Merebaknya penyebaran virus Corona telah mengubah berbagai sendi kehidupan manusia. Berbagai sektor telah terdampak oleh penyakit yang ditetapkan sebagai pandemi oleh World Health Organization ini. Gereja Katolik juga tidak luput dari dampak pandemi ini. Salah satu dampak yang paling dirasakan adalah ditiadakannya kegiatan yang melibatkan banyak orang di sutu tempat, termasuk Perayaan Ekaristi. Peniadaan ini sempat menimbulkan pro dan kontra. Meskipun demikian, Gereja Katolik tampaknya harus belajar untuk menyesuaikan diri karena salah satu cara yang diyakini manjur untuk memutus penyebaran virus ini adalah dengan membatasi perjumpaan.
Pembatasan perjumpaan umat di satu tempat ini mau tidak mau membuat Gereja Katolik kreatif untuk tetap menghayati kehidupan imannya. Yang kemudian menjadi tren di tengah umat yang tidak bisa bersekutu ini adalah Perayaan Ekaristi Jarak Jauh yang lazim disebut Perayaan Ekaristi Live Streaming atau Misa Online. Apa dasar dari Misa Online ini? Apakah Misa Online ini menjadi cara baru menghayati warisan tradisi? Bagaimana seharusnya umat menghayati Misa Online? Semoga tulisan ini boleh sedikit membantu menjawab.
Mengapa Misa Online?
Misa Online merupakan suatu istilah yang digunakan untuk menyebut tindakan umat mengikuti Perayaan Ekaristi jarak jauh melalui berbagai media komunikasi secara online atau daring. Dalam kesempatan itu, dilakukanlah penayangan aktivitas imam yang sedang merayakan Ekaristi di suatu tempat sehingga dapat diikuti oleh umat beriman yang berada di tempat lain. Karena kebanyakan media yang dipakai untuk menayangkan berada dalam jaringan internet, perayaan itu kemudian disebut Misa Online.
Barangkali ada yang bertanya mengapa Gereja Katolik memberikan perhatian besar pada pengaturan liturgi, terutama Perayaan Ekaristi, selama pandemi Corona ini. Kiranya ada tiga jawaban yang dapat diberikan. Pertama, Perayaan Ekaristi (dan kegiatan liturgi lain) sangat berhubungan dengan tindakan mengumpulkan orang dalam jumlah banyak padahal cara untuk memutus pandemi Corona ini adalah membatasi orang agar tidak berkumpul dalam jumlah banyak dan saling berdekatan. Dalam kehidupan masyarakat, cara ini lazim disebut social distancing atau physical distancing. Oleh karena itu, Gereja Katolik kemudian mengambil langkah untuk membatasi perjumpaan yang dihadiri oleh banyak orang untuk memutus rantai penyebaran wabah. Kedua, Gereja Katolik mengajarkan kewajiban merayakan Ekaristi Hari Minggu melalui salah satu dari Lima Perintah Gereja. Perintah nomor dua menyatakan, “Ikutlah Perayaan Ekaristi pada hari Minggu dan hari raya yang diwajibkan, dan janganlah melakukan pekerjaan yang dilarang pada hari itu.” Perintah ini ditegaskan kembali oleh Konsili Vatikan II, “Pada hari itu (Minggu) umat beriman wajib berkumpul untuk mendengarkan sabda Allah dan ikut serta dalam Perayaan Ekaristi” (Sacrosanctum Concillium 106). Kebiasaan untuk berkumpul dan mengikuti Ekaristi ini sudah menjadi tradisi sejak zaman para rasul. Oleh karena itu sangat betul bahwa orang Katolik memiliki kewajiban untuk mengikuri Ekaristi pada hari Minggu. Ketiga, Konsili Vatikan II mengajarkan bahwa Ekaristi adalah “sumber dan puncak kehidupan umat kristiani” (Lumen Gentium 11). Artinya, hidup dan seluruh acara-kegiatan-pekerjaan maupun pelayanan Gereja menemukan sumbernya dari Ekaristi dan diarahkan kepada Ekaristi. Dalam arti tertentu, kita dapat tetap gembira, sabar, tabah dan tahan banting dalam mengarungi perjalanan hidup kita yang tidak mudah ini hanya karena kekuatan Allah yang ditimba dari Ekaristi. Begitu pula rencana, cita-cita dan kegiatan kita diarahkan kepada kemuliaan Allah dan keselamatan jiwa kita yang puncaknya dirayakan dalam Perayaan Ekaristi. Rasanya, ketiga pertimbangan ini menjadi dasar bagi hirarki Gereja Katolik untuk memberikan pengaturan terhadap Perayaan Ekaristi (dan kegiatan liturgi lainnya).
Secara resmi, keputusan Tahta Suci atas izin pengadaan Misa Online ini terbit pada 25 Maret 2020. Kongregasi untuk Ibadah Ilahi dan Tata Tertib Sakramen mengemukakan sebuah dekrit yang hanya berlaku dalam kurun waktu Covid-19. Terjemahan bebas isi dekrit yang mengatur Misa Online adalah sebagai berikut:
“Mempertimbangkan situasi pandemi Covid-19 yang berkembang dengan cepat, dan mempertimbangkan pula pengamatan dari Konferensi Waligereja, Kongregasi ini membarui petunjuk-petunjuk dan saran yang telah diberikan kepada para Uskup pada tanggal 19 Maret 2020. Mengingat bahwa tanggal Paskah tidak dapat dipindahkan di negara-negara yang telah terinfeksi penyakit dan pembatasan atas pertemuan publik dan pergerakan orang banyak telah diterapkan, para Uskup dan imam boleh merayakan ritus Pekan Suci tanpa kehadiran umat di tempat yang sesuai, sambil menghindari konselebrasi dan salam damai.
Umat beriman harus diberitahu mengenai waktu perayaan tersebut sehingga mereka dapat bersatu dalam doa di rumah mereka. Sarana-sarana siaran telematis langsung (bukan rekaman) sungguh bermanfaat. Dalam hal apapun tetaplah penting untuk meluangkan waktu yang memadai untuk berdoa, sembari memberikan prioritas kepada Liturgia Horarum (Ibadat Harian).
Konferensi Waligereja hendaknya memastikan bahwa materi-materi disediakan untuk mendukung doa pribadi dan keluarga.”
Dekrit yang ditandatangani oleh Kardinal Robert Sarah sebagai Prefek dan Uskup Agung Arthur Roche sebagai Sekretaris ini menjadi pijakan bagi para Uskup di berbagai negara untuk mengatur pelaksanaan Misa Online selama pandemi Corona.
Cara Baru?
Dalam sejarah Gereja Katolik, pengalaman Ekaristi jarak jauh ini sebenarnya bukan hal yang baru. Adalah Santa Klara dari Asisi (1194-1253) yang pernah punya pengalaman mengikuti Ekaristi jarak jauh. Suatu kali, pada suatu Malam Natal, Klara menderita sakit berat dan tidak dapat pergi keluar bahkan tidak dapat mengikuti Ekaristi. Saat para suster lain menempuh perjalanan mengikuti Ekaristi, dia berada di atas tempat tidurnya dan berdoa agar diperbolehkan ikut ambil bagian dalam Ekaristi. Tidak lama kemudian, Tuhan menganugerahkan kepadanya penglihatan yang ajaib. Ia dapat melihat Ekaristi yang sedang berlangsung seolah-olah perayaan itu terjadi di kamar tidurnya sendiri. Pada tahun 1958, Paus Pius XII mengangkat kembali kisah hidup Santa Klara ini sehingga ia dijadikan pelindung televisi karena istilah “televisi” yang berasal dari bahasa Yunani berarti “melihat dari jauh.”
Seiring perkembangan zaman, Gereja Katolik menggunakan berbagai kemajuan teknologi untuk menyiarkan kegiatan liturgi. Barangkali kita masih ingat ada salah satu stasiun televisi yang dengan rajin menyiarkan Misa Natal dan Paskah dari Vatikan secara langsung sehingga umat di Indonesia bisa mengambil bagian dalam perayaan itu. Bahkan, pada tahun 2005, umat di Indonesia dimanja dengan siaran langsung Misa Requiem Sri Paus Yohanes Paulus II. Ada juga yang mungkin masih mengalami siaran gelombang radio atas Perayaan Ekaristi dari suatu paroki yang dipancarkan oleh Radio Republik Indonesia. Berkenaan dengan penggunaan media untuk menyiarkan Perayaan Ekaristi, Konferensi Para Uskup Amerika Serikat sejak tahun 1996 telah memiliki panduan resmi untuk memfasilitasi penyelenggaraan Misa jarak jauh ini. Pengalaman demi pengalaman Gereja Katolik ini menunjukkan bahwa Misa Online ternyata bukanlah hal yang sangat baru dalam Gereja Katolik. Kalau memang mau dianggap sebagai hal baru, kebaruan itu terletak pada semakin beragamnya media yang dapat digunakan untuk mengikuti Misa Online ini. Kalau dulu Misa Online hanya dapat diikuti melalui televisi dan radio, sekarang Misa Online bisa diikuti dari berbagai gawai seperti ponsel, tablet, dan komputer.
Memusatkan Diri pada Komuni Batin
Misa Online yang baru tren ini sebenarnya menggali kembali warisan tradisi kuno yang disebut Komuni Batin. Komuni Batin adalah tindakan orang-orang Kristiani yang mengungkapkan kerinduan untuk bersatu dengan Yesus dalam Ekaristi Kudus. Cara ini sering digunakan sebagai langkah persiapan mengikuti Perayaan Ekaristi atau kebaktian bagi mereka yang tidak dapat menerima Komuni Suci. Praktek ini sudah dimulai sejak zaman Gereja Perdana, terutama saat uma tidak bisa merayakan Ekaristi akibat penganiayaan yang dilakukan para penguasa saat itu.
Praktek Komuni Batin telah dihayati oleh orang-orang kudus sepanjang zaman. Santo Thomas Aquinas menyatakan Komuni Batin sebagai hasrat membara untuk menerima Yesus dalam Sakramen Kudus dan dekapan penuh kasih meskipun kita telah menerimaNya. Dalam ensiklik Ecclesia de Eucharistia, Santo Yohanes Paulus II menjelaskan bahwa praksis Komuni Batin telah dilakukan oleh Gereja selama berabad-abad dan dianjurkan oleh para kudus yang sudah mahir dalam hidup rohani. Santo Padre Pio menggambarkan betapa hatinya seakan-akan ditarik oleh kuasa ilahi setiap ia akan menerima Komuni Kudus. Santo Yohanes Maria Vianney membandingkan Komuni Batin sebagai bara yang siap mengobarkan api dalam kehidupan. Bahkan, tidak sedikit orang kudus yang memiliki rumusan doa khas saat melakukan Komuni Batin. Salah satunya adalah doa yang kita pakai dalam kondisi pandemi Corona ini, yaitu doa dari Santo Alfonsus de Liguori.
Mempertimbangkan betapa agungnya tradisi Komuni Batin, pada tahun 1983, Kongregasi Ajaran Iman mengeluarkan aturan yang menyatakan bahwa Komuni Batin dapat menimbulkan efek yang sama seperti Komuni Kudus dalam Ekaristi bagi orang-orang yang berada dalam situasi sebagai berikut: 1) mereka yang tinggal di paroki namun tidak ada imam yang memberikan pelayanan sakramen; 2) mereka yang tidak diperbolehkan untuk menghadiri Perayaan Ekaristi; 3) mereka yang bercerai dan menikah kembali; dan 4) mereka yang berada dalam kesatuan iman akan Perjamuan Tuhan seperti yang dihayati oleh Gereja Kristen Protestan.
Menghayati Misa Online
Berhadapan dengan Misa Online dalam kurun zaktu pandemi Corona ini, apa yang dapat dilakukan oleh umat beriman? Ada beberapa hal yang diusulkan. Pertama, umat diajak mempersiapkan diri dengan baik saat mengikuti Misa Online. Konsili Vatikan II mengharapkan agar “umat beriman perlu datang menghadiri liturgi suci dengan sikap-sikap batin yang serasi” (Sacrosanctum Concillium 11). Dalam Misa Online, mengingat lokasi yang dipakai bukanlah bangunan yang biasanya dijadikan tempat perayaan liturgi, persiapan menduduki tempat yang cukup penting. Oleh karena itu, sangat dianjurkan untuk melakukan persiapan dengan baik. Kedua, umat diajak untuk tetap terlibat secara sadar dan aktif dalam liturgi yang sedang dialami. Umat tetap diajak untuk menciptakan suasana seperti yang dialami dalam Perayaan Ekaristi langsung. Sadar dalam liturgi berarti kita tahu, mengerti, dan paham mengenai tatacara dan maksud perayaan yang sedang dilakukan. Tindakan yang seharusnya tidak dilakukan saat mengikuti Perayaan Ekaristi langsung juga tidak boleh dilakukan dalam Misa Online. Aktif dalam liturgi berarti kita ikut ambil bagian dalam perayaan. Umat diajak untuk aktif memberikan berbagai sikap, jawaban, dan tanggapan yang seharusnya dilakukan dalam Perayaan Ekaristi langsung. Ketiga, umat perlu belajar menghayati Komuni Batin. Komuni Batin menjadi cara untuk menyatukan diri dengan kurban Kristus yang sedang dirayakan dalam Perayaan Ekaristi. Dengan mendasarkan Doa Komuni Batin secara khusuk, umat diajak untuk benar-benar bersatu dengan Tubuh dan Darah Kristus yang saat itu belum dapat diterimanya secara langsung. Keempat, umat diajak untuk sadar akan perutusan yang diberikan setelah Misa Online. Di akhir Perayaan Ekaristi, imam selalu menyatakan perutusan kepada umat beriman. Perutusan ini memiliki makna bahwa kita diutus untuk mewartakan dan menghadirkan apa yang telah kita terima dan alami dalam Perayaan Ekaristi. Setelah menerima Sabda dan kehadiran Yesus sendiri, kita diajak untuk melaksanakan sabda dan melakukan apa yang diteladankan oleh Yesus sendiri dalam kehidupan sehari-hari.
Inilah beberapa catatan berkenaan dengan Misa Online yang sedang dihayati oleh umat Katolik selama pandemi ini. Semoga boleh membantu penghayatan iman bersama.
Daftar Pustaka:
Anonim. “Spiritual Communion”. https://en.wikipedia.org/wiki/Spiritual_Communion. Diakses 1 April 2020.
Carlos Ferreira. “Saint Clare of Assisi: Patroness of television”. August 10, 2012. https://saltandlighttv.org/blogfeed/ getpost.php?id=39301. Diakses 1 April 2020.
Cornelius. “[Update] Dekrit mengenai Perayaan Pekan Suci dalam Situasi Pandemi COVID-19.” https://luxveritatis7.wordpress.com/2020/03/21/dekrit-mengenai-perayaan-pekan-suci-dalam-situasi-pandemi-covid-19/ Diakses 1 April 2020.
Phillip Kosloski. “Can’t receive the Eucharist? Here’s how to make a spiritual communion.” https://aleteia.org/2018/09/20/cant-receive-the-eucharist-heres-how-to-make-a-spiritual-communion/ Diakses 1 April 2020.
E. Martasudjita, Pr dkk. “Terlibat secara Aktif: Liturgi yang Sadar dan Aktif” dalam Habitus Baru dalam Liturgi, Renungan Bulan Maria dan Bulan Katekese Liturgi. Yogyakarta: Komisi Liturgi Keuskupan Agung Semarang. 2006.
_____. “Ekaristi sebagai Sumber dan Puncak Hidup Beriman” dalam Devosi Ekaristi dan Ragam Devosi, Renungan Bulan Maria dan Bulan Katekese Liturgi. Yogyakarta: Komisi Liturgi Keuskupan Agung Semarang. 2011.
_____. “Kewajiban Merayakan Ekaristi Hari Minggu” dalam Devosi Ekaristi dan Ragam Devosi, Renungan Bulan Maria dan Bulan Katekese Liturgi. Yogyakarta: Komisi Liturgi Keuskupan Agung Semarang. 2011.
_____. “Ite Missa Est: Pergilah, Kita Diutus!”” dalam Ekaristi: Tinggal dalam Kristus dan Berbuah, Renungan Bulan Maria dan Bulan Katekese Liturgi. Yogyakarta: Komisi Liturgi Keuskupan Agung Semarang. 2012.
_____. “Pentingnya Persiapan Pribadi” dalam Mendalami Liturgi sebagai Pangkal Tolak Pembaruan Gereja, Renungan Bulan Maria dan Bulan Katekese Liturgi. Yogyakarta: Komisi Liturgi Keuskupan Agung Semarang. 2013.
United States Conference of Catholic Bishops. Guidelines for Televising The Liturgy. www.usccb.org/prayer-and-worship/the-mass/frequently-asked-questions/guidelines-for-televising-the-liturgy.cfm. Diakses 1 April 2020.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar