Tulisan ini diposting untuk melanjutkan pembicaraan mengenai Tahun Iman 2012-2013 sekaligus untuk menjawab pertanyaan dari Michael Kurniawan Adi Pramana, seorang anggota keluarga Ruang Podjok, yang menyatakan keingintahuannya lebih lanjut mengenai Konsili Vatikan II.
Konsili Ekumenis Vatikan II (1962-1965)
merupakan Konsili Ekumenis ke-21 yang diselenggarakan oleh Gereja Katolik Roma. Konsili ini
dibuka oleh Paus Yohanes XXIII pada 11
Oktober 1962 dan ditutup oleh Paus Paulus VI pada 8
Desember 1965. Pembukaan Konsili
ini dihadiri oleh sekitar 2540 orang uskup Gereja Katolik Roma dari seluruh dunia
(selanjutnya, para uskup yang hadir ini disebut para Bapa Konsili), 29 pengamat
dari 17 Gereja lain, dan para undangan dari kalangan non Katolik.
Pelaksanaan konsili
dibagi menjadi empat periode sidang. Uskup yang hadir dalam konsili ini lebih
banyak dari konsili-konsili sebelumnya dan berasal dari negara yang lebih
beragam. Jumlah dokumen yang dihasilkannya pun lebih banyak dan dampak
pengaruhnya atas kehidupan Gereja Katolik lebih besar dari peristiwa manapun
sesudah zaman reformasi pada abad XVI.
Mengapa Diadakan Konsili?
Pada tahun 1950-an, studi teologi dan biblikal
Roma Katolik mulai memasuki pembaharuan sejak Konsili
Vatikan I hingga memasuki abad kedua puluh. Liberalisme pemikiran teologis
muncul dari para teolog seperti Yves
Congar, Karl Rahner, dan John Courtney Murray yang mencari cara untuk
mengintegrasikan pengalaman manusia modern dengan dogma Kristiani. Tokoh lainnya
adalah Joseph Ratzinger (sekarang Paus
Benediktus XVI) dan Henri de
Lubac. Para tokoh tersebut menginginkan pemahaman yang lebih akurat terhadap Injil dan menganggap ajaran para Bapa Gereja
mula-mula sebagai sumber pembaharuan.
Dalam kurun waktu yang sama, para uskup sedunia juga menghadapi tantangan yang sangat besar dari segi perubahan politik, sosial, ekonomi, dan teknik. Beberapa uskup mengusulkan perubahan dalam struktur dan praktek gerejawi untuk menghadapi tantangan-tantangan tersebut. Di antara pengusul ini, yang paling terorganisir adalah kelompok uskup Belanda dan Jerman yang dikenal sebagai para Uskup Rhine. Dalam konsili sebelumnya (Konsili Vatikan I) yang terpaksa dirampungi lebih awal akibat pecahnya perang Perancis-Prusia, isu-isu mengenai pastoral dan dogma tidak dapat dibahas akibat perang tersebut dan hanya sempat menghasilkan suatu dogma mengenai Infabilitas Paus.
Paus Yohanes XXIII kemudian secara tidak terduga memutuskan untuk mengadakan Konsili hanya dalam waktu kurang dari tiga bulan setelah pengangkatannya pada tahun 1959. Dalam sebuah dialog mengenai konsili, Paus diwawancarai mengenai penyebab konsili ini perlu dilakukan. Dalam wawancara itu, dikisahkan Paus membuka jendela dan berkata, "Saya ingin membuka jendela dari Gereja sehingga kita bisa melihat keluar dan mereka yang ada di luar bisa melihat ke dalam." Dalam konsili yang digagasnya, Paus mengundang pula gereja-gereja Kristen lain untuk mengirimkan pengamat ke konsili tersebut. Undangan ini disambut baik oleh kedua gereja Protestan dan Ortodoks. Gereja Ortodoks Rusia yang berada di bawah kekhawatiran akan Pemerintahan Komunis Soviet menyambut undangan tersebut setelah diyakinkan bahwa konsili ini akan bersifat apolitik.
Dalam kurun waktu yang sama, para uskup sedunia juga menghadapi tantangan yang sangat besar dari segi perubahan politik, sosial, ekonomi, dan teknik. Beberapa uskup mengusulkan perubahan dalam struktur dan praktek gerejawi untuk menghadapi tantangan-tantangan tersebut. Di antara pengusul ini, yang paling terorganisir adalah kelompok uskup Belanda dan Jerman yang dikenal sebagai para Uskup Rhine. Dalam konsili sebelumnya (Konsili Vatikan I) yang terpaksa dirampungi lebih awal akibat pecahnya perang Perancis-Prusia, isu-isu mengenai pastoral dan dogma tidak dapat dibahas akibat perang tersebut dan hanya sempat menghasilkan suatu dogma mengenai Infabilitas Paus.
Paus Yohanes XXIII kemudian secara tidak terduga memutuskan untuk mengadakan Konsili hanya dalam waktu kurang dari tiga bulan setelah pengangkatannya pada tahun 1959. Dalam sebuah dialog mengenai konsili, Paus diwawancarai mengenai penyebab konsili ini perlu dilakukan. Dalam wawancara itu, dikisahkan Paus membuka jendela dan berkata, "Saya ingin membuka jendela dari Gereja sehingga kita bisa melihat keluar dan mereka yang ada di luar bisa melihat ke dalam." Dalam konsili yang digagasnya, Paus mengundang pula gereja-gereja Kristen lain untuk mengirimkan pengamat ke konsili tersebut. Undangan ini disambut baik oleh kedua gereja Protestan dan Ortodoks. Gereja Ortodoks Rusia yang berada di bawah kekhawatiran akan Pemerintahan Komunis Soviet menyambut undangan tersebut setelah diyakinkan bahwa konsili ini akan bersifat apolitik.
Sebuah Konsili Pastoral
Persiapan konsili –
yang memakan waktu lebih dari dua tahun – dilaksanakan oleh 10 Komisi Khusus
dengan bantuan para awak media massa, Christian
Unity, dan sebuah Komisi Sentral sebagai koordinator keseluruhan. Kelompok
ini kebanyakan terdiri dari anggota Kuria Romawi. Komisi menghasilkan 987
proposal konstitusi dan dekrit (dikenal sebagai schemata atau Skema)
yang nantinya akan dimintakan persetujuan konsili. Dengan demikian, pekerjaan
dalam konsili akan lebih mudah karena materi dan bahan pembicaraan sudah
dipersiapkan sebelumnya. Meskipun demikian, keseluruhan skema yang telah
dipersiapkan itu sama sekali tidak disetujui oleh anggota konsili sehingga
komisi pelaksana harus membuat skema baru yang sesuai dengan pembicaraan dalam
konsili.
Sidang-Sidang Umum Konsili dilaksanakan pada musim gugur selama empat tahun mulai 1962 sampai 1965. Pembicaraan selama itu dibagi dalam empat sesi sidang. Di luar masa sidang, Komisi-Komisi Khusus Konsili dibentuk untuk membicarakan dan memeriksa hasil-hasil kerja para uskup dan mempersiapkan sidang berikutnya. Sidang dilaksanakan dalam Bahasa Latin di Basilika Santo Petrus, di mana diskusi dan pendapat dinyatakan sebagai "rahasia". Hasil Konsili sesungguhnya dikerjakan dalam pertemuan-pertemuan komisi lainnya serta dalam pertemuan informal dan pertemuan sosial lainnya di luar sesi resmi konsili.
Sebanyak 2.908 pria (dianggap sebagai para Bapa Konsili) tercatat memiliki hak suara dalam konsili tersebut. Di dalamnya, termasuk seluruh Uskup dan para Superior dari Ordo-Ordo Religius pria. Sebanyak 2.540 orang mengambil bagian dalam Sidang Pembukaan yang membuat sidang tersebut menjadi pertemuan terbesar di sepanjang sejarah konsili Gereja. Jumlah yang hadir sangat bervariasi di setiap sidang dan berkisar antara 2.100 sampai 2.300 orang. Sebagai tambahan, ada sejumlah periti (bhs Latin: “para ahli") yang hadir sebagai konsultan ajaran teologi. Kelompok periti ini kemudian memiliki pengaruh yang sangat besar seiring dengan perjalanan konsili. Sebanyak 17 anggota Gereja Ortodoks dan berbagai denominasi Protestan juga mengirimkan pengamat-pengamat mereka.
Sidang-Sidang Umum Konsili dilaksanakan pada musim gugur selama empat tahun mulai 1962 sampai 1965. Pembicaraan selama itu dibagi dalam empat sesi sidang. Di luar masa sidang, Komisi-Komisi Khusus Konsili dibentuk untuk membicarakan dan memeriksa hasil-hasil kerja para uskup dan mempersiapkan sidang berikutnya. Sidang dilaksanakan dalam Bahasa Latin di Basilika Santo Petrus, di mana diskusi dan pendapat dinyatakan sebagai "rahasia". Hasil Konsili sesungguhnya dikerjakan dalam pertemuan-pertemuan komisi lainnya serta dalam pertemuan informal dan pertemuan sosial lainnya di luar sesi resmi konsili.
Sebanyak 2.908 pria (dianggap sebagai para Bapa Konsili) tercatat memiliki hak suara dalam konsili tersebut. Di dalamnya, termasuk seluruh Uskup dan para Superior dari Ordo-Ordo Religius pria. Sebanyak 2.540 orang mengambil bagian dalam Sidang Pembukaan yang membuat sidang tersebut menjadi pertemuan terbesar di sepanjang sejarah konsili Gereja. Jumlah yang hadir sangat bervariasi di setiap sidang dan berkisar antara 2.100 sampai 2.300 orang. Sebagai tambahan, ada sejumlah periti (bhs Latin: “para ahli") yang hadir sebagai konsultan ajaran teologi. Kelompok periti ini kemudian memiliki pengaruh yang sangat besar seiring dengan perjalanan konsili. Sebanyak 17 anggota Gereja Ortodoks dan berbagai denominasi Protestan juga mengirimkan pengamat-pengamat mereka.
Paus Yohanes XXIII
membuka Konsili pada 11 Oktober 1962 dalam
sebuah Sidang Umum yang dihadiri oleh para Bapa Konsili serta para wakil dari 86 negara dan badan-badan
internasional. Setelah Misa, Paus memberikan amanatnya berjudul Gaudet Mater
Ecclesia (bhs Latin:
"Bunda Gereja Bersukacita") kepada para Uskup yang berkumpul dalam
sidang tersebut. Dalam pidatonya, Paus menolak pemikiran mengenai para
"nabi-nabi akhir zaman yang selalu meramalkan akan bencana" pada
dunia dan masa depan Gereja. Paus menekankan bahwa sifat konsili yang dilakukan
tersebut adalah pastoral ("penggembalaan"), bukan doktrinal. Paus
juga memperingatkan bahwa Gereja tidak perlu mengulang maupun merumuskan kembali
doktrin-doktrin maupun dogma-dogma yang telah ada, tetapi Gereja harus
mengajarkan pesan-pesan Kristus dalam tren dunia modern yang cepat berubah. Paus
mendesak para Bapa Gereja untuk "menunjukan belas kasih dan bukan
kecaman" dalam dokumen-dokumen yang akan mereka buat.
Dalam sesi pertama konsili,
dalam waktu kurang dari 15 menit, para uskup telah mengadakan pemungutan suara
atas permintaan Para Uskup Rhine mengenai agenda sidang. Mereka ingin
menentukan pilihan: 1) akan mengikuti agenda yang telah disiapkan oleh Komisi
Persiapan atau 2) akan membuat agenda baru yang akan dibicarakan di antara para
anggota sidang terlebih dahulu, baik dalam kelompok-kelompok nasional dan
regional, maupun dalam pertemuan informal. Usulan ini tampaknya cukup wajar. Namun,
mayoritas delegasi tidak menyadari bahwa para uskup Rhine telah mempersiapkan
suatu alur pembicaraan dalam konsili. Dalam skema yang baru berdasarkan usulan
para Uskup Rhine, prioritas dari isu-isu yang dibicarakan menjadi berubah. Isu-isu yang
dibicarakan selama sesi-sesi sidang tersebut termasuk mengenai liturgi,
komunikasi, gereja-gereja Ritus Timur,
serta sumber-sumber Wahyu Ilahi. Skema mengenai Wahyu Ilahi kemudian ditolak
oleh sebagian besar uskup, dan Paus
Yohanes terpaksa harus campur
tangan untuk memerintahkan penulisan kembali skema ini. Sidang pertama ditutup
pada tanggal 8 Desember 1962.
Beberapa bulan setelah ditutupnya sesi pertama, sidang berikutnya tahun 1963 mulai dipersiapkan. Di tengah persiapan ini, ada peristiwa yang sangat mengejutkan. Paus Yohanes XXIII wafat pada tanggal 3 Juni 1963. Persiapan sidang sesi kedua pun tertunda dengan proses pemilihan Paus dalam konklaf. Tanggal 21 Juni 1963, terpilihlah Paus baru yang mengambil nama Paulus VI. Melanjutkan pemikiran pendahulunya, Paus Paulus VI segera mengumumkan bahwa konsili harus berlanjut sesuai haluan yang telah ditetapkan pada sidang sebelumnya oleh Paus Yohanes XXIII.
Beberapa bulan setelah ditutupnya sesi pertama, sidang berikutnya tahun 1963 mulai dipersiapkan. Di tengah persiapan ini, ada peristiwa yang sangat mengejutkan. Paus Yohanes XXIII wafat pada tanggal 3 Juni 1963. Persiapan sidang sesi kedua pun tertunda dengan proses pemilihan Paus dalam konklaf. Tanggal 21 Juni 1963, terpilihlah Paus baru yang mengambil nama Paulus VI. Melanjutkan pemikiran pendahulunya, Paus Paulus VI segera mengumumkan bahwa konsili harus berlanjut sesuai haluan yang telah ditetapkan pada sidang sebelumnya oleh Paus Yohanes XXIII.
Dalam bulan-bulan
sebelum sidang kedua, Paus Paulus VI melakukan sejumlah perbaikan untuk
memecahkan masalah organisasi dan prosedur yang ditemukan selama sesi pertama. Perbaikan
dan pembaruan ini meliputi undangan bagi pengamat tambahan dari kaum awam
Katolik dan non-Katolik, serta pengurangan jumlah skema yang diusulkan menjadi 17
saja. Dengan demikian, keseluruhan skema menjadi lebih umum sehingga dapat
mempertahankan sifat pastoral konsili. Akhirnya, Paus Paulus VI juga menghapuskan
ketentuan kerahasiaan sidang. Amanat pembukaan Paus
Paulus pada tanggal 29
September 1963 menekankan
kembali sifat pastoral konsili, dan menetapkan empat tujuan Konsili, yaitu: 1) untuk
lebih mendefinisikan sifat dasar gereja dan tugas pelayanan para uskup; 2) untuk
memperbaharui gereja; 3) untuk mengembalikan kesatuan di antara kaum Kristiani,
termasuk meminta maaf akan kontribusi Gereja Katolik pada masa lampau terhadap
perpecahan itu; serta 4) untuk memulai dialog dengan dunia modern.Selama masa sidang ini, para uskup
menyetujui konstitusi tentang liturgi suci (Sacrosanctum Concilium) dan
dekrit tentang upaya-upaya komunikasi sosial (Inter Mirifica). Sidang dilanjutkan dengan skema mengenai Gereja, Uskup, Keuskupan, dan Ekumenisme.
Pada 8 November 1963, Joseph kardinal Frings mengkritik
Kongregasi untuk Doktrin Iman (sebelum 1908, dokumen ini dikenal
sebagai Holy Roman
and Universal Inquisition). Kritikan tersebut segera dibalas
oleh pembelaan diri yang berapi-api dari sekretaris badan tersebut, Alfredo
Kardinal Ottaviani. Silang pendapat ini dianggap sebagai kejadian
paling dramatis selama Konsili. (Sebagai catatan, penasihat teologi Kardinal
Frings adalah Joseph Ratzinger muda, sekarang Paus Benediktus XVI, yang kemudian menjadi kardinal
yang mengepalai Kongregasi tersebut di Tahta Suci). Sidang sesi kedua berakhir
pada 4 Desember1963.
Di antara periode sidang kedua dan ketiga, proposal skema direvisi kembali berdasarkan komentar-komentar dari para Bapa Konsili. Sejumlah topik dikurangi dan menjadi usulan pernyataan fundamental untuk disetujui dalam sidang ketiga. Setelah itu, Komisi Paska Konsili akan menangani implementasi peraturan-peraturan tersebut. Dalam sidang ketiga, diundanglah 8 pengamat religius wanita dan 7 wanita awam bersama-sama dengan undangan tambahan pria awam. Dalam sidang yang dimulai pada 14 September 1964 ini, para Bapa Konsili mengerjakan sejumlah besar proposal. Skema mengenai ekumenisme (Unitatis Redintegratio), gereja-gereja Katolik Ritus Timur (Orientalium Ecclesiarum), serta konstitusi tentang Gereja (Lumen Gentium) disetujui dan diumumkan secara resmi oleh Paus.Sidang tersebut juga memunculkan sebuah votum atau pernyataan mengenai sakramen pernikahan sebagai pedoman bagi komisi untuk merevisi hukum Gereja seputar isu-isu beragam akan yurisdiksi, seremonial, dan pastoral. Para uskup mengusulkan skema ini dan meminta persetujuan yang cepat dari Paus. Namun, hal itu tidak segera diputuskan pada konsili tersebut. Paus memerintahkan para Uskup menunda topik kontrasepsi buatan yang selanjutnya akan dibahas oleh sebuah komisi pastoral dan awam yang telah ditunjuknya. Skema mengenai tugas dan pelayanan para pastor serta tugas misi Gereja ditolak dan dikembalikan kepada komisi-komisi untuk ditulis ulang mulai awal. Pekerjaan dilanjutkan untuk membahas sisa skema lainnya, terutama untuk masalah Gereja di dunia masa kini dan kebebasan beragama. Terjadi kontroversi mengenai revisi dekrit kebebasan beragama yang mengakibatkan kegagalan pengambilan suara terhadap dekrit ini pada sidang ketiga. Paus menjanjikan untuk segera meninjau skema ini pada masa sidang berikutnya.Paus menutup sidang ketiga pada tanggal 21 November 1964 dengan mengumumkan perubahan tata cara Ekaristi dan secara resmi mengumumkan Maria sebagai "Bunda Gereja" seperti yang telah sering diajarkan. Sebelas skema masih belum selesai pada akhir sidang ketiga dan komisi-komisi bekerja untuk melakukan finalisasi. Skema 13, mengenai Gereja di Dunia Modern (Gereja di Dunia Dewasa Ini) direvisi oleh sebuah komisi yang dibantu oleh orang-orang awam.
Paus Paulus membuka sidang keempat pada tanggal 14 September 1965 dengan mendirikan sebuah Konferensi Para Uskup. Struktur yang lebih permanen ini ditujukan untuk mempertahankan kerja sama yang erat antara para uskup dengan Paus setelah konsili berakhir.Persoalan pertama yang muncul dalam sidang keempat adalah pertimbangan mengenai dekrit kebebasan beragama yang merupakan topik paling kontroversial di antara semua dokumen konsili. Hasil pemungutan suara dalah 1.997 yang menyetujui dan 224 menolak. Setelah dokumen itu, masih ada 3 dokumen tersisa yang akhirnya semuanya disetujui oleh para Bapa Konsili. Dokumen tersebut adalah Konstitusi Gereja di Dunia Dewasa Ini (Gaudium et Spes) dengan revisi-revisi pastoral dan menghasilkan dokumen lebih meluas, diikuti oleh Dekrit tentang Kegiatan Misioner Gereja (Ad Gentes) serta Dekrit tentang Pelayanan dan Kehidupan para Imam (Presbyterorum Ordinis).Konsili juga menyetujui dokumen-dokumen lain yang telah dibicarakan dalam sesi-sesi sebelumnya, termasuk Dekrit tentang Tugas Pastoral para Uskup dalam Gereja (Christus Dominus), Dekrit tentang Pembaharuan dan Penyesuaian Hidup Religius (Perfectae Caritatis), Dekrit tentang Pembinaan Imam (Optatam Totius), Pernyataan Pendidikan Kristen (Gravissimum Educationis), serta Dekrit Kerasulan Awam (Apostolicam Actuositatem).
Di antara periode sidang kedua dan ketiga, proposal skema direvisi kembali berdasarkan komentar-komentar dari para Bapa Konsili. Sejumlah topik dikurangi dan menjadi usulan pernyataan fundamental untuk disetujui dalam sidang ketiga. Setelah itu, Komisi Paska Konsili akan menangani implementasi peraturan-peraturan tersebut. Dalam sidang ketiga, diundanglah 8 pengamat religius wanita dan 7 wanita awam bersama-sama dengan undangan tambahan pria awam. Dalam sidang yang dimulai pada 14 September 1964 ini, para Bapa Konsili mengerjakan sejumlah besar proposal. Skema mengenai ekumenisme (Unitatis Redintegratio), gereja-gereja Katolik Ritus Timur (Orientalium Ecclesiarum), serta konstitusi tentang Gereja (Lumen Gentium) disetujui dan diumumkan secara resmi oleh Paus.Sidang tersebut juga memunculkan sebuah votum atau pernyataan mengenai sakramen pernikahan sebagai pedoman bagi komisi untuk merevisi hukum Gereja seputar isu-isu beragam akan yurisdiksi, seremonial, dan pastoral. Para uskup mengusulkan skema ini dan meminta persetujuan yang cepat dari Paus. Namun, hal itu tidak segera diputuskan pada konsili tersebut. Paus memerintahkan para Uskup menunda topik kontrasepsi buatan yang selanjutnya akan dibahas oleh sebuah komisi pastoral dan awam yang telah ditunjuknya. Skema mengenai tugas dan pelayanan para pastor serta tugas misi Gereja ditolak dan dikembalikan kepada komisi-komisi untuk ditulis ulang mulai awal. Pekerjaan dilanjutkan untuk membahas sisa skema lainnya, terutama untuk masalah Gereja di dunia masa kini dan kebebasan beragama. Terjadi kontroversi mengenai revisi dekrit kebebasan beragama yang mengakibatkan kegagalan pengambilan suara terhadap dekrit ini pada sidang ketiga. Paus menjanjikan untuk segera meninjau skema ini pada masa sidang berikutnya.Paus menutup sidang ketiga pada tanggal 21 November 1964 dengan mengumumkan perubahan tata cara Ekaristi dan secara resmi mengumumkan Maria sebagai "Bunda Gereja" seperti yang telah sering diajarkan. Sebelas skema masih belum selesai pada akhir sidang ketiga dan komisi-komisi bekerja untuk melakukan finalisasi. Skema 13, mengenai Gereja di Dunia Modern (Gereja di Dunia Dewasa Ini) direvisi oleh sebuah komisi yang dibantu oleh orang-orang awam.
Paus Paulus membuka sidang keempat pada tanggal 14 September 1965 dengan mendirikan sebuah Konferensi Para Uskup. Struktur yang lebih permanen ini ditujukan untuk mempertahankan kerja sama yang erat antara para uskup dengan Paus setelah konsili berakhir.Persoalan pertama yang muncul dalam sidang keempat adalah pertimbangan mengenai dekrit kebebasan beragama yang merupakan topik paling kontroversial di antara semua dokumen konsili. Hasil pemungutan suara dalah 1.997 yang menyetujui dan 224 menolak. Setelah dokumen itu, masih ada 3 dokumen tersisa yang akhirnya semuanya disetujui oleh para Bapa Konsili. Dokumen tersebut adalah Konstitusi Gereja di Dunia Dewasa Ini (Gaudium et Spes) dengan revisi-revisi pastoral dan menghasilkan dokumen lebih meluas, diikuti oleh Dekrit tentang Kegiatan Misioner Gereja (Ad Gentes) serta Dekrit tentang Pelayanan dan Kehidupan para Imam (Presbyterorum Ordinis).Konsili juga menyetujui dokumen-dokumen lain yang telah dibicarakan dalam sesi-sesi sebelumnya, termasuk Dekrit tentang Tugas Pastoral para Uskup dalam Gereja (Christus Dominus), Dekrit tentang Pembaharuan dan Penyesuaian Hidup Religius (Perfectae Caritatis), Dekrit tentang Pembinaan Imam (Optatam Totius), Pernyataan Pendidikan Kristen (Gravissimum Educationis), serta Dekrit Kerasulan Awam (Apostolicam Actuositatem).
