Pada bulan Maret 2024, Gereja Katolik di seluruh dunia sedang mengalami masa khusus dalam kehidupan iman, yaitu Masa Prapaska yang dimulai dengan perayaan Rabu Abu pada tanggal 14 Februari 2024. Mengenai Masa Prapaska, Konsili Vatikan II mengajarkan bahwa Masa Prapaska - dalam liturgi maupun dalam katekese liturgis - menampilkan dua ciri khas masa "empat puluh hari” ini, yakni 1) mengenangkan atau menyiapkan Baptis dan 2) membina pertobatan. Masa Prapaska merupakan masa yang lebih intensif mengajak umat beriman untuk mendengarkan sabda Allah dan berdoa sehingga mereka dapat menyiapkan diri untuk merayakan misteri Paska. Pertobatan selama masa empat puluh hari itu hendaknya jangan hanya bersifat batin dan perorangan, melainkan hendaknya bersifat lahir dan sosial kemasyarakatan. Adapun praktek pertobatan, sesuai dengan kemungkinan-kemungkinan zaman kita sekarang dan pelbagai daerah pun juga dengan situasi umat beriman, hendaknya makin digairahkan, dan dianjurkan oleh pimpinan gerejawi (Sacrosanctum Concillium 109-110). Dalam tata kelola Gereja, Konsili Vatikan II menetapkan bahwa kewenangan untuk mengatur liturgi dalam Gereja "semata-mata ada pada pimpinan Gereja, yakni Takhta Apostolik, dan menurut kaidah hukum pada uskup. Berdasarkan kuasa yang diberikan hukum, wewenang untuk mengatur perkara-perkara liturgi dalam batas-batas tertentu juga ada pada pelbagai macam Konferensi Uskup se-daerah yang didirikan secara sah. Maka dari itu tidak seorangpun, meskipun imam, boleh menambahkan, meniadakan atau mengubah sesuatu dalam liturgi atas prakarsa sendiri." (Sacrosanctum Concillium 22). Demikianlah yang terjadi di Keuskupan Agung Semarang, sejak tahun 1970-an, Gereja Katolik Keuskupan Agung menetapkan Gerakan Aksi Puasa Pembangunan atau yang dikenal dengan Gerakan APP sebagai langkah nyata pertobatan yang khas bagi umat Keuskupan Agung Semarang. Dalam tulisan ini, kita akan melihat lebih jauh mengenai Gerakan APP yang sudah terjadi di Keuskupan Agung Semarang.
Seringkali Gerakan APP dipahami sebagai kegiatan yang diisi dengan pendalaman atau sarasehan umat seputar tema APP yang sudah ditetapkan oleh Keuskupan Agung Semarang. Bahkan tidak jarang pendalaman atau sarasehan itu kental dengan nuansa ibadat yang melibatkan aturan liturgis tertentu. Atau seringkali dipahami bahwa Gerakan APP merupakan gerakan untuk mengumpulkan uang dalam kotak yang diedarkan kepada umat selama Masa Prapaska di Keuskupan Agung Semarang. Beberapa pandangan ini merupakan pandangan yang kurang tepat terhadap Gerakan APP. Bicara mengenai Gerakan APP, perlu disadari bahwa gerakan ini merupakan gerak pertobatan "kedalam" dan "keluar" yang perlu dihayati oleh seluruh umat.
Gerakan APP menjadi gerakan "kedalam" karena umat diajak untuk mengolah diri menjadi pribadi yang lebih baik untuk mempersiapkan diri merayakan Paska. Pengolahan diri untuk menjadi pribadi yang lebih baik ini ditandai dengan laku pantang dan puasa. Pantang dan puasa merupakan tindakan yang erat dengan pengendalian diri. Pantang berarti mengurangi atau menghindari untuk melakukan atau mengonsumsi hal-hal yang disukai, misalnya pantang rokok, pantang daging, pantang telur, pantang jajan, pantang main game, dan sebagainya. Orang Katolik wajib berpantang pada hari Rabu Abu dan setiap hari Jumat sampai Jumat Agung. Jadi, pantang hanya dilakukan pada 7 hari selama masa Prapaska. Yang wajib berpantang adalah semua orang katolik yang berusia empat belas (14) tahun ke atas. Puasa berarti makan kenyang hanya satu kali dalam sehari. Ada banyak tafsiran mengenai puasa ini. Bisa dihayati sebagai makan hanya satu kali sehari, makan kenyang satu kali sehari sedangkan yang lain tidak kenyang, dan sebagainya. Orang Katolik wajib berpuasa pada hari Rabu Abu dan Jumat Agung. Jadi, selama masa Prapaska, kewajiban puasa hanya dua hari saja. Yang wajib berpuasa adalah semua orang beriman yang berumur antara delapan belas (18) tahun sampai awal enam puluh (60) tahun. Aturan pantang dan puasa terasa begitu ringan. Yang perlu disadari adalah semangat tobat yang hendak dibangun saat menjalankan pantang dan puasa dalam kehidupan beriman. Jika umat beriman ingin memberikan tekanan lebih pada tindakan pantang dan puasa yang diakukannya sehingga menjadi lebih berat daripada yang sudah ditetapkan oleh Gereja, tentu sangat diperbolehkan sejalan dengan semangat tobat yang ingin dihayati. Penetapan puasa dan pantang secara pribadi secara lebih berat yang dilakukan oleh umat beriman di luar yang sudah ditetapkan oleh Gereja tidak mengikat dengan sangsi dosa. Pantang dan puasa dalam Masa Prapaska ini juga harus disertai dengan olah rohani. Selama masa Prapaskah ini, kita juga diundang untuk tekun membina kesalehan hidup, baik kesalehan rohani yang kita dapat wujudkan dengan 1) tekun setia dalam doa, membaca dan merenungkan sabda Tuhan, 2) tekun merayakan Ekaristi, 3) menerima Sakramen Tobat, 4) memperdalam khazanah pengetahuan iman, 5) mengikuti berbagai kesempatan untuk olah rohani (rekoleksi atau retret), serta 6) melaksanakan keutamaan hidup pribadi dalam setiap perbuatan baik yang kita usahakan. Inilah makna Gerakan APP sebagai gerakan "kedalam" sehingga membuat setiap orang Katolik meningkat dalam kebaikan pribadi.
Selain "kedalam," Gerakan APP harus menjadi gerakan "keluar" dimana setiap orang Katolik diutus menjadi berkat kepada semua orang yang ada di sekitarnya. Tindakan ini dilakukan melalui derma dan amal kasih. Oleh karena itu, dalam Masa Prapaska, keluarga-keluarga Katolik menerima Kotak APP sebagai sarana untuk mewujudkan diri menjadi berkat bagi orang lain. Sejak awal, Gerakan APP sudah digagas sebagai gerakan yang dapat memberdayakan masyarakat. Pemberdayaan rakyat merupakan wujud dari pelayanan yang mendahulukan kaum miskin dengan pendekatan analisis struktural sekaligus kultural. Gerakan APP diharapkan sebagai penggerak pembangunan demi terwujudnya Kerajaan Allah. Dalam sejarahnya, Gerakan APP ini dimulai pada tahun 1970-an. Sejak Sinode Para Uskup tahun 1971, Gereja Katolik semakin menyadari bahwa pewartaan Injil tanpa usaha menegakkan keadilan tidaklah utuh. Mengaku Allah tetapi melupakan perjuangan keadilan dan pembebasan adalah sama dengan mengaku mencintai Allah tanpa sesama. Selanjutnya, kesadaran Gereja ini diwujudkan dalam bentuk pilihan mendahulukan kaum miskin dan tidak berdaya, preferential option for (and with) the poor and oppressed. Mendahulukan kaum miskin dan tertindas, memperjuangkan keadilan, perdamaian dan keutuhan ciptaan, merupakan wujud serta tanda kesetiaan Kepada Injil Yesus. Gagasan APP diinisiasi pada tahun 1969 oleh R.P. Carolus Carri, SJ yang saat itu menjabat Vikaris Jenderal Keuskupan Agung Semarang. R.P. Carri yang menaruh kepedulian terhadap masalah-masalah sosial memanggil R.D. Gregorius Utomo untuk mempersiapkan kegiatan Aksi Puasa yang bisa menjembatani jurang antara yang kaya dan yang miskin seperti yang disampaikan oleh Paus Paulus VI melalui dokumen Ajaran Sosial Gereja yang berjudul Populorium Progressio (1967). Gerakan ini berdasar pada pemahaman bahwa inti pewartaan Injil adalah Kerajaan Allah yang berpusat pada kebenaran, damai, dan sukacita. Ketiga karakter atau dimensi Kerajaan Allah ini tidak hanya berkaitan dengan bidang spiritual atau perasaan, melainkan dengan realitas yang harus diimplementasikan dalam kenyataan hidup konkrit. Oleh karena itu, gagasan yang ingin disampaikan dalam Gerakan APP adalah bagaimana nilai-nilai Kerajaan Allah bisa menyentuh hal-hal yang sehari-hari dialami oleh masyarakat. Keadilan dan kebenaran selalu mengacu pada hubungan sosial yang benar dengan pengertian dasar pembelaan terhadap yang lemah dan pembebasan orang-orang tertindas (Mzm 82). Mengenal Yahwe (Allah) berarti melakukan keadilan (Yer 22:16). Melakukan keadilan berarti masuk dalam hubungan dengan Allah yang memberikan hidup, dengan diri sendiri, dengan sesama, dan dengan ciptaan. Yang menjadi dasar Gerakan APP adalah pertobatan yang mengarahkan diri kepada Allah dan ikut serta membangun Kerajaan-Nya. Wujud dan buah pertobatan bisa bermacam-macam dan selalu berkait erat dengan keadilan sebagaimana dikatakan Nabi Yesaya: "Inilah puasa yang kusukai membuka belenggu kelaliman, melepaskan tali-tali mencekit, membebaskan yang teraniaya, mematahkan setiap penindasan..." (Yes 58). Dana yang dikumpulkan dalam Gerakan APP sebagai salah satu buah dari proses pertobatan melalui gerakan APP terarah kepada kesejahteraan dan kedamaian manusia terutama bagi mereka yang kehilangan harapan, tersingkir dan tertindas. Dengan demikian gerakan APP menjadi persembahan kepada Tuhan untuk keselamatan bersama. Pengumpulan dana ini akan digunakan oleh Gereja untuk mengalirkan berkat (dana) yang diperolehnya ke tengah masyarakat untuk pengembangan atau pemberdayaan masyarakat demi terciptanya kesejahteraan dan kedamaian manusia. Dana yang dikumpulkan melalui Gerakan APP ini menjadi cara Gereja untuk membangun masyarakat yang lebih baik. Oleh karena itu, prinsip subsidiaritas dan solidaritas sangat dikedepankan dalam pemanfaatan dana ini. Dana APP mengakomodasi kebutuhan dua kelompok umat dan masyarakat dengan kateori berikut: 1) Mereka yang berkekurangan dan atau yang ingin membangun kemandirian hidup serta 2) Mereka yang miskin dan berkekurangan dalam hal sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan, dan pekerjaan. Dana APP tidak hanya diperuntukkan bagi umat Katolik saja, tetapi diperuntukkan bagi siapa saja yang termasuk dalam kategori KLMTD, terutama mereka yang kesulitan dalam memenuhi kebutuhan dasar tahap I (pangan, sandang, papan), maupun kebutuhan dasar tahap II (pendidikan, kesehatan, lapangan kerja). Dana APP dapat diperuntukkan untuk mereka yang tidak beragama Katolik, tetapi dalam hal ini, pihak pemohon (paroki) perlu bijaksana terutama untuk tidak menimbulkan gejolak sosial (isu SARA). Inilah makna Gerakan APP sebagai gerakan "keluar" sehingga dana APP dapat menjadi sarana untuk menjangkau kebutuhan setiap orang - termasuk mereka yang tidak beragama Katolik - yang memerlukan bantuan.
Berkaitan dengan Dana APP, ada beberapa wawasan yang bisa dipahami agar pemanfaatan dana tersebut sesuai dengan arahan Gereja Katolik. Menurut materi Sosialisasi Juknis Buku APP Tahun 2024, semangat dasar yang menghidupi pemanfaatan Dana APP adalah cinta kasih, solidaritas, subsidiaritas, dan kemurahan hati. Selain itu, dana APP juga dimanfaatkan dalam semangat Deus caritas est yang berarti bahwa Allah adalah kasih serta Yesus adalah Sang Gembala baik yang mencari dan menyelamatkan. Dana APP ini juga ingin berpihak kepada mereka yang kecil, lemah, miskin, tersingkir, dan difabel. Pemanfaatan dana APP juga memiliki prinsip dan kriteria. Adapun prinsip pengelolaan dana APP adalah 1) ditujukan untuk pelayanan karitatif dan pemberdayaan, terutama bagi mereka yang kecil, lemah, miskin, tersingkir, dan difabel; 2) tepat sasaran, terkendali, transparan, dan akuntabel; 3) mengembangkan semangat keadilan dan pemerataan; serta 4) melibatkan berbagai pihak (termasuk dalam hal pendanaan yaitu dana swadaya dari masyarakat atau umat serta dana subsidi dari paroki). Adapun kriteria yang digunakan dalam pengelolaan dana APP ini adalah 1) selaras dengan kepentingan, citra, dan jatidiri Gereja; 2) sesuai kebutuhan (memenuhi kebutuhan dasar dan pemberdayaan); serta 3) layak, pantas, wajar, tidak berlebihan, efektif, dan efisien. Hal terakhir yang perlu diperhatikan berkaitan dengan dana APP ini adalah spesifikasi pemanfaatan dana. Bidang-bidang yang dapat mengambil manfaat dari dana ini adalah 1) Bidang Kesejahteraan (pemenuhan pangan, sandang, papan, kesehatan, pendidikan, dan kesejahteraan umum), 2) Bidang Pemberdayaan Ekonomi Perorangan maupun Kelompok (pemberdayaan pada bidang pertanian, peternakan, perikanan, UMKM, ketrampilan dan jasa), 3) Bidang Pengembangan Iman dan Motivasi (retret, pelatihan, rekoleksi, kaderisasi dan sebagainya), 4) Bidang Emergency Response (bantuan kedaruratan bencana alam serta bantuan berkaitan dengan air, sanitasi, dan kebersihan atau WASH seperti yang dicanangkan oleh UNICEF). Berbagai macam catatan mengenai pemanfaatan Dana APP ini tentunya akan terus berubah sesuai perkembangan zaman. Namun, melalui dana APP, Gereja Katolik untuk menjadikan dirinya sebagai institusi yang terus signifikan dan relevan dengan zaman. Mengenai teknis pemanfaatan Dana APP ini, silakan menghubungi Tim Pelayanan PSE APP yang ada di bawah Bidang Diakonia paroki masing-masing.
Inilah sekilas yang dapat disampaikan berkaitan dengan Gerakan APP. Semoga tulisan sederhana ini semakin membuat kita menyadari bahwa APP merupakan gerakan "kedalam" maupun "keluar."
Sumber Pustaka:
Panitia Aksi Puasa Pembangunan Keuskupan Agung Semarang. Kembali ke Semangat Dasar Aksi Puasa Pembangunan, Kerangka Dasar. Semarang: Panitia Aksi Puasa Pembangunan Keuskupan Agung Semarang. 2002.
Martinus Sutomo, Pr. "Sosialisasi Buku Juknis APP 2024" (Materi Presentasi). Surakarta: Komisi PSE Kevikepan Surakarta. 2024.