Rabu, 02 April 2014

Hati yang Mencintai dan Tangan yang Melayani


Kata-kata yang menjadi tema APP tahun ini, “Berikanlah hatimu untuk mencintai dan ulurkanlah tanganmu untuk melayani,” dinyatakan oleh Ibu Teresa dari Kalkuta (26 Agustus 1910 – 5 September 1997). Tema APP kali ini didasari oleh pandangan Paus Benediktus XVI dalam ensikliknya yang pertama berjudul Deus Caritas Est (Allah adalah Kasih). Melalui ensiklik tersebut, kita diajak semakin menyadari kasih Allah dalam hidup kita. Puncak karya kasih Allah tampak dalam seluruh hidup Yesus. Kasih Allah secara melimpah telah dicurahkan Allah kepada kita dan karenanya harus kita bagikan kepada sesama (DC 1). Membagikan kasih Allah merupakan tanggung jawab kita sebagai umat beriman. “Jika iman itu tidak disertai perbuatan, maka iman itu pada hakekatnya adalah mati” (Yak 2:26). Sabda di atas semakin menegaskan apa yang mesti kita lakukan dalam kehidupan.
Mengapa harus mengasihi? Ada banyak jawaban atas pertanyaan ini. Namun, inti dari semuanya adalah bahwa “kita mengasihi karena Allah lebih dahulu mengasihi kita” (1 Yoh 4:19). Karena kita sudah dikasihi oleh Allah, kita seharusnya mau membagikan kasih kepada sesama. Selain itu, Yesus memberikan perintah kepada kita untuk saling mengasihi, “Inilah perintahKu kepadamu: Kasihilah seorang akan yang lain” (Yoh 15:17). “Jika kamu menuruti perintahKu, kamu akan tinggal dalam kasihKu, seperti Aku menuruti perintah BapaKu dan tinggal dalam kasihNya” (Yoh 15:10).
Setelah kita mencoba mengerti mengapa kita harus mengasihi, pertanyaan selanjutnya yang dapat diajukan adalah “Kepada siapa kasih diberikan?” Terhadap pertanyaan ini, Yesus mengatakan dalam hukumNya, “Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu dan dengan segenap kekuatanmu dan kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri” (Mat 22:37-39). “Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu” (Mat 5:44). Tuntutan Yesus mengenai siapa yang diberi kasih tidak mudah. Kita diajak mengasihi Allah, sesama, diri sendiri, dan musuh. Mengapa harus demikian? Kiranya ayat ini dapat menjadi jawaban, “Barangsiapa tidak mengasihi saudaranya yang dilihatnya tidak mungkin mengasihi Allah yang tidak dilihatnya” (1 Yoh 4:20)
Apa itu kasih? Kasih ditampakkan melalui tindakan atau perbuatan yang membuat kita berani keluar dari diri sendiri. Kepentingannya hanya satu, yaitu kebahagiaan orang lain secara tulus dan tanpa pamrih. Dapat dikatakan bahwa kasih itu memberi, memberi dan memberi… Kasih yang sempurna itu ditampakkan oleh kasih orangtua kepada anak, “Kasih ibu kepada beta tak terhingga sepanjang masa. Hanya memberi tak harap kembali bagai sang surya menyinari dunia.” Kasih ini juga ditampakkan oleh Bapa karena ia memberi kepada orang yang baik dan orang yang jahat (bdk. Mat 5:45). Mari kita merenungkan sebentar bagaimana kita menyatakan kasih kita kepada siapa saja di sekitar kita.
Dalam kehidupan sehari-hari, kasih perlu dihidupi dalam tindakan konkret. Kasih itu mulai dikembangkan dalam keluarga. Paus Yohanes XXIII mengatakan, “Cinta kasih mula-mula dipelajari dalam keluarga dari orang tua kami, saudari-saudara kami, dan sanak saudara kami lainnya. Apabila pengalaman itu digabungkan dengan iman yang mendalam, doa keluarga, dan ibadat yang teratur di gereja paroki, keluarga kristiani tentu saja akan menjadi sekolah kebaikan. Keluarga memegang peran penting dalam mengembangkan kasih dalam diri setiap manusia. Manusia dapat memiliki kebiasaan baik jika ia mulai belajar hal-hal baik dalam keluarga. Dorothy Law Nolte mengatakan, “Jika anak dibesarkan dengan celaan, ia belajar memaki. Jika anak dibesarkan dengan permusuhan, ia belajar berkelahi. Jika anak dibesarkan dengan cemoohan, ia belajar rendah diri. Jika anak dibesarkan dengan penghinaan, ia belajar menyesali diri. Jika anak dibesarkan dengan toleransi, ia belajar menahan diri. Jika anak dibesarkan dengan dorongan, ia belajar percaya diri. Jika anak dibesarkan dengan sebaik-baiknya perlakuan, ia belajar keadilan. Jika anak dibesarkan dengan kasih sayang dan persahabatan, ia belajar menemukan cinta dalam kehidupan.”
Belajar untuk mengasihi berlangsung seumur hidup dan terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Belajar untuk mengasihi semakin dimulai dari tindakan-tindakan kecil yang kemudian menjadi kebiasaan dan akhirnya membentuk karakter dalam diri seseorang. Sudahkah kita melakukan perbuatan kasih hari ini?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar