Ini adalah kali kedua
saya menemani proses retret siswa-siswi Kristiani SMK Negeri 3 Surakarta. Proses
retret ini merupakan hasil rombakan berdasar evaluasi kami – para
guru agama Kristen dan Katolik – atas retret sebelumnya. Ide untuk memikirkan
soal retret dimulai sekitar bulan Mei 2012. Saat itu, kami berbicara tentang
siapa yang akan mendampingi retret. Kami mulai mencari wawasan. Pilihan
akhirnya jatuh pada para pemuka agama entah pendeta atau pastur. Yang jelas,
merekalah yang akan dimintai bantuan untuk memberi materi dalam retret. Ide itu
terus bergulir sampai mempertimbangkan soal tempat.
Sementara bergulir, ide
itu pun dilontarkan kepada siswa pengurus OSIS bidang Kerohanian Kristen dan
Katolik. Mereka pun menyambar ide tersebut dengan cepat dengan membentuk
panitia, survei, memilih tema dan sebagainya. Kerjasama antara siswa Kristen
dan Katolik tampak jelas. Masing-masing tampaknya diikat dalam satu iman kepada
Allah seperti yang diajarkan oleh Yesus Kristus, Roh Kudus, dan Gereja. “Ut
omnes unum sint – jadikanlah mereka satu” Doa Yesus kepada BapaNya ini
tampaknya benar-benar dihayati oleh siswa-siswi Kristiani. Tema retret pun
dipilih oleh siswa-siswi sendiri, yaitu “No Change Without Action” yang
mengambil inspirasi dari Surat Rasul Yakobus yang mengatakan, “Sebab seperti
tubuh tanpa roh adalah mati, demikian jugalah iman tanpa perbuatan-perbuatan
adalah mati” (Yak 2:26)
Bulan Juli, ketika waktu pelaksanaan semakin mendekat, panitia dan pengurus semakin intens untuk memikirkan proses retret. Asal tahu saja, bahwa retret di SMK Negeri 3 Surakarta tidak terpisahkan dari program Pesantren Kilat yang diadakan untuk mengisi setiap kegiatan Bulan Ramadhan. Jadi, pelaksanaannya mengikuti jatuhnya Bulan Puasa. Pelaksanaan kegiatan keagamaan ini merupakan bentuk kebersamaan antara seluruh umat beragama di SMK Negeri 3 Surakarta. Sejak awal, siswa-siswi memang diberikan pengalaman untuk menerapkan nilai Religius dan Toleransi. Bukankah seharusnya hidup beragama itu seperti ini? Ada kerukunan, keharmonisan, saling memahami, dan membangun kebersamaan. Akhirnya, setelah mempertimbangkan berbagai hal, kegiatan Pesantren Kilat dijatuhkan pada tanggal 6-9 Agustus 2012. Sementara siswa-siswi Muslim dan Muslimah beribadah, kami yang Kristiani juga melakukan gladi rohani.
Hari pertama, Pak Heru
– guru Agama Kristen – membawakan firman tentang “Hidup di Bumi seperti di
Surga.” Dalam firman itu, beliau menekankan bahwa hidup krisitiani itu
merupakan perwujudan hidup surgawi. Oleh karena itu, orang Kristiani sudah
seharusnya mewujudkan hidup baik sebagai bentuk hidup surgawi. Hari kedua,
giliran saya – penjaga warung Agama Katolik – yang memberi renungan soal
talenta. Renungan hari itu didasarkan pada sebuah film berjudul “Amelia” yang
menggambarkan kisah hidup Amelia Earhart. Dia adalah perempuan pertama yang
sangat mencintai aktivitas terbang. Ia merintis penerbangan Amerika dan memberikan inspirasi
pada para perempuan melalui
kecintaannya pada penerbangan. Dia juga menjadi anggota Partai Nasional
Perempuan dan menjadi pendukung awal untuk Amandemen Kesetaraan Hak. Pada
tahun 1937, dalam usahanya
mengelilingi dunia mengendarai pesawat Lockheed Model 10
Electra yang didanai
oleh Purdue University, ia hilang saat melintasi tengah-tengah Samudera
Pasifik dekat Pulau Howland. Pesona atas kehidupan, karir dan misteri hilangnya
berlanjut sampai sekarang. Dalam renungan ini, siswa-siswi
mulai diajak untuk bermimpi dan berbuat sesuatu dalam hidupnya. “No Change Without Action”
Hari ketiga dan
keempat, proses gladi rohani dilanjutkan dengan retret di Wisma Sasana Panembah
Bukit Hermon, Karangpandan, Karanganyar. Dalam sesi pertama dan kedua, Pak
Pendeta Heri, mengajak para siswa-siswi untuk memahami dirinya sendiri.
Pemahaman diri itu dapat dilakukan melalui metode Johari Windows. Ada 4 bagian
dari Johari Windows: 1) AKU dan KAMU TAHU; 2) AKU TAHU dan KAMU TIDAK TAHU; 3)
AKU TIDAK TAHU dan KAMU TAHU; dan 4) AKU dan KAMI TIDAK TAHU. Melalui metode
ini, kita diharapkan akan mendapatkan banyak masukan dari diri sendiri maupun
dari orang lain untuk mengembangkan diri.
Sesi sore, materi dibawakan oleh Pak Haryanto yang bicara mengenai pengenalan diri melalui metode Personality Plus. Ada empat karakter dasar manusia: SANGUINIS, KOLERIS, MELANKOLIS, dan PLEGMATIS. Dari empat karakter itu, manakah yang kamu banget? Setelah sesi itu, diadakanlah Malam Keakraban Api Unggun untuk membangun kebersamaan di antara peserta.
Hari keempat retret dimulai dengan Outbound atau Outbond. Kata itu sebenarnya berasal dari kata Out (Keluar) dan Bound (Batas) atau Bond (Ikatan). Kegiatan tersebut sebenarnya dipakai untuk menantang para peserta secara mandiri maupun kelompok mengeluarkan kemampuannya semaksimal mungkin sampai batas terakhir untuk meraih hasil yang terbaik. Kegiatan ini memang selalu menarik bagi orang muda. Setelah selesai, sesi retret disimpulkan dengan materi yang dibawakan oleh Pak Yoyok, anggota Majelis Gereja Kristen Jawa Kerten. Beliau bicara soal aksi yang bisa dilakukan setelah orang mengetahui potensinya. Beliau menunjukkan teladan orang-orang yang telah berhasil bertindak demi perubahan. “No Change Without Action”
Terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan
sumbangsihnya untuk terlaksananya kegiatan retret ini. Terutama terima kasih
kepada panitia yang digawangi oleh siswa-siswi kelas XI dibantu siswa kelas XII
di bawah koordinasi Mona Yunita dan Dominica Tiffani. Tuhan memberkati seluruh
pelayanan yang dilakukan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar