Tema APP
2015
Tema APP 2015 adalah “Iman Disertai Perbuatan
Kasih Semakin Hidup.” Melalui tema ini, umat beriman diajak membangun Iman
yang Cerdas, Tangguh, dan Misioner. Beriman cerdas: memiliki pemahaman yang
benar dan tepat akan iman Katolik serta menjadikannya sebagai dasar untuk
mengambil keputusan harian. Iman mendasari tindakan harian. Agar
tindakannya benar, iman yang dimiliki juga harus benar. Untuk mendapatkan iman
yang benar, kita perlu belajar tentang imannya sendiri. Orang yang tidak
memahami imannya secara benar ibarat orang memakai baju tetapi tidak tahu warna
baju yang dipakainya. Beriman tangguh: berakar dalam iman sehingga tak mudah
goyah, tak mudah putus asa dalam segala persoalan, dan tetap tegak berdiri walaupun
godaan dan tantangan iman terus menerpa. Iman menjadi teguh karena berakar
pada Yesus. Ketangguhan iman tidak muncul karena ujian dari luar tetapi lebih
karena pengolahan serius dari dalam diri manusia. Jika iman rapuh dari dalam,
tak usah digoda atau diuji dari luar pun pasti iman akan runtuh dengan
sendirinya. Beriman misioner: berani menjadi saksi atas imannya, berani
bicara tentang Kristus, serta mampu mengakui dan menunjukkan kekatolikannya.
Setelah dibaptis, orang Katolik menjadi saksi atas iman. Menjadi saksi atas
iman tidak cukup sekedar menyatakan iman dengan kata-kata tetapi harus berbuat
sesuatu melalui tindakan. Dunia sekarang lebih menyukai kesaksian nyata
daripada kata-kata yang diucapkan tanpa bukti. Paus Paulus VI menyatakan, “Manusia modern lebih suka
mendengarkan saksi-saksi daripada guru-guru, dan kalau ia mendengarkan
guru-guru, itu karena mereka saksi.”
APP dan
Kaum Muda
Dalam pertemuan Kaum Muda Asia 2014 di Daejon,
Korea, Paus Fransiskus mengatakan “Bangun! Bangun! Orang bernyanyi, menari dan
bergembira dalam keadaan bangun. Tidak baik ketika orang muda tidur. Jangan!
Bangun, majulah.” Paus Fransiskus mengajak seluruh kaum muda Katolik untuk
“Bangun!”, Bangun dan bergerak, berbuat dan berkarya dalam masyarakat serta
Gereja. Hal itu menunjukkan bahwa iman harus diwujudkan lewat perbuatan seperti
ditulis dalam Surat Yakobus (Yak 2:17).
Di Ruang Podjok, tema APP yang telah dipaparkan
tersebut coba diolah dalam dua kali pertemuan. Pertemuan 1 bicara tentang Iman
sebagai Anugerah dan Proses Beriman sedangkan Pertemuan 2 bicara mengenai Iman
dan Perbuatan serta Menjadi Manusia Baru. Berikut ini adalah bahan-bahan dalam
setiap pertemuan.
Pertemuan
1
Setiap orang memiliki iman
dan iman itu ditemukan dalam kehidupan. Mengapa orang bisa beriman? Karena
orang memiliki Roh yang memungkinkan seseorang dapat berelasi dengan Allah.
Oleh karena itu, salah satu sudut pandang filsafat terhadap manusia menyatakan
manusia sebagai Homo Religiousus. Setiap orang memiliki
kisah imannya masing-masing. Silakan hening sejenak dan menuliskan kisah imanmu
sendiri dengan bantuan pertanyaan berikut: 1) Bagaimana kita
mengenal iman Kristiani: dari apa atau siapa, sejak kapan, dan dimana, apa yang
menarik dalam pengenalan iman itu? 2) Bagaimana perasaan kita menjadi orang
Kristiani? Mengapa kita merasakan hal yang demikian dalam kehidupan kita? 3) Apakah
kita mengalami pasang surut dalam beriman: kadang bersemangat dan kadang tidak?
Apa yang menyebabkan?
Membaca Yoh 4:1-42. Setiap
orang memiliki kisah iman masing-masing. Perempuan Samaria yang kita saksikan
dalam cuplikan film maupun dalam kisah Kitab Suci juga memiliki kisah imannya
sendiri. Perempuan itu meng-alami perubahan sete-lah bertemu
Yesus. Awalnya, ketika Yesus menyapa meminta air, perempuan itu ragu-ragu
karena orang Yahudi tidak boleh bergaul dengan orang Samaria (Yoh 4:7-9). Tindakan Yesus meminta air menjadi jalan pembuka
bagi perempuan itu untuk berubah. Ia mulai membangun keyakinan pada Yesus
dengan memberikan air kepadanya. Interaksi antara perempuan
dengan Yesus ini menjadi kesempatan bagi Yesus untuk mengajar. Yesus pun mulai
mengajar tentang air hidup dan iman yang membuat orang tidak haus lagi (Yoh
4:13-24). Pengajaran itu diterima oleh perempuan Samaria itu karena ia mulai
membuka hatinya dan meninggalkan keraguannya sehingga ia pun mulai percaya pada
yang dikatakan oleh Yesus (Yoh 4:25). Yesus pun meneguhkan apa yang diyakini
oleh perempuan Samaria itu dengan mengatakan bahwa diriNyalah yang disebut
Mesias atau Kristus yang kedatangannya telah diramalkan (Yoh 4:26). Setelah
beriman, perempuan Samaria itu pun mewartakan apa yang diimaninya kepada
orang-orang lain dan orang-orang lain pun datang kepada Yesus (Yoh 4:28-30).
Iman merupakan tanggapan
kita terhadap pernyataan diri Allah yang menyapa dan menyelamatkan. Kehadiran
Allah ini disebut wahyu. Dalam sejarah manusia, wahyu Allah muncul dalam
berbagai cara dan sarana. Ada yang melalui mimpi, tanda-tanda alam,
kejadian-kejadian yang luar biasa dan sebagainya. Dalam tradisi Kristiani,
sebagai puncaknya, Allah mewahyukan diri melalui Yesus Kristus yang hadir di
dunia dan menyelamatkan manusia. Selama hidupNya, Yesus mewartakan Kerajaan
Allah yang menyatakan bagaimana Allah sangat mengasihi manusia dan sangat ingin
memberikan keselamatan kepada manusia. Oleh karena itu, Yesus membuat banyak
hal yang menjadi bentuk kasih Allah melalui berbagai mujizat: orang buta
melihat, orang lumpuh berjalan, orang tuli mendengar, orang lapar dikenyangkan,
orang mati dibangkitan, dan sebagainya (Luk 7:22-23). Terhadap apa yang
dilakukan Yesus, ada berbagai tanggapan. Ada orang yang menerima dan kemudian
percaya. Ada yang menerima tetapi tidak begitu percaya dan meninggalkan Yesus.
Ada juga yang menolak, bahkan sampai membenci Yesus. Ini adalah tanggapan yang
manusiawi. Salah satu tanggapan yang baik diberikan oleh perempuan Samaria yang
kisahnya kita saksikan hari ini. Kita juga mengalami seperti perempuan Samaria
itu. Iman yang kita miliki juga iman yang berproses. Proses yang benar akan
membuat iman kita semakin matang dan dewasa. Tanda dari iman yang matang dan
dewasa adalah iman yang cerdas, tangguh, dan misioner. Cerdas berarti tahu
tentang imannya dan bisa mempraktekkan. Tangguh berarti berani bertahan karena
iman. Misioner berarti dapat menerapkan imannya dalam tindakan sehari-hari.
Langkah yang harus kita lakukan dalam beriman ada tiga: MENDALAMI IMAN,
MENGAKARKAN IMAN, dan MEWARTAKAN IMAN.
Seperti perempuan Samaria, kita pun diajak untuk mendalami, mengakarkan, dan
mewartakan iman kita, baik melalui kata-kata maupun melalui tindakan dalam
hidup sehari-hari. Santo Filipus Neri pernah mengatakan, “Beruntunglah
kalian orang-orang muda karena kalian punya banyak waktu untuk berbuat baik.” Semoga
kita semakin tergerak untuk berbuat baik dalam kehidupan kita.
Pertemuan
2
Dalam pertemuan yang lalu,
kita sudah melihat iman sebagai karunia Allah dan manusia menanggapi karunia
Allah itu dengan proses beriman. Masing-masing orang memiliki kisah imannya
sendiri. Kisah iman itulah yang terus dibangun melalui kehidupan sehari-hari
sampai nanti Tuhan memanggil kita untuk kembali kepadaNya. Dalam pertemuan yang
lalu, kita sudah melihat contoh yang diberikan oleh perempuan Samaria yang juga
memiliki kisah imannya sendiri. Perempuan itu awalnya ragu-ragu terhadap Yesus,
namun ia membuka hati dan mulai percaya. Bahkan, ia tidak berhenti sampai
percaya tetapi juga mewar-takan imannya kepada orang lain. Hari ini, kita
diajak untuk mewujudkan iman kita dalam tindakan sehari-hari. Iman harus
diwujudkan melalui perbuatan sebagaimana ditegaskan oleh penulis Surat Yakobus,
“Jika iman itu tidak disertai perbuatan, maka iman itu pada hakekatnya
adalah mati” (Yak 2:17). Iman harus diwujudkan dalam hidup sehari-hari
supaya iman itu bermakna. Iman tidak bisa hanya disimpan dalam diri tetapi
harus diungkapkan dan diwujudkan. Kita akan melihat beberapa kisah yang
menggambarkan bagaimana keyakinan atau gagasan yang baik harus diungkapkan agar
bermakna bagi orang-orang di sekitarnya (Lead India).
Membaca Yak 2:14-26. Penulis
Surat Yakobus menyatakan bahwa iman tanpa perbuatan adalah mati. Seseorang yang
tahu saudaranya kelaparan tetapi tidak memberi makan tidak berbuat apa-apa
untuk kebaikan (Yak 2:15-16). Iman seseorang terlihat dari
perbuatannya. Oleh karena itu, tindakan sangatlah penting dalam usaha
mewujudkan iman kita. Tanpa tindakan, iman tidak akan ada guna dan manfaatnya. Iman selalu bekerjasama dengan perbuatan. Perbuatan
membuat iman menjadi sempurna (Yak 2:22). Dalam hidup sehari-hari, kita mungkin
sering mengatakan bahwa kita percaya pada Tuhan. Namun, kadangkala tindakan
kita tidak menunjukkan kepercayaan itu. Apakah orang bisa dikatakan beriman
kalau dia tidak pernah berdoa? Apakah orang bisa dikatakan jujur kalau tidak
pernah menjalankan kejujuran? Apakah orang bisa dikatakan setia jika dia tidak
pernah menunjukkan kesetiaan itu? Apakah orang bisa dikatakan tertib kalau
terus melanggar? Keyakinan, sifat, karakter, pembawaan seseorang selalu tampak
dari apa yang dilakukannya.
Dalam masa APP ini, kita diajak untuk berbuat
sesuatu berdasarkan iman kita. Melihat situasi yang ada di sekitar kita, kita
bisa bertanya pada diri kita sendiri, “apa yang akan aku lakukan untuk
meringankan beban orang-orang di sekitarku?” Berbuat sesuatu dapat dimulai dari
lingkungan yang terdekat. Mari kita lakukan sesuatu yang baik untuk diri kita
sendiri, untuk orangtua kita, untuk keluarga kita, untuk teman kita, untuk
lingkungan hidup kita, untuk kelas kita, untuk sekolah kita, dan untuk Gereja
kita. Lambat laun, kita akan bisa melakukan hal yang baik untuk lingkungan yang
semakin luas. Dengan perbuatan baik yang kita usahakan, kita diajak untuk
menjadi manusia baru. Kita diajak untuk menghayati hidup baru dengan
menanggalkan manusia lama dan mengenakan manusia baru. Manusia baru adalah
manusia yang berani mengubah dirinya menjadi lebih baik karena sudah mengenal
Yesus (Ef 4:20-21). Menjadi manusia baru berarti menjadi pribadi yang lebih
baik daripada yang sekarang. Mari kita menjadi pribadi yang lebih baik karena
kita mengenal Yesus yang memberi teladan kebaikan. Yang dapat kita pedomani
adalah JADIKAN DIRI KITA BERKAT BAGI ORANG DI SEKITAR KITA dan LAKUKAN MINIMAL
SATU PERBUATAN BAIK SETIAP HARI (Giving is The Best Communication).