Salah satu dokumen yang paling
kontroversial adalah Nostra Ætate.
Dokumen ini menegaskan bahwa orang Yahudi pada masa Kristus (siapapun) dan orang
Yahudi pada masa kini tidak memikul tanggung jawab akan pembunuhan Kristus
lebih besar daripada kaum Kristen. Berikut ini adalah petikan terkenal
dari Nostra Ætate:
“Meskipun para pemuka bangsa Yahudi
beserta para penganut mereka mendesak kematian Kristus, namun apa yang telah
dijalankan selama Ia menderita sengsara tidak begitu saja dapat dibebankan
sebagai kesalahan pada semua orang Yahudi yang hidup ketika itu atau kepada
orang Yahudi zaman sekarang. Walaupun Gereja itu umat Allah yang baru, namun
hendaknya orang-orang Yahudi jangan digambarkan seolah-olah dibuang oleh Allah
atau terkutuk, seakan-akan itu dapat disimpulkan dari Kitab suci.Maka hendaknya semua berusaha,
supaya dalam berkatekese dan mewartakan Sabda Allah jangan mengajarkan apa pun,
yang tidak selaras dengan kebenaran Injil dan semangat Kistus.Selain itu Gereja, yang mengecam
segala penganiayaan terhadap siapapun juga, mengingat pusaka warisannya bersama
bangsa Yahudi. Gereja masih menyesalkan kebencian, penganiayaan, pun juga
unjuk-unjuk rasa antisemitisme terhadap bangsa Yahudi, kapan pun dan oleh siapa
pun itu dijalankan, terdorong bukan karena motivasimotivasi politik, melainkan
karena cinta kasih keagamaan menurut Injil.Kecuali itu Kristus, seperti selalu
telah dan tetap masih diyakini oleh gereja, demi dosa-dosa semua orang telah
menanggung sengsara dan wafat-Nya dengan sukarela, karena cinta kasih-Nya yang
tiada taranya, supya semua orang memperoleh keselamatan. Maka merupakan tugas
Gereja pewarta: memberitakan salib Kristus sebagai lambang cinta kasih Allah
terhadap semua orang dan sebagai sumber segala rahmat” (NA 4).
Di hari-hari menjelang akhir
pelaksanaan konsili, ada peristiwa penting yang menandari perubahan dalam
Gereja. Saat itu, Paus Paulus dan Patriark Athenagoras dari
Ortodoks mengekspresikan penyesalan atas peristiwa masa lalu yang
menyebabkan Skisma Besar Gereja Barat-Timur. Deklarasi
ini dikenal sebagai Pernyataan Bersama
Katolik-Ortodoks 1965.
Pada 8 Desember
1965, Konsili Vatikan II secara resmi ditutup dengan pernyataan para uskup untuk
menaati segala keputusan konsili. Untuk memperlancar pelaksanaan hasil konsili,
Paus Paulus melakukan beberapa tindakan, yaitu: 1) membentuk Komisi Kepausan
untuk Media Komunikasi Sosial yang akan membantu para uskup dan penggunaan
pastoral akan media-media ini; 2) mendeklarasikan hari peringatan selama 1 Januari hingga 26 Mei 1966 untuk mendorong
umat Katolik mempelajari dan menerima keputusan-keputusan konsili dan
mempergunakannya sebagai pembaharuan spiritual mereka; 3) mengubah nama,
wewenang, dan prosedur bagi lembaga resmi kepausan; 4) menetapkan Sekretariat
untuk Kesatuan Umat Kristen serta Kaum non Kristiani bagi agama non-Kristen dan
bagi mereka yang belum percaya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar