Dalam
posting yang lalu, kita telah melihat bagaimana gambaran umum, latar
belakang, dan pelaksanaan Konsili Vatikan II. Dalam tulisan ini, kita
akan menelaah seputar hasil-hasil Konsili Vatikan II. Konsili Vatikan
II merupakan salah satu TONGGAK SEJARAH yang menandakan sebuah era
baru dalam kehidupan Gereja Katolik. Di samping itu, Konsili Vatikan
Ii ternyata juga menjadi PEDOMAN ARAH bagi pengembangan pemikiran,
gerakan, tindakan pembaruan, peremajaan, dan pemantapan ajaran yang
sangat bermanfaat. Di atas landasan ajaran yang dikemukakan oleh
Konsili Vatikan II, dibangunlah keterbukaan, dialog, komunikasi, dan
kerjasama dengan semua golongan, aliran, dan kelompok masyarakat. Ini
semua dimungkinkan karena hasil-hasil keputusan yang dikeluarkan oleh
para Bapa Konsili.
Hasil-hasil
Konsili Vatikan II
Selama
pelaksanaannya dari tahun 1962-1965, Konsili Vatikan II menghasilkan
16 dokumen, terdiri dari 4 Konstitusi, 9 Dekrit, dan 3 Deklarasi
sebagai berikut:
Empat
konstitusi yang dikeluarkan oleh Konsili Vatikan II terdiri dari
Lumen
Gentium,
Sacrosanctum
Concillium,
Gaudium
et Spes,
dan Dei
Verbum
Lumen
Gentium
memberikan pemahaman dasar tentang Gereja. Gereja adalah sakramen
keselamatan, tanda serta penghasil persatuan dan persaudaraan kasih.
Tanda ini ditegakkan di tengah-tengah umat manusia yang sudah lebih
dulu bersatu karena berbagai alasan. Di tengah umat manusia, Gereja
dihimpun oleh Roh Kudus dalam cinta kasih Kristus menjadi satu umat.
Persekutuan umat tersebut berkelana menuju asal mula dan akhir
tujuan segala sesuatu yaitu Bapa. Dalam hakikat mengenai Gereja itu,
dipaparkan hak dan kewajiban setiap anggota umat beriman sesuai
dengan anugerah, rahmat, dan tugas pelayanannya.
Gaudium
et Spes
menyatakan bahwa Gereja berada di tengah dunia meskipun bukan dari
dunia. Keberadaan di tengah dunia ini menyadarkan Gereja akan tugas
dan tanggung jawabnya terhadap dunia dan umat manusia dengan segala
persoalan, tantangan, dan hambatan yang dihadapi. Gereja diajak untuk
memberikan sumbangan dalam rangka pembangunan dan peningkatan mutu
hidup manusia berdasarkan nilai martabat pribadi dan masyarakat, baik
dalam bidang kehidupan budaya, sosial, ekonomi, dan politik sebagai
upaya mewujudkan perdamaian dan persaudaraan sejati umat manusia.
Sacrosanctum
Concillium
mengulas suatu sarana kehidupan iman dalam bentuk perayaan resmi yang
disebut liturgi. Dipaparkan mengenai hakekat, maksud, tujuan, sarana
dan cara untuk memantapkan sarana tersebut. Diulas pula mengenai
usul-usul penyederhanaan, pembaruan, pengayaan, penyesuaian dan
penyerapan budaya setempat dalam kegiatan liturgi Gereja.
Dei
Verbum
mengemukakan bagaimana sumber-sumber ilahi digunakan sebagai
inspirasi bagi Gereja untuk memahami diri, melaksanakan tugas,
mengelola tata kehidupan, dan menjalankan seluk beluk perikehidupan.
Gereja diajak untuk memahami tentang fungsi dan manfaat Kitab Suci,
Tradisi, dan wewenang mengajar sebagai satu keseluruhan yang
sinergis.
Konsili
Vatikan II menghasilkan sembilan dekrit yang terdiri dari Orientalium
Ecclesiarum,
Inter
Mirifica,
Apostolicam
Actuositatem,
Perfectae
Caritatis,
Christus
Dominus,
Presbyterorum
Ordinis,
Optatam
Totius,
Ad
Gentes,
dan Unitatis
Redintegratio
Orientalium
Ecclesiarum
mengemukakan sumber tradisi luhur Gereja Katolik Tmur, sejarah
perkembangannya, dan penghayatan kesatuan Gereja dalam ritus dan
tradisi tersendiri. Hal ini merupakan bentuk perhatian khusus bagi
para anggota Gereja yang mengikuti tradisi sendiri yang berbeda
dengan tradisi Gereja Barat.
