Saat Kembali
Kelas daring adalah saat kembali.
Momentum “learn how to learn.”
Pembelajar kembali menjadi figur sentral dalam pengajaran.
Pengajar kembali pada karakter sentralnya sebagai pembelajar.
Patrisius Mutiara Andalas, 4 April 2020
Seorang kawan menulis demikian di laman Facebooknya. Membaca tulisan itu, saya mengamininya. Pandemi Corona yang tengah melanda dunia telah mengubah hidup manusia. Banyak sisi kehidupan yang terdampak oleh pandemi ini. Sektor pendidikan pun tidak luput dari pengaruh wabah ini. Setelah kasus Corona terdeteksi, pemerintah setempat segera mengumumkan agar seluruh kegiatan publik yang mengumpulkan banyak orang dihentikan. Salah satu kegiatan publik yang juga harus berhenti karena mengumpulkan banyak orang adalah sekolah. Imbasnya, kegiatan belajar di sekolah berganti dengan belajar di rumah. Tulisan kawan itu menggerakkan saya untuk mengajak kita semua menyadari bahwa kegiatan belajar di rumah menjadi saat berharga untuk kembali merenungkan hakikat belajar seumur hidup.
Kata belajar sangat identik dengan sekolah. Saat masih sekolah, seorang manusia memiliki tugas untuk belajar. Namun, apakah benar kata belajar hanya identik dengan sekolah? Kalau sekolah dihentikan kegiatannya seperti sekarang ini, apakah manusia yang sedang sekolah berhenti belajar? Lagipula, kalau seorang manusia sudah tidak menempuh pendidikan di sekolah, apakah ia juga berhenti belajar? Inilah yang perlu dipikirkan kembali. Pandemi Corona ini – bagi saya – telah memberi banyak waktu untuk kembali. Salah satunya merenungkan kembali arti belajar.
Seorang filsuf dan pujangga Romawi bernama Lucius Annaeus Seneca sudah jauh hari berpikir mengenai hakikat belajar. Ia menulis, “Non scholae sed vitae discimus – Kita belajar bukan untuk sekolah melainkan untuk hidup.” Pada hakikatnya, belajar memang bukan hanya untuk kepentingan sekolah, tetapi untuk menjalani hidup dengan baik. Sadar akan hal tersebut, Seneca, yang hidup pada abad pertama Masehi, mewariskan pandangan ini sampai berabad-abad kemudian. Konsep Seneca tentang hakikat belajar kemudian dikembangkan oleh para ahli melalui konsep belajar seumur hidup. Belajar itu berlangsung sejak kecil sampai mati, kapanpun dan dimanapun. Pendidikan seumur hidup ini tidak dibatasi oleh tembok sekolah dan fasilitas yang ada. Dimanapun dan kapanpun, manusia bisa belajar. Inilah konsep belajar tampaknya sedang dikembalikan saat pandemi Corona ini. Sekolah tutup sementara. Siswa belajar di rumah. Dalam situasi ini, kesadaran belajar seumur hidup perlu ditanamkan kembali.
Kesadaran belajar seumur hidup berawal dari kesadaran sebagai manusia pembelajar. Andrias Harefa dalam bukunya Menjadi Manusia Pembelajar menuliskan bahwa tugas pertama manusia dalam proses menjadi dirinya yang sebenarnya adalah menerima tanggung jawab untuk menjadi pembelajar, bukan hanya di gedung sekolah dan perguruan tinggi tetapi terlebih lagi dalam konteks kehidupan. Apa yang dimaksud dengan Manusia Pembelajar? Andrias Harefa mendefinisikan secara panjang lebar mengenai manusia pembelajar seperti berikut ini:
“Setiap orang (manusia) bersedia menerima tanggung jawab untuk melakukan dua hal penting, yaitu 1) berusaha mengenal hakikat dirinya, potensi dan bakat-bakat terbaiknya dengan selalu berusaha mencari jawaban yang lebih baik tentang beberapa jawaban eksistensial seperti : “siapakah aku?”, “darimanakah aku datang?”, “kemanakah aku akan pergi?”, “apakah yang menjadi tanggung jawabku dalam hidup ini?”, dan “kepada siapa aku harus percaya?”; serta 2) berusaha sekuat tenaga untuk mengaktualisasikan segenap potensinya itu, mengekspresikan dan menyatakan dirinya sepenuh-penuhnya, seutuh-utuhnya, dengan cara menjadi dirinya sendiri dan menolak untuk dibanding-bandingkan dengan segala sesuatu yang “bukan dirinya”.
Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa belajar menjadi sangat penting dan perlu terus-menerus dilakukan hingga akhir hayat karena dapat membentuk pemahaman mengenai diri dan dunianya, membentuk kecakapan menghadapi hidup dan kehidupannya, serta mendorong seseorang untuk mengembangkan dan mengaktualisasikan segenap potensi dirinya untuk mencapai kesejahteraan diri dan melaksanakan fungsi-fungsi dirinya di masyarakat.
Konsep belajar seumur hidup seakan menjadi aktual kembali saat pandemi Corona ini karena guru dan siswa mengalami langsung ciri belajar seumur hidup. Umar Tirtarahardja dan S.L. La Sulo memaparkan empat ciri pembelajaran seumur hidup sebagai berikut: 1) tembok pemisah antara sekolah dan lingkungan kehidupan nyata di luar sekolah dihilangkan; 2) kegiatan belajar ditempatkan sebagai kegiatan integral dari proses hidup yang berkesinambungan dan sekolah hanya merupakan sebagian kecil dari proses belajar yang dialami seseorang semasa hidupnya; 3) pembekalan sikap dan metode belajar lebih diutamakan daripada isi pembelajaran; dan 4) peserta didik ditempatkan sebagai pelaku utama dalam proses pendidikan yang mengarah pada pendidikan diri sendiri, autodidak yang aktif kreatif, tekun, bebas, dan bertanggungjawab. Ciri pembelajaran seumur hidup ini menuntut para guru dan siswa memiliki karakteristik sebagai manusia pembelajar seumur hidup, yaitu: 1) sadar bahwa dirinya harus belajar sepanjang hayat; 2) memiliki pandangan bahwa belajar hal-hal baru merupakan cara logis untuk mengatasi masalah; 3) bersemangat tinggi untuk belajar pada semua level; 4) menyambut baik perubahan; dan 5) percaya bahwa tantangan yang terjadi sepanjang hidup adalah peluang untuk belajar hal baru.
Inilah mengapa saya mengamini tulisan kawan saya di awal bahwa pembelajaran di rumah – yang salah satunya dilakukan melalui kelas daring – adalah saat untuk kembali. Semua komponen yang ada di sekolah baik guru maupun siswa kembali belajar bagaimana untuk belajar. Siswa menjadi pusat dalam pembelajaran karena siswalah yang kemudian aktif untuk belajar. Siswa ditempatkan sebagai pribadi yang melakukan proses belajar. Guru pun juga kembali pada karakteristik aslinya sebagai pembelajar karena guru kemudian belajar berbagai macam metode untuk tetap menjalankan perannya. Guru – selain orangtua – hadir menjadi pendidik dan pendamping belajar bagi para siswa yang dipercayakan kepadanya meskipun tidak bertatap muka. Pandemi ini bagi saya membawa berkah tersendiri, terutama kesadaran untuk mau belajar seumur hidup. Semoga kesadaran ini pun juga menular...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar