapa? Karena seluruh ajaran iman yang diajarkan merupakan ajaran yang satu. Di manapun kita melaksanakan iman kita, ajarannya sama. Maka, dalam Gereja Katolik, yang diajarkan baik dalam keluarga, lingkungan, sekolah, dan paroki merupakan ajaran yang satu dan sama. Kesatuan ajaran inilah yang membuat kita dimudahkan dalam pembinaan iman. Kesatuan ajaran iman itu dimungkinkan karena kita memiliki satu kepemimpinan terpusat di bawah wakil Kristus, pengganti Petrus, yaitu Paus yang bertahta di Vatikan. Beliaulah yang menjadi pucuk pimpinan hirarki Gereja yang menjamin kesatuan ajaran Gereja Katolik di manapun berada. Dengan kesatuan ajaran iman ini, kita seharusnya tidak ragu-ragu untuk memanfaatkan fasilitas-fasilitas yang dapat “mengamankan” iman keluarga kita berupa sekolah Katolik, lingkungan dan paroki. Setiap orang sesuai dengan pertumbuhan hidupnya perlu mendapatkan pendampingan mulai dari anak dan dewasa. Beruntunglah kita karena sejak kecil sampai tua dan di manapun berada kita memiliki satu ajaran iman.

Dalam merenungkan pembinaan iman ini, kita bisa belajar dari Albert Einstein, "Ilmu tanpa agama itu lumpuh dan agama tanpa ilmu itu buta." Seorang tidak bisa beriman dengan mendalam dan tangguh jika tidak bisa menyeimbangkan antara pengetahuan dan agama. Jika seorang hanya beragama namun tidak bisa menyelami dengan benar ajarannya, dia hanya akan menjadi orang yang agamis. Namun, jika seseorang hanya berilmu namun tidak beragama, dia akan menjadi orang yang tidak berperikemanusiaan karena tidak ada kasih di dalamnya. Semua hal ini sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Paus Fransiskus dalam ensiklik Lumen Fidei, Iman bukanlah terang yang menguraikan seluruh kegelapan kita, tetapi sebuah lampu yang menuntun langkah kita di malam hari dan memadai untuk perjalanan. Bagi mereka yang menderita, Allah tidak memberikan argumentasi yang menjelaskan semuanya; sebaliknya, tanggapan-Nya yaitu suatu kehadiran yang menyertai, suatu sejarah kebaikan yang menyentuh setiap kisah penderitaan dan menyingkapkan suatu cahaya terang. Dalam Kristus, Allah sendiri ingin berbagi jalan ini dengan kita dan menawarkan kita tatapan-Nya sehingga kita dapat melihat terang di dalamnya. Kristus adalah pribadi yang, telah mengalami penderitaan, adalah "pembuka jalan dan penyempurna iman kita" (Ibr 12:2)" (LF 57). Semoga melalui pengembangan iman yang  kita lakukan, orang yang melihat kita dapat mengalami dan mengatakan apa yang diungkapkan oleh Paulus yang mensyukuri kehidupan umat yang tumbuh dalam iman dan kasih. Kita diajak untuk tumbuh dalam iman dan kasih agar kita semakin layak hidup di hadapan Allah dalam segala hal. Semoga semua ini menguatkan kita dalam membangun iman bersama dengan keluarga, lingkungan, sekolah, dan paroki. Selamat mempersiapkan Natal. Berkah Dalem.

Rabu, 04 Desember 2013

Adven dan Pernak-perniknya


Sejak hari Minggu, 1 Desember, Gereja Katolik memasuki masa khusus yang disebut Masa Adven. Masa Adven merupakan masa yang dinantikan oleh seluruh umat karena di masa ini, umat beriman diajak mempersiapkan pengenangan akan kedatangan Yesus Kristus yang lahir ke dunia. Bagaimana kita bisa menghayati masa ini? Semoga tulisan kecil ini dapat membantu Anda sekalian untuk memasuki Masa Adven dengan penuh penghayatan. 
Masa Adven adalah sebuah masa yang dimulai dari hari Minggu yang terdekat dengan pesta Santo Andreas pada tanggal 30 November dan terdiri dari 4 minggu sebelum Hari Raya Natal. Masa Adven menandai dimulainya Tahun Liturgi yang baru di Gereja Katolik Roma. Selama masa ini, umat beriman setidaknya diingatkan akan tiga hal: 1) menyiapkan diri agar semakin pantas untuk merayakan kedatangan Tuhan di dunia sebagai perwujudan kasih Allah; 2) memantaskan diri untuk menerima Penebus yang datang melalui komuni kudus dan rahmat; dan 3) menyiapkan diri untuk kedatangannya sebagai Hakim pada saat kematian dan akhir dunia.Masa Adven mengalami perkembangan dalam kehidupan rohani Gereja. Kisah mengenai Masa Adven sulit ditentukan dengan tepat. Dalam bentuk awalnya, Masa Adven berasal dari tradisi umat di Perancis. Mereka membuat masa persiapan menyambut Hari Raya Epifani (Hari Raya Pembaptisan Tuhan) yang digunakan sebagai hari para calon dibaptis menjadi warga Gereja. Jadi, persiapan Adven amat mirip dengan MasaPrapaskah dengan penekanan pada doa dan puasa yang berlangsung selama tiga minggu dan kemudian diperpanjang menjadi 40 hari.Pada tahun 380, Konsili yang diadakan di Saragossa, Spanyol menetapkan tiga minggu masa puasa sebelum Epifani. Diilhami oleh peraturan Prapaskah, Konsili Macon (Perancis) pada tahun 581 menetapkan bahwa mulai tanggal 11 November (pesta St. Martinus dari Tours) hingga Hari Natal, umat beriman berpuasa pada hari Senin, Rabu dan Jumat. Lama-kelamaan, praktek serupa menyebar ke Inggris. Di Roma, masa persiapan Adven belum ada hingga abad keenam, dan dipandang sebagai masa persiapan menyambut Natal dengan ikatan pantang puasa yang lebih ringan.Gereja secara bertahap mulai lebih membakukan perayaan Adven. Buku Doa Misa yang diterbitkan oleh Paus Gelasius I (wafat thn 496), adalah buku pertama yang menerapkan Liturgi Adven selama lima Hari Minggu. Di kemudian hari, Paus Gregorius I (wafat thn 604) memperkaya liturgi ini dengan menyusun doa-doa, antifon, bacaan-bacaan dan tanggapan. Sekitar abad kesembilan, Gereja menetapkan Minggu Adven Pertama sebagai awal tahun penanggalan Gereja. Dan akhirnya, Paus Gregorius VII (wafat thn 1095) mengurangi jumlah hari Minggu dalam Masa Adven menjadi empat.
Sesuai makna katanya, Masa Adven ingin mengajak umat memusatkan diri pada kedatangan Kristus. Adven berasal dari bahasa Latin “adventus”, artinya “datang”. Kedatangan Kristus yang dimaksud adalah kedatangan pertama (datang sebagai bayi) maupun kedatangan kedua (datang sebagai raja). Katekismus Gereja Katolik nomor 524 menekankan makna ini, “Dalam perayaan liturgi Adven, Gereja menghidupkan lagi penantian akan Mesias; dengan demikian umat beriman mengambil bagian dalam persiapan yang lama menjelang kedatangan pertama Penebus dan membaharui di dalamnya kerinduan akan kedatangan-Nya yang kedua.”Umat beriman diajak merefleksikan kembali dan merayakan kedatangan Kristus yang pertama ke dalam dunia ini. Kita merenungkan kembali misteri inkarnasi yang agung ketika Kristus merendahkan diri, mengambil rupa manusia, dan masuk dalam dimensi ruang dan waktu guna membebaskan kita dari dosa. Seiring dengan itu, umat diingatkan bahwa Kristus akan datang kembali untuk mengadili orang yang hidup dan mati dan kita harus siap untuk bertemu dengannya.
Suatu cara yang baik dan saleh untuk membantu kita dalam masa persiapan Adven adalah dengan memasang Lingkaran Adven. Lingkaran Adven ini merupakan sebuah simbol yang berasal dari Eropa Utara. Lingkaran ini diduga berasal dari Abad Pertengahan. Sebuah pendapat mengatakan bahwa masyarakat Jerman – sebelum kedatangan agama Kristen – telah  menggunakan lilin yang bernyala selama bulan Desember yang dingin dan gelap sebagai simbol harapan akan Musim Semi yang hangat dan penuh sinar mentari. Sementara itu, ada pendapat lain yang mengatakan bahwa lingkaran Adven belum digunakan sampai abad XIX.Penelitian Profesor Haemig dari Seminari Lutheran Santo Paulus menyatakan bahwa Johann Hinrich Wichern (1808-1881), pendeta Protestan di Jerman dan perintis pekerjaan misi di tengah kaum miskin sebagai penemu Lingkaran Adven modern. Selama Masa Adven, anak-anak di sekolah misi Rauhes Haus, yang didirikan oleh Wichern di Hamburg, bertanya setiap hari kapan Natal datang. Pada tahun 1839, ia membangun cincin kayu (dari roda kereta kuda yang sudah tua) yang diisi 20 lilin merah kecil dan 4 lilin putih besar. Sebuah lilin kecil dinyatakan secara berurutan setiap hari selama masa Adven. Tradisi ini pun mengakar di berbagai gereja Protestan di Jerman dan kemudian membuat mereka pun melakukan tradisi yang sama dengan cara membangun lingkaran yang lebih kecil dengan 4 lilin seperti yang dikenal sekarang. Gereja Katolik Roma pun mengadopsi tradisi ini pada tahun 1920-an. Pada tahun 1930-1n, kebiasaan ini menyebar di Amerika Utara. Penelitian Profesor Haemig juga menengarai bahwa kebiasaan ini belum sampai di Amerika Serikat sampai tahun 1930-an dan juga belum dipraktekkan oleh para imigran Jerman dari aliran Lutheran.Beberapa aliran Ortodox juga mengadopsi kebiasaan ini dengan menempatkan 6 lilin. Di gereja-gereja Protestan, lilin yang digunakan berwarna merah karena melambangkan warna yang dipakai dalam hiasan Natal. Warna biru juga menjadi alternatif dalam lingkaran Adven, terutama bagi gereja Anglikan dan Lutheran. Warna biru melambangkan harapan dan penantian yang juga menjadi inti masa Adven. Dalam Gereja Katolik, warna lilin yang digunakan adalah ungu dan merah muda. 
Gereja Katolik memberikan berbagai makna dalam lingkaran Adven tersebut. Penjelasan mengenai lingkaran Adven tersebut dapat kita lihat dalam beberapa hal berikut: Pertama, karangan tersebut selalu berbentuk lingkaran. Lingkaran tidak mempunyai awal dan tidak mempunyai akhir. Maka, lingkaran melambangkan Tuhan yang abadi, tanpa awal dan akhir. Kedua, Lingkaran Adven dihiasi daun-daun evergreen yang biasanya diwakili dengan daun pinus atau cemara. Dahan-dahan evergreen yang senantiasa hijau melambangkan senantiasa hidup. Evergreen melambangkan Kristus, yang mati namun hidup kembali untuk selamanya. Evergreen juga melambangkan keabadian jiwa kita. Kristus datang ke dunia untuk memberikan kehidupan yang tanpa akhir bagi kita. Tampak tersembul di antara daun-daun evergreen yang hijau adalah buah-buah beri merah. Buah-buah itu serupa tetesan-tetesan darah, lambang darah yang dicurahkan oleh Kristus demi umat manusia. Buah-buah itu mengingatkan kita bahwa Kristus datang ke dunia untuk wafat bagi kita dan dengan demikian menebus kita. Oleh karena Darah-Nya yang tercurah itu, kita beroleh hidup yang kekal. Ketiga, empat batang lilin diletakkan sekeliling Lingkaran Adven, tiga lilin berwarna ungu dan yang lain berwarna merah muda. Lilin-lilin itu melambangkan keempat minggu dalam Masa Adven, yaitu masa persiapan kita menyambut Natal. Setiap hari, dalam bacaan Liturgi Perjanjian Lama dikisahkan tentang penantian bangsa Yahudi akan datangnya Sang Mesias, sementara dalam Perjanjian Baru mulai diperkenalkan tokoh-tokoh yang berperan dalam Kisah Natal. Pada awal Masa Adven, sebatang lilin dinyalakan, kemudian setiap minggu berikutnya lilin lain mulai dinyalakan.  Dalam perayaan liturgi, yang menyalakan lilin Adven adalah pemimpin liturgi. Seiring dengan bertambah terangnya Lingkaran Adven setiap minggu dengan bertambah banyaknya lilin yang dinyalakan, kita pun diingatkan bahwa kelahiran Sang Terang Dunia semakin dekat. Lilin itu membuat hati kita semakin menyala dalam kasih kepada Bayi Yesus. Keempat, warna-warni keempat lilin juga memiliki makna tersendiri. Lilin ungu sebagai lambang pertobatan. Warna ungu mengingatkan kita bahwa Adven adalah masa di mana kita mempersiapkan jiwa kita untuk menerima Kristus pada Hari Natal. Lilin merah muda dinyalakan pada Hari Minggu Adven III yang disebut Minggu “Gaudete”. “Gaudete” adalah bahasa Latin yang berarti “sukacita”, melambangkan adanya sukacita di tengah masa pertobatan karena sukacita Natal hampir tiba. Warna merah muda dibuat dengan mencampurkan warna ungu dengan putih. Artinya, seolah-olah sukacita yang kita alami pada Hari Natal (yang dilambangkan dengan warna putih) sudah tidak tertahankan lagi dalam masa pertobatan ini (ungu) dan sedikit meledak dalam Masa Adven. Pada Hari Natal, keempat lilin tersebut digantikan dengan lilin-lilin putih yang melambangkan bahwa masa persiapan kita telah usai dan kita masuk dalam sukacita yang besar. Kelima, pada kaki setiap lilin atau pada kaki Lingkaran Adven, ditempatkan sebuah mangkuk berwarna biru. Warna biru mengingatkan kita pada Bunda Maria, Bunda Allah, yang mengandung-Nya di dalam rahimnya serta melahirkan-Nya ke dunia pada hari Natal.
Lingkaran Adven diletakkan secara menyolok di gereja. Keluarga-keluarga sebaiknya memasang Lingkaran Adven yang lebih kecil di rumah mereka. Lingkaran Adven kecil ini mengingatkan mereka akan Lingkaran Adven di Gereja dan dengan demikian mengingatkan hubungan antara mereka dengan Gereja. Lilin dinyalakan pada saat doa atau makan bersama. Berdoa bersama sekeliling meja makan mengingatkan mereka akan meja perjamuan Tuhan di mana mereka berkumpul bersama setiap minggu untuk merayakan perjamuan Ekaristi - santapan dari Tuhan bagi jiwa kita.
Masa Adven bukanlah sekedar atribut saja. Masa Adven mengingatkan kita akan perlunya persiapan jiwa sehingga kita dapat sepenuhnya ambil bagian dalam sukacita besar Kelahiran Kristus, Putera Allah, yang telah memberikan Diri-Nya bagi kita agar kita beroleh hidup yang kekal. Oleh karena itu, di Masa Adven ini, marilah kita berharap dengan berseru seperti yang dicanangkan oleh pesan Natal bersama PGI dan KWI, “Datanglah ya Raja Damai!” (bdk. Yes 9:5).