Inter
Mirifica
merupakan pengakuan Gereja terhadap kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi. Gereja juga ingin memanfaatkan penemuan yang menakjubkan,
baik dari ilmu pengetahuan maupun teknologi. Penemuan yang paling
ampuh untuk mempersatukan dunia dan umat manusia adalah alat-alat
komunikasi sosial, baik media cetak maupun elektronik. Konsili ingin
mengemukakan bagaimana pemanfaatan alat-alat tersebut baik untuk
pewartaan Injil maupun penyebaran nilai manusiawi universal.
Apostolicam
Actuositatem
memberikan penyadaran serta pengembangan tugas dan tanggung jawab
awam dalam perutusan Gereja. Kaum awam merupakan kelompok umat
mayoritas. Kaum awam sepenuhnya adalah anggota Gereja. Mereka memikul
tugas perutusan gereja bersama dengan anggota umat lainnya. Melalui
pembaptisan, mereka ikut mengambil bagian dalam tugas Kristus sebagai
imam, nabi, dan gembala.
Perfectae
Caritatis
membahas tentang pembaruan yang serasi seputar hidup membiara. Cara
hidup membiara adalah cara hidup yang dikembangkan Gereja berdasar
cita-cita Tiga Nasehat Injil. Ada sebagian anggota Gereja yang
memilih cara hidup membiara. Cara hidup ini kemudian ditinjaukembali
agar sesuai dengan citra Gereja dan selaras dengan persepsi panggilan
Gereja di dalam dunia dewasa ini.
Christus
Dominus
menjabarkan tentang tugas Uskup dalam menggembalakan umat, baik
secara sendiri-sendiri maupun dalam satu persekutuan bersama dengan
Sang Gembala Utama, yaitu Paus. Perutusan Gereja dipikul bersama-sama
oleh seluruh umat seturut dengan takaran kasih karunia, karisma dan
tugas pelayanannya. Para Uskup merupakan pengganti para rasul yang
menjalankan tugas kerasulan dalam wilayah yang dipercayakan
kepadanya.
Presbyterorum
Ordinis
menyoroti para petugas resmi pembantu Uskup, yaitu para imam. Gereja
ingin menempatkan imam dalam status dan jabatan yang seharusnya. Para
imam, melalui tahbisan dan perutusan yang mereka terima dari para
Uskup, diangkat untuk melayani Kristus, Sang Guru, Imam dan Gembala.
Mereka ikut menunaikan pelayanan Kristus yang dipahami sebagai upaya
untuk membangun dunia ini menjadi umat Allah.
Optatam
Totius
mengemukakan kaidah-kaidah baru mengenai pendidikan para imam secara
integral. Pendidikan ini meliputi pembinaan akademis, pemantapan
moral spiritual dan pematangan kepribadian. Semua ini dibuat karena
peranan imam sangat menentukan dalam kehidupan dan pembaruan Gereja.
Ad
Gentes
merinci inti, karya, dan pernak-pernik kegiatan perutusan Gereja yang
disebut karya misioner. Kristus telah memberikan tugas kepada Gereja
untuk mewartakan Injil ke seluruh penjuru dunia dan kepada seluruh
umat manusia. Tugas inilah yang menjadi inti perutusan Gereja di
tengah dunia.
Unitatis
Redintegratio ingin
memberikan pernyataan hasrat Gereja untuk memulihkan persatuan dengan
saudara-saudara yang sama-sama mengaku percaya kepada Kristus yang
satu. Karena Kristus tidak terpecah-pecah, tidak dapat diragukan
bahwa ada semakin besar keinginan di semua pihak untuk memulihkan
kesatuan persekutuan Kristen.
Tiga
deklarasi disampaikan Konsili Vatikan II kepada masyarakat dunia,
yaitu Gravissimum
Educationis,
Nostra
Ætate,
dan Dignitatis
Humanæ
Gravissimum
Educationis
menuangkan pemikiran sekitar pendidikan sebagai tugas yang juga
dilaksanakan oleh Gereja. Dalam rangka melayani pembinaan pribadi
manusia dan masyarakat, Gereja melaksanakan pelayanan pendidikan.
Asas dan tujuan serta ciri dan pengelolaan pendidikan tersebut
ditegaskan kembali agar mencapai tujuan yang telah ditetapkan oleh
Gereja mengembangkan iman dan pengetahuan.
Nostra
Ætate
menegaskan sikap hormat, penuh perhatian, dan pemahaman terhadap
agama-agama dan kebudayaan-kebudayaan lain, yaitu Hinduisme,
Buddhisme, Islam, Yahudi, serta mereka yang tidak percaya dan menolak
Tuhan. Dengan demikian, diharapkan ada sikap saling memahami yang
dapat berujung pada sikap dialog dan kerjasama.
Dignitatis
Humanæ
ingin mencanangkan bahwa Gereja mengakui kebebasan beragama dan
kebebasan agama. Hal ini didasarkan pada martabat pribadi manusia
yang sangat agung. Atas dasar itu, Gereja menegaskan bahwa setiap
orang sebagai pribadi manusia dan setiap kelompok sebagai masyarakat
berhak untuk mengikuti hati nuraninya secara bebas.
Apa bedanya antara Konstitusi Dogmatis, Dekrit, dan Deklarasi? Konstitusi Dogmatis menyatakan landasan ideal yang menjadi dasar ajaran dan sikap yang dilakukan oleh Gereja. Dekrit mengandung keputusan-keputusan yang ingin dijalankan oleh Gereja. Deklarasi menuangkan pernyataan sikap Gereja tentang hal tertentu. Pembedaan status dokumen itu menggambarkan bagaimana Gereja ingin memberikan dasar, melaksanakan ajaran, dan memberikan komentar terhadap perkembangan yang terjadi di dunia.
Apa bedanya antara Konstitusi Dogmatis, Dekrit, dan Deklarasi? Konstitusi Dogmatis menyatakan landasan ideal yang menjadi dasar ajaran dan sikap yang dilakukan oleh Gereja. Dekrit mengandung keputusan-keputusan yang ingin dijalankan oleh Gereja. Deklarasi menuangkan pernyataan sikap Gereja tentang hal tertentu. Pembedaan status dokumen itu menggambarkan bagaimana Gereja ingin memberikan dasar, melaksanakan ajaran, dan memberikan komentar terhadap perkembangan yang terjadi di dunia.
Tindak
Lanjut Hasil Konsili
Konsili
Vatikan II ingin memperjuangkan semangat keterbukaan dan
persaudaraan. Semangat yang dikorbarkan oleh Paus Yohanes XXIII ini
tampak dalam suasana konsili di mana semakin banyak orang dilibatkan
untuk urun rembug demi kemajuan pelayanan Gereja. Dalam pidato
pembukaannya, Paus Yohanes XXIII mendesak para Bapa Gereja untuk
"menunjukan belas kasih dan bukan kecaman" dalam
dokumen-dokumen yang akan mereka buat. Semangat keterbukaan ini
kemudian dilanjutkan oleh para paus yang menjabat setelah Yohanes
XXIII. Paus Paulus VI dan Yohanes Paulus II mengunjungi banyak negara
dan berdialog dengan para pemimpin bangsa dan agama.
Dalam
sebuah wawancara yang dimuat dalam Majalah HIDUP No. 32 Tahun ke-66.
05 Agustus 2012, Romo Carolus Borromeus Mulyatno mengatakan bahwa
Konsili Vatikan II mendorong berkembangnya komunitas iman sebagai
murid-murid Yesus yang selalu menghayati doa dengan rendah hati,
menimba kekuatan Sabda, saling belajar serta mengembangkan dan
bersaudara secara luas. Pendidikan menjadi sarana untuk menumbuhkan
persaudaraan dan solidaritas demi kehidupan yang damai dan menjunjung
semangat dialog. Sementara itu, tantangan yang dihadapi oleh semangat
Konsili Vatikan II adalah semangat individualisme yang menjadi spirit
dunia sekarang ini. Individualisme merupakan spirit dan cara hidup
tertutup, mengandalkan kemampuan diri sendiri, dan melihat orang lain
sebagai pesaing. Semangat ini akan memproduksi cara hidup yang
menghalalkan kekerasan untuk menyelesaikan masalah. Untuk itu,
seluruh umat perlu mengedepankan semangat keterbukaan dan
persaudaraan. Persaudaraan merupakan semangat dan cara hidup yang
menyadari bahwa setiap orang membutuhkan sesama untuk saling
menghormati, membantu, dan mengembangkan.
Menyikapi
situasi di atas, umat Katolik perlu terus menyuarakan dan memberi
kesaksian tentang hidup dalam damai dan persaudaraan, cara hidup yang
diperkenalkan oleh Konsili Vatikan II. Sayang, di Indonesia, mungkin
belum banyak orang yang tahu mengenai Konsili Vatikan II dan
hasil-hasilnya. Hal ini merupakan tantangan bagi seluruh umat Katolik
untuk mau tahu dan mau belajar tentang kekayaan ajaran Gereja ini. Di
Tahun Iman ini, kita diberi kesempatan untuk belajar mengenal lebih
dalam tentang Konsili Vatikan II dan Katekismus Gereja Katolik. Siapa
yang mau belajar? Ayo kita belajar bersama.
Gambar
diambil dari: http://obor5.blogsome.com/images/dokumen-konsili.gif
dan
http://spiritualitaskatolik.files.wordpress.com/2012/10/konsili-vatikan-ii.jpg