Mengikuti tema
populer yang sering muncul setiap bulan Februari akibat adanya hari Valentine,
Ruang Podjok mengangkat KASIH sebagai tema Sekolah Iman bulan ini.
Pengantar untuk Memahami Kasih
Kasih merupakan
tema pokok yang selalu dibicarakan oleh Gereja. Tema ini tidak habis-habisnya
dibicarakan. Tema pokok tentang kasih ini pertama-tama perlu kita dekati
melalui apa yang tertulis dalam Kitab Suci. Dalam Kitab Suci, tema kasih
tersebar luas mulai dari Perjanjian Lama sampai Perjanjian Baru. Bahkan dapat
dikatakan bahwa seluruh Kitab Suci adalah uraian mengenai bagaimana kasih Allah
diwujudkan kepada umatnya. Allah mulai mewujudkan kasih kepada umatNya melalui
pemilihan bangsa Israel sebagai umatNya dan akhirnya memberikan Yesus Kristus PutraNya
sendiri untuk menebus dosa umat manusia yang telah dipilih menjadi umatNya.
Meskipun manusia tidak membalas kasih Allah secara sepadan, Allah tetap
mencintainya dengan kasih yang tidak terbatas. Dalam pembahasan ini, kita akan
membatasi pembicaran dalam beberapa pokok mengenai kasih.
Mengapa Allah adalah Kasih?
Dalam Surat
Yohanes, tertulis, “Barangsiapa tidak mengasihi, ia tidak mengenal Allah sebab
Allah adalah kasih” (1 Yoh 4:8). Dalam kutipan ini, kita diberi pemahaman bahwa
Allah adalah kasih. Dengan demikian, orang yang tidak mengasihi adalah orang
yang tidak mengenal Allah. Allah adalah sumber kasih karena kebaikan hatinya
yang begitu melimpah kepada ciptaanNya, terutama kepada manusia. Pernahkah kita
berpikir mengapa kita diciptakan di dunia ini? Kalau dipikir-pikir, tindakan menciptakan
atau tidak menciptakan sebenarnya tidak akan menambah keuntungan sedikitpun
bagi Allah. Malah, tindakan menciptakan itu kadangkala menjadi kerugian bagi Allah
karena ciptaan – terutama manusia – sering tidak taat kepadaNya. Namun, Allah
tetap menciptakan kita. Mengapa begitu? Salah satu kemungkinan jawaban yang
saya temukan adalah karena Allah mengasihi kita dan memberi kesempatan kepada
ciptaanNya untuk melakukan sesuatu. Dengan menciptakan kita, Ia ingin mengutus
kita untuk berbuat sesuatu di dunia ini. Kita tidak mungkin diciptakan di dunia
ini tanpa suatu tujuan. Kalau kita diciptakan, pasti ada tujuan yang diinginkan
Allah dengan penciptaan kita. Kalau dilihat dalam kerangka penciptaan, kiranya
dapat dipahami bahwa satu-satunya motivasi Allah untuk menciptakan adalah
karena Ia mengasihi ciptaanNya. Penjelasan ini kiranya dapat memberi gambaran
kepada kita mengapa Allah adalah kasih. Ia adalah kasih karena Ia mengasihi dengan
memberikan kesempatan bagi ciptaanNya untuk menjalani kehidupan.
Allah Mengasihi Manusia Sepanjang Perjalanan Hidupnya
Kita mengetahui
bahwa Allah begitu mengasihi manusia sehingga Ia ingin bahwa manusia senantiasa
selamat. Sejak awal mula dunia, Allah telah menunjukkan kasih ini dengan
menempatkan manusia pertama di Taman Eden, di mana segala hal yang dibutuhkan
manusia disediakan oleh Allah (bdk. Kej 1:29). Tetapi, manusia menjadi makhluk
yang kurang berterima kasih dengan melanggar larangan Allah. Allah pun
menghukum manusia dengan mengusirnya dari Taman Eden. Meskipun diusir, Allah
tetap membekali manusia dengan kemampuan untuk mengusahakan kehidupannya (Kej
3). Setelah manusia keluar dari Taman Eden, Allah tetap memperhatikan hidup
manusia. Ia selalu menginginkan agar ciptaanNya selamat. Ini terlihat salah
satunya melalui kisah Nuh (Kej 6:9 dst). Ia pun memilih suatu bangsa untuk
dijadikan umatNya dan memberikan janji-janji keselamatan kepadanya. Abraham
dipilih untuk mewakili pemilihan ini. Ia diberi janji sebagai tanda keselamatan
dari Allah (Kej 12 dan 17).
Dalam perjalanan
waktu, Allah menyertai kehidupan bangsa pilihannya ini. Ia hadir melalui
berbagai macam hal. Kepada Musa, Ia menampakkan penyertaannya “dari muka ke
muka” (Kel 3 dan 24) Kepada bangsa Israel, ia hadir melalui tiang awan dan
tiang api pada saat pembebasan dari Mesir (Kel 13) dan melalui Tabut Perjanjian
dan Kemah Suci pada saat mengembara di padang gurun (Kel 25 dan 26). Setelah
masa itu berlalu, Allah tetap menunjukkan kasihNya kepada umat pilihannya
melalui kehadiran orang-orang terpilih mulai dari Yosua, hakim-hakim,
raja-raja, dan para nabi. Kisah penyertaan Allah kepada manusia pilihannya ini
dapat kita lihat dalam kisah Perjanjian Lama, baik Protonakonika maupun
Deuterokanonika.
Yesus Kristus sebagai Puncak Wujud Kasih Allah
kepada Manusia
Menurut Gereja,
kasih yang dimiliki oleh Allah itu kemudian diejawantahkan dalam kehidupan
manusia secara penuh dalam diri Yesus Kristus Putra Allah. Penulis Injil
Yohanes menyatakan, “Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga
Ia telah mengaruniakan AnakNya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya
kepadaNya tidak binasa, melainkan beroleh hidup kekal” (Yoh 3:16). Yesus
Kristus adalah wujud kasih Allah sehabis-habisnya karena Dialah menampakkan
kasih Allah yang total. Kalau kita melihat kisah hidup Yesus dalam Perjanjian
Baru, khususnya dalam Injil, kita akan melihat bagaimana kasih Allah itu
ditampakkan secara nyata dalam kehidupanNya. Yesus hidup bersama dan mengalami
pahit getir kehidupan manusia. Ia sungguh tahu bagaimana manusia harus
menjalani hidupnya. Ia tertawa tetapi juga menangis. Ia dipuja namun juga
pernah ditolak. Ia bergembira namun pernah juga bersedih. Melalui hidupNya yang
sederhana, Ia mengalami bagaimana senang dan sulitnya menjadi manusia normal.
Kehidupan Yesus
sebagai perwujudan kasih tidak berhenti sampai di situ saja. Ia bahkan
memberikan contoh untuk melakukan kasih secara total, yaitu dengan mengorbankan
dirinya. Pengorbanan diri itu dilakukan melalui wafatNya di kayu salib. Ia
memberikan nyawanya sebagai tebusan dosa manusia. Hidupnya menjadi pembelaan
bagi orang-orang yang ingin diselamatkannya. Pengorbanan Yesus ini secara indah
dinyatakan oleh rasul Paulus bahwa Yesus Kristus, “yang walaupun dalam rupa
Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus
dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diriNya sendiri dan mengambil rupa
seorang hamba dan menjadi sama dengan manusia. Dan dalam keadaan sebagai
manusia, Ia telah merendahkan diriNya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati
di kayu salib” (Flp 2:6-8). Yesus memberikan hidupNya secara total bagi
manusia. Maka, sangat wajarlah jika kita menganggap Yesus sebagai puncak
perwujudan kasih Allah kepada manusia. Inilah yang diajarkan Benediktus XVI
dalam ensiklik Deus Caritas Est yang
manyatakan bahwa puncak karya kasih Allah tampak dalam seluruh hidup Yesus. Dia
adalah kasih Allah yang menjelma (Deus
Caritas Est 12).
Kasih Sebagai Hukum yang Utama
Dalam hidupNya,
Yesus membawa kasih sebagai hukum yang terutama. Penulis Injil Markus mengisahkan
sebagai berikut, “Lalu seorang ahli Taurat, yang mendengar Yesus dan orang-orang Saduki
bersoal jawab dan tahu, bahwa Yesus memberi jawab
yang tepat kepada orang-orang itu, datang kepadaNya dan bertanya: ‘Hukum manakah yang paling utama?’ Jawab Yesus: ‘Hukum yang terutama ialah: Dengarlah hai orang Israel, Tuhan Allah kita,
Tuhan itu esa. Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan
segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu dan dengan segenap kekuatanmu.
Dan hukum yang kedua ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.
Tidak ada hukum lain yang lebih utama dari pada kedua hukum ini.’ Lalu kata ahli Taurat itu kepada Yesus: ‘Tepat sekali, Guru,
benar kataMu itu, bahwa Dia esa dan bahwa tidak ada yang lain kecuali Dia.
Memang mengasihi Dia dengan segenap hati dan dengan segenap pengertian dan
dengan segenap kekuatan, dan juga mengasihi sesama manusia seperti diri sendiri
adalah jauh lebih utama dari pada semua korban bakaran dan korban sembelihan.’ Yesus melihat bagaimana bijaksananya jawab orang itu, dan Ia berkata
kepadanya: ‘Engkau tidak jauh dari Kerajaan Allah!’ Dan seorangpun tidak berani lagi menanyakan sesuatu kepada Yesus” (Mrk 12:28-34).
Hukum
ini bukanlah hukum baru. Hukum ini sudah ada sejak lama. Hukum ini ada dalam
kehidupan bangsa Israel di Perjanjian Lama. Hukum tentang mengasihi Allah dapat
kita lihat dalam Kitab Ulangan (Ul 6:4-5) dan hukum tentang mengasihi manusia
dapat kita lihat dalam Kitab Imamat (Im 19:18). Yesus tidak membawa hukum baru
tetapi Ia mengungkap kembali kebijaksanaan-kebijaksanaan yang sudah ada
sebelumnya. Ia ingin agar manusia di zamannya – dan tentunya di zaman kita –
untuk melihat berbagai kebijaksanaan yang sebenarnya sudah ada dalam kehidupan
kita. Ia menyatakan, “Tidak ada hukum lain yang lebih utama dari pada kedua
hukum ini” (Mrk 12:31b). Hukum terutama yang diajarkan oleh Yesus adalah kasih.
Kasih dijadikan dasar oleh Yesus untuk bertindak dalam
kehidupan. Dengan demikian, setiap pengikut Yesus dan
orang yang mengakui ajaranNya diajak untuk melakukan yang diajarkan oleh Yesus
ini.
Tanggapan Manusia (Seharusnya) terhadap Kasih
Kita telah
memahami bagaimana kasih yang berasal dari Allah itu hidup sepanjang sejarah
manusia. Kasih itu hidup dan menjiwai relasi antara Allah dan manusia. Nah,
setelah Allah memberikan kasihNya kepada manusia, pertanyaan yang dapat
diajukan sekarang adalah bagaimana manusia harus membalas kasih itu? Jawaban
yang singkat tetapi mengena diberikan oleh penulis Surat Yohanes, “Kita mengasihi
karena Allah lebih dahulu mengasihi kita” (1 Yoh 4:19). Kutipan ini dengan
jelas menyatakan pada kita bahwa yang seharusnya kita lakukan adalah mengasihi.
Pertanyaan
selanjutnya adalah bagaimana melakukan kasih itu? Saya menawarkan dua konsep yang
kiranya dapat dijadikan sarana untuk melakukan kasih, yaitu mengasihi sesama manusia dan mengasihi sesama ciptaan. Pertama, mengasihi
sesama manusia dapat dilakukan melalui tindakan memanusiakan manusia. Memanusiakan
manusia merupakan pemahaman dasar yang wajib dipunyai saat manusia ingin
berhubungan dengan sesamanya. Konsep “memanusiakan manusia” akan membimbing
kita kepada nilai persaudaraan, kebersamaan, persatuan, dan sebagainya. Dengan
memanusiakan manusia, seseorang menempatkan dirinya dalam derajat yang sama
dengan orang lain, tidak lebih tinggi dan tidak lebih rendah. Bahkan, orang
yang derajatnya rendah diangkat agar mempunyai derajat yang sama. Kedua,
mencintai sesama ciptaan diwujudkan melalui tindakan menciptakan keutuhan alam
ciptaan. Keutuhan alam ciptaan adalah keseluruhan hidup dan relasi yang harmonis dan terjadi
serta berkembang di antara manusia dan ciptaan lainnya. Pelestarian keutuhan alam ciptaan mendesak untuk diwujudkan karena merupakan panggilan dan tugas
mendasar manusia untuk mengusahakan dan memelihara alam ciptaan. Dua hal
inilah yang saya pikir dapat kita lakukan untuk mewujudkan kasih kita kepada
dunia.
Keteladanan Kasih yang Konkret
Bulan Februari
ini, Paus Fransiskus melelang Harley-Davidson Dyna Super Glide miliknya. Proses
pelelangannya ditangani oleh rumah lelang Bonhams. Motor itu
menarik banyak perhatian peminat lelang dari berbagai penjuru dunia. Sehari
menjelang acara lelang pada Kamis di Paris, Prancis, rumah lelang Bonhams
mengemukakan bahwa telah menerima sekitar 30 tawaran yang harganya jauh di atas
perkiraan. Seperti dilaporkan AFP, Bonhams memperkirakan moge Dyna Super
Glide dengan tanda tangan Paus Fransiskus itu akan lepas dengan harga antara 12
ribu hingga 15 ribu euro. “Seperti yang
kami perkirakan, peminatnya banyak. Lelang moge Paus akan menjadi bintang.
Hasilnya pasti akan sesuai dengan keinginan si pemilik pertama. Tanda tangan
paus, yang pertama kali ada pada kendaraan jenis ini, membuat moge tersebut
unik,” kata juru bicara Rumah Lelang Bohhams Prancis. Moge tersebut
dipajang di Grand Palais, Paris, tempat lelang berlangsung.
Motor Harley Davidson
berjenis Dyna Super Glide 1.585cc itu adalah hadiah dari perusahaan
Harley-Davidson kepada Paus Fransiskus pada Juni 2013. Motor itu diberikan oleh
Willie G. Davidson, cucu
pendiri Harley-Davidson, kepada Paus Fransiskus dalam
rangka ulang tahun ke-110 perusahaan motor tersebut. Hadiah tersebut diberikan karena Roma menjadi salah satu kota yang menjadi tuan
rumah pesta perayaan ulang tahun perusahaan motor itu. Tanda
tangan "Francesco" ada di tangki Harley-Davidson itu. Perusahaan sepeda motor asal Milwaukee itu memberikan sebuah sepeda motor
plus jaket kepada pemimpin umat Katolik itu untuk ditandatangani. Pada
November 2013, Paus Fransiskus menyumbangkan motor dan jaket yang diterimanya
tersebut kepada Caritas Roma yang merupakan badan amal Gereja Katolik Roma. Dana
dari penjualan dua barang itu akan dipakai untuk biaya renovasi hostel Don
Luigi di Liegro dan dapur umum di stasiun kereta Termini, Roma yang menjadi tempat penampungan dan dapur umum bagi para tunawisma.
Pada hari Jumat, 7 Februari
2014, Harley-Davidson
milik Paus Fransiskus tersebut laku terjual senilai Rp 4 miliar. Pembeli di
Balai Lelang Bonhams tersebut adalah seorang Eropa yang tidak disebutkan
namanya. Pria yang menolak disebut namanya itu membayar jauh melebihi harga
penawaran yaitu Rp 192 juta. “Ini bakal jadi rekor penjualan Harley-Davidson di
abad XXI,” kata Ben Walker, kepala pelelangan sepeda motor di Bonhams. Selain
sepeda motor, Bonhams juga melepas jaket kulit Harley-Davidson dengan tanda
tangan Paus Fransiskus seharga Rp 939 juta. Pembelinya hanya disebut seorang dari
luar Prancis. “Tidak ada jaket lain
semahal itu,” kata Walker.
Kisah ini hanya salah satu dari sekian
banyak perwujudan kasih dalam kehidupan kita. Pemimpin Gereja kita telah
memberikan teladan untuk berbuat kasih. Ia tidak mementingkan kesenangan
pribadinya namun berpikir mengenai keperluan orang lain yang lebih membutuhkan.
Pengantar Memasuki Masa Prapaska
Melalui sedikit contoh dan pembahasan ini, kita
diajak bersiap untuk memasuki Masa Prapaska tahun 2014 ini. Tema Aksi Puasa
Pembangunan Keuskupan Agung Semarang kali ini adalah “Berikanlah Hatimu untuk
Mencintai, Ulurkanlah Tanganmu untuk Melayani.” Tema ini merupakan kutipan dari
seorang pelayan Gereja yang sangat terkenal, yaitu Ibu Teresa dari Kalkuta.
Melalui sedikit permenungan ini, marilah kita memasuki Masa Prapaska dengan
hati yang terbuka untuk mencintai dan tangan yang terulur untuk melayani.