Namun, ada juga ahli yang mengatakan bahwa sebenarnya ada ‘Orang Bijak Keempat yang Misterius’, yang bernama Artaban, seorang Raja Persia (Iran), yang membawa safir biru, batu ruby merah, dan mutiara sebagai persembahannya. Lalu, mengapa Artaban tidak dihitung dalam kunjungan orang majus ke Betlehem? Apakah Artaban bisa akhirnya melihat bayi Yesus di Betlehem? Nah, ini cerita yang lebih menarik lagi.
Artaban adalah orang Majus keempat yang tidak mendapat kesempatan untuk bisa bertemu dengan Tuhan Yesus, ketika Dia dilahirkan di Betlehem. Padahal sebelumnya Artaban telah menjual sejumlah harta kekayaannya agar dia bisa mempersembahkannya untuk Sang Raja yang akan dilahirkan. Dari hasil tersebut, dia membeli tiga buah batu permata yang sangat berharga antara lain batu permata saphir baru, rubi merah, dan mutiara putih.
Dia telah berjanji untuk bertemu di suatu tempat khusus dengan ketiga orang Majus lainnya, yaitu Caspar, Mekhior, dan Balthasar. Karena waktu sangat mendesak, Artaban akan ditinggal oleh mereka jika terlambat datang.
Dalam perjalanan, Artaban melihat ada orang yang terbaring di tengah jalan. Rupanya orang tersebut sedang menderita sakit berat dan sangat membutuhkan pertolongan. Jika dia tidak menolong orang tersebut, orang itu akan meninggal dunia, sebab dia berada di suatu tempat yang sunyi dan jauh dari tempat penduduk. Tetapi, jika dia menolongnya, dia pasti akan terlambat dan akan ditinggal pergi oleh kawan-kawannya yang lain.
Walaupun demikian, dia meyakini bahwa menolong jiwa orang lain adalah lebih penting. Dia rela ditinggalkan oleh kawan-kawannya. Akibatnya, tidak hanya dia ditinggal teman-temannya, dia juga harus menjual batu permata saphir yang awalnya dia siapkan untuk diberikan kepada Yesus, Sang Raja, sebab dia harus membiayai seluruh biaya karavan mulai dari unta-unta, makanan, minuman, dan pemandu jalan untuk melewati padang pasir. Dia pun merasa sedih karena Sang Raja tidak akan mendapatkan batu saphir itu.
Walaupun dia berusaha mengejar kawan-kawannya secepat mungkin, ternyata setibanya di Betlehem dia terlambat lagi karena Yusuf, Maria, dan bayi Yesus sudah tidak ada di sana lagi.
Pada saat Artaban tiba di Betlehem, prajurit-prajurit raja Herodes sedang dengan ganasnya menjalankan perintah Herodes untuk membunuh para bayi. Di tempat dia menginap, bayi putra pemilik penginapannya hendak dibunuh pula oleh seorang komandan dari pihak Herodes. Artaban melihat dan mendengar ratapan tangis ibu bayi tersebut dan dia merasa tidak tega dan merasa terpanggil untuk menolongnya. Oleh sebab itu, dia memutuskan untuk menukar bayi tersebut dengan batu rubi yang dibawanya. Hal ini membuat Artaban bertambah sedih, karena batu permatanya untuk Sang Raja semakin berkurang bahkan hanya tinggal satu saja.
Sebelum dia tiba di Yerusalem, tiga puluh tahun lebih dia mencari Sang Raja di mana-mana dan dia merasa tercengang ketika mendengar bahwa Sang Raja yang dicarinya selama bertahun-tahun akan disalib di Golgota.
Walaupun demikian, dia masih terhibur, sebab dia masih memiliki batu permata terakhir, yaitu batu mutiara putih yang dia pikir dapat dia gunakan untuk menebus hidup Sang Raja agar Dia tidak disalib, seperti halnya ketika dia menebus hidup sang bayi, pada saat berada di Betlehem.
Dalam perjalanan menuju ke Golgota, dia melihat seorang anak perempuan menangis dan meratap minta tolong kepadanya. “Tuan tolonglah saya, para prajurit akan menjual diri saya sebagai budak karena ayah saya mempunyai banyak utang dan tidak mampu melunasinya. Oleh sebab itulah sebagai gantinya dia mengambil diri saya untuk dijual. Tolonglah saya, Tuan!”
Walaupun Artaban sedang terburu-buru, dia melihat keadaan sangat mendesak. Sebelum anak ini dijual dan dijadikan budak untuk seumur hidupnya, maka lebih baik dia menukar batu mutiaranya untuk menebus anak itu.
Setelah itu, langit menjadi gelap gulita dan terjadi gempa bumi. Artaban jatuh tertimpa puing yang jatuh dari atap, dan terluka. Tiba-tiba dia menggerakkan bibirnya dan berkata, “Tuhan, kapan aku melihat Tuhan lapar dan aku memberi Tuhan makan? Atau ketika Tuhan haus lalu aku memberi Tuhan minum? Kapan aku melihat Tuhan sakit atau di dalam penjara, dan aku mengunjungi Tuhan? Tiga puluh tiga tahun aku mencari Engkau, dan tidak sekali pun aku dapat bertemu dengan Engkau dan melayani Engkau, Rajaku.”
Dan dari jauh terdengar suara sayup-sayup yang sangat lembut menjawab, “Sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku.”
Setelah itu meninggallah Artaban. Dia meninggal dengan mulut penuh senyuman, karena dia mengetahui bahwa semua jerih payahnya dan semua hadiah untuk Sang Raja telah diterima oleh-Nya dengan baik.
Kisah Artaban ini ditulis oleh Henry van Dyke dalam novelnya yang berjudul The Story of the Other Wise Man yang terbit pertama kali pada tahun 1895.
Semoga ada sedikit pembelajaran yang bisa kita petik dari Artaban, Sang Majus Keempat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar