Rabu, 30 April 2014

Mengantar Teman-teman Kelas XII Menuju Ujian Nasional

Tak terasa bulan April sudah hampir kelar. Baru ingat kalau bulan ini belum sempat menulis catatan kegiatan Ruang Podjok. Bulan ini, kegiatan dipenuhi dengan ujub khusus, yaitu mengantar teman-teman kelas XII untuk memasuki masa penting menghadapi Ujian Nasional. Tahun ini, Ujian Nasional dilaksanakan pada tanggal 14-16 April. Kebetulan, Ujian Nasional tahun ini berada dalam masa istimewa yang dirayakan oleh Gereja, yaitu Pekan Suci. Pekan Suci merupakan masa yang digunakan Gereja untuk mengenangkan puncak karya Yesus melalui sengsara, wafat, dan bangkit. Berarti, teman-teman kelas XII diajak untuk menyatukan perjuangan mereka dengan perjuangan Yesus sendiri. Nah, untuk mengantar perjuangan teman-teman kelas XII, Ruang Podjok mengadakan dua kegiatan, yaitu Perayaan Ekaristi dan Doa Bersama sebelum Ujian Nasional. Kegiatan Ekaristi merupakan agenda khusus Ruang Podjok sedangkan Doa Bersama adalah agenda bersama dengan Kerohanian Kristen. Dua kegiatan tersebut dilaksanakan pada tanggal 4 dan 10 Maret 2014.
Konsili Vatikan II menyatakan bahwa Ekaristi merupakan puncak dan sumber kehidupan Gereja. Dengan keyakinan itu, Penjaga Podjok mengajak seluruh anggota Ruang Podjok untuk merayakan Ekaristi bersama. Ekaristi ini dilaksanakan pada hari Jumat Pertama sekaligus menjadi pengantar bagi teman-teman kelas XII untuk menyiapkan diri menghadapi Ujian Nasional. Ekaristi ini juga merupakan Ekaristi pertama yang dilakukan di Ruang Podjok. Menurut kabar yang diterima oleh Penjaga Podjok, belum pernah ada Ekaristi sebelumnya. Ya... semoga ini menjadi awal yang baik bagi semuanya. Ekaristi kali ini dilayani oleh Romo Andrianus Sulistyono, MSF dari Paroki Santo Petrus Purwosari. Sebenarnya, yang diminta pertama untuk memimpin Ekaristi adalah pastor dari Paroki San Inigo Dirjodipuran sebagai paroki yang mereksa pastoral bagi warga Katolik di SMK Negeri 3. Namun, karena ada kegiatan yang bersamaan, akhirnya Penjaga Podjok harus lari mencari pastor lain yang berkenan untuk melayani. Syukurlah Romo Andre berkenan memberikan pelayanan siang itu. Matur nuwun Romo...



Dalam Ekaristi tersebut, sengaja yang dipilih menjadi petugas adalah teman-teman kelas XII. Merekalah yang didoakan dan didukung. Oleh karena itu, mereka juga yang harus terlibat lebih banyak. Bacaan pertama dibacakan oleh Dea Putra Pratama dan doa umat dibacakan oleh Dewi Mutiarasani. Dalam homilinya, Romo Andre mengajak semua pengikut Ekaristi untuk mengembangkan tiga kemampuan intelektual, yaitu Intelectual Quotient, Emotional Quotient, dan Spiritua Quotient. Jika tiga kemampuan ini dikembangkan secara maksimal, seorang pribadi adakan memiliki keseimbangan perkembangan hidup. Keseimbangan hidup itu diperlukan untuk menjadi berhasil. Namun, Romo Andre juga mengingatkan bahwa pengembangan kepribadian itu tidak begitu mudah karena ada banyak rintangan. Ini merupakan tantangan yang harus dilewati dan diperjuangkan. Hal ini juga dinyatakan dalam sabda yang dibacakan hari itu dimana orang-orang benar selalu dilawan karena dia menjadi gangguan bagi orang-orang jahat (Keb 2:12). Siswa-siswi kelas XII pun diajak untuk selalu berjuang menjadi orang benar dengan belajar giat dan jujur dalam ujian. Perayaan Ekaristi siang tersebut menjadi istimewa karena Romo Andre menerimakan komuni kepada para pengikut Ekaristi dalam dua rupa, yaitu roti dan anggur. Sekali lagi terima kasih karena Ekaristi pertama yang sangat mengesankan.




Selang enam hari kemudian, acara yang kedua dilaksanakan. Acara Doa Bersama ini memang sudah diagendakan oleh sekolah beberapa bulan sebelumnya. Doa Bersama ini diikuti oleh siswa-siswi Katolik dan siswa-siswi Kristen. 

Dalam kesempatan itu, Penjaga Podjok dipercaya untuk memberikan sedikit permenungan. Sabda yang direnungkan hari itu diambil dari Surat kepada Orang Ibrani (Ibr 12:3-12). Dalam renungan tersebut, para siswa diajak untuk bertekun dalam iman. Pengalaman menghadapi ujian kali ini bukanlah pengalaman yang pertama kali. Tentu sudah banyak yang dipelajari dalam menghadapi pengalaman ujian, baik dalam persiapan maupun pelaksanaan ujian. Surat kepada Orang Ibrani membawa pada pemahaman bahwa ujian dapat disebut sebagai saat Tuhan mendidik untuk berjuang lebih keras dan untuk mengusahakan diri menjadi lebih baik. Saat ujian menjadi saat seseorang untuk menguji diri sendiri sampai di mana kemampuan seseorang dalam mengelola waktu, mengasah ketrampilan, dan mengembangkan kepandaian yang telah diberikan Tuhan. Waktu ujian memang bukanlah waktu yang menyenangkan, tetapi waktu ujian menjadi saat bagi kita untuk mengembangkan diri menjadi yang lebih baik. Ujian – pada saat dijalani – memang pahit, tetapi – setelah dijalani –rasa manisnya mulai terasa karena jika lulus ujian, seseorang dimungkinkan untuk mencapai tahap kehidupan yang lebih tinggi bahkan mungkin lebih baik. Dalam situasi seperti ini, yang dituntut dari kita adalah KETEKUNAN DALAM PERJUANGAN. Ketekunan akan membuahkan keberhasilan. Ketekunan dalam perjuangan ini diteladankan oleh Tuhan Yesus Kristus. Ia sendiri mengalami penangkapan, pengadilan, penganiayaan yang sadis, memikul sendiri salibNya, dan menjalani kisah sengsaraNya dengan penuh kesetiaan. Ketekunan dalam perjuangan adalah kunci keberhasilan. Yesus sendiri dengan tekun menanggung penderitaan sebagai bentuk ketaatanNya kepada Bapa. Ketekunan Yesus untuk melaksanakan kehendak Bapa menghasilkan buah, yaitu ketika Ia dibangkitkan dari kematian. Kebangkitan Yesus dari kematian merupakan pernyataan bahwa Allah membenarkan Yesus dan segala karya yang dilakukanNya. Bagi Allah, Yesus adalah orang benar karena dia tekun dan taat total pada kehendak Allah. Keberhasilan hampir selalu didapatkan setelah seseorang menjalani saat-saat yang sulit. Dan salah satu kisah keberhasilan yang didapat dari ketekunan itu dapat dipelajari dari Kisah Seekor Kupu-kupu berikut ini...

Seorang laki-laki menemukan sebuah kepompong berisi kupu-kupu. Laki-laki itu terus mengikuti perkembangan kepompong dan kupu-kupu di dalamnya itu.
Suatu hari, sebuah celah sempit mulai nampak pada kepompong itu. Laki-laki itu duduk dan mengamati kupu-kupu itu selama beberapa jam. Kupu-kupu berjuang untuk melepaskan tubuhnya yang mulai membesar lewat celah kecil pada kepompongnya.
Setelah beberapa saat, perjuangan itu tampaknya terhenti seakan-akan si kupu-kupu tidak akan melanjutkannya. Laki-laki itu kemudian memutuskan untuk menolong si kupu-kupu. Ia mengambil gunting, menyelipkannya pada sisa kulit kepompong yang belum terbuka dan mulai menggunting sisa kulit kepompong itu.
Kupu-kupu itu dapat lepas dengan mudah namun badannya tampak membengkak dan sayapnya mengkerut. Laki-laki itu terus memperhatikan si kupu-kupu sambil berharap sebentar lagi sayapnya akan mengembang dan membesar sehingga mampu menyokong tubuhnya.
Namun, tidak ada yang berubah! Kupu-kupu itu menghabiskan sisa hidupnya dengan merangkak berputar-putar. Kupu-kupu itu tidak pernah dapat terbang.
Ternyata, satu hal yang tidak dimengerti oleh laki-laki yang baik namun tergesa-gesa itu:
Kulit kepompong yang kaku dan perjuangan yang dilakukan oleh si kupu-kupu untuk keluar dari celah sempit kepompongnya menjadi cara untuk memompa cairan dari tubuh ke sayap sehingga sayap itu akan berkembang menjadi kuat dan pada waktunya siap untuk dipakai sebagai alat terbang bagi si kupu-kupu.

Kadangkala, perjuangan adalah sesuatu yang kita perlukan dalam hidup. Melewati kehidupan tanpa tantangan akan membuat kita lumpuh. Kita tidak akan menjadi kuat jika tidak pernah melewati tantangan dan kita tidak akan pernah bisa terbang. Dalam situasi apapun, Tuhan memberikan hal-hal yang kita perlukan. Hal yang kita perlukan itu belum tentu menjadi hal yang kita inginkan.

Aku meminta kekuatan dan Tuhan memberiku kesulitan yang membuatku kuat.
Aku meminta kebijaksanaan dan Tuhan memberikan padaku persoalan untuk dipecahkan.
Aku meminta kemakmuran dan Tuhan memberiku lengan dan otak untuk bekerja.
Aku meminta keberanian dan Tuhan memberiku bahaya untuk diatasi.
Aku meminta kesabaran dan Tuhan menempatkanku dalam situasi yang menuntutku untuk bersabar.
Aku meminta cinta dan Tuhan memberikan kepadaku orang-orang bermasalah untuk ditolong.
Aku meminta kemurahan hati dan Tuhan memberikanku kesempatan.
Aku menerima bukan yang aku inginkan tetapi aku menerima apa yang aku perlukan.

Mengikuti Yesus bukan langit biru yang Ia janjikan, juga bukan bunga indah yang bertebaran, tetapi jalan penuh liku karena jalan itu pula yang pernah Ia lewati. Janet S. Dickens mengatakan, “Sayap perubahan lahir dari kesabaran dan perjuangan.” Sukses untuk teman-teman kelas XII. Tuhan memberkati perjalanan hidup kalian selanjutnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar