Masuk
sekolah tahun ini diwarnai dengan hal yang istimewa, yaitu masuk
sekolah dalam bulan Puasa. Nah, kalau sudah bicara tentang bulan
Puasa, di SMK Negeri 3 pasti ada pembicaraan mengenai Pesantren
Kilat. Kalau bicara tentang Pesantren Kilat, pasti juga ada
pembicaraan tentang Retret. Seperti yang telah diketahui oleh semua,
retret di SMK Negeri 3 sudah menjadi kegiatan rutin bagi siswa-siswi
Kristiani ketika siswa-siswi Muslim-Muslimah menjalankan pesantren
kilat.
Kekoordinatoran
retret
tahun
ini
digawangi
oleh
siswa-siswi
Katolik.
Fransisca
Dea
Triastuti
sebagai
Koordinator
Sie
Kerohanian
Katolik
menjadi
ketua
panitia
retret
ini.
Tentunya,
seluruh
siswa-siswi
Kristiani
bersatu
untuk
melaksanakan
kegiatan
ini.
Seperti
kegiatan
tahun
lalu,
tema
retret
kali
ini
dipilih
oleh
panitia
dari
siswa-siswi
sendiri.
Tema
yang
diambil
adalah
“Salt
and
Light
– Garam
dan
Terang.”
Inspirasi
tema
retret
ini
diambil
dari
Injil
Matius
Bab
5
ayat
13
sampai
16
yang
berbunyi
sebagai
berikut,
“Kamu adalah garam dunia. Jika garam itu menjadi tawar, dengan
apakah ia diasinkan? Tidak ada lagi gunanya selain dibuang dan
diinjak orang. Kamu adalah terang dunia. Kota yang terletak di atas
gunung tidak mungkin tersembunyi. Lagipula orang tidak menyalakan
pelita lalu meletakkannya di bawah gantang, melainkan di atas kaki
dian sehingga menerangi semua orang di dalam rumah itu. Demikianlah
hendaknya terangmu bercahaya di depan orang, supaya mereka melihat
perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu yang di sorga.”
Sejak
awal perencanaan, kami – saya dan Pak Heru – meminta panitia
untuk memastikan dan mengkoordinasikan bersama Sie Kerohanian Islam
mengenai tanggal pelaksanaan pesantren kilat. Penetapan tanggal ini
sangatlah penting karena kegiatan retret memerlukan pemesanan tempat
jauh-jauh hari karena tidak setiap tempat retret bisa dipesan secara
mendadak. Setelah melalui berbagai diskusi dan tanya sana-sini,
akhirnya diperoleh tanggal 25-27 Juli 2013. Setelah diperoleh
tanggal, panitia pun mulai survei kesana kemari untuk mendapatkan
tempat. Akhirnya, yang dipilih sebagai tempat retret adalah Wisma Doa
El Betel, Karangpandan, Karanganyar.
Seperti
ide
tahun
yang
lalu,
retret
kali
ini
dilayani
oleh
para
pemuka
agama.
Pilihan
pemuka
agama
dalam
retret
ini
jatuh
pada
para
pastor
dari
Gereja
Katolik.
Sedianya,
panitia
meminta
pelayanan
retret
dari
Romo
Marcelinus
Roselawanto
yang
bertugas
di
Paroki
San
Inigo
Dirjodipuran.
Namun,
karena
kesibukan
mempersiapkan
kepindahan
dan
lanjut
studi,
Romo
Marcel
merasa
tidak
sanggup
untuk
memberikan
pelayanan
itu.
Akhirnya,
pilihan
pelayan
jatuh
kepada
Romo
Ignatius
Supriyatno,
MSF
dari
Paroki
Santo
Petrus
Purwosari
yang
sekaligus
menjadi
Ketua
Komisi
Keluarga
Kevikepan
Surakarta.
Pemilihan
ini
didasarkan
pada
fokus
pastoral
yang
dimiliki
oleh
Komisi
Keluarga
Kevikepan
Surakarta.
Menurut
arah
yang
telah
ditetapkan
oleh
Komisi
Keluarga
Keuskupan
Agung
Semarang,
komisi
di
setiap
kevikepan
memiliki
9
fokus
pendampingan
yang
bisa
digambarkan
sebagai
berikut:
1)
Pendampingan
kepada
remaja
dan
mahasiswa
lewat
tema
“Remaja
Terang
Keluarga”;
2)
Pendampingan
untuk
mereka
yang
berpacaran
serius
melalui
tema
“Discovery”;
3)
Pendampingan
bagi
mereka
yang
mempersiapkan
perkawinan
dengan
tema
“Katekese
Persiapan
Perkawinan”;
4)
Pendampingan
untuk
mereka
yang
baru
saja
menikah
lewat
tema
“Aftercare
Tujuh
Aturan
Emas
Perkawinan”;
5)
Pendampingan
kepada
mereka
yang
sudah
memiliki
anak
balita
melalui
tema
“Menjadi
Suami
Istri
dan
Ayah
Ibu”;
6)
Pendampingan
bagi
mereka
yang
memiliki
anak
remaja
dengan
tema
“Malam
Orangtua”;
7)
Pendampingan
kepada
mereka
yang
sudah
ditinggal
anak-anak
yang
sudah
dewasa
melalui
tema
“Sarang
Kosong”;
8)
Pendampingan
kepada
pasangan
suami
istri
yang
sudah
beranjak
senja
lewat
tema
“Kemuning
Senja”;
9)
Pendampingan
untuk
suami
atau
istri
yang
sudah
ditinggalkan
pasangannya
dengan
tema
“Sendiri
Tidak
Sepi.”
Sembilan
tema
ini
diberikan
sesuai
dengan
jejang
usia
atau
situasi
yang
dialami
oleh
masing-masing
tingkatan.
Nah,
karena
Komisi
Keluarga
Kevikepan
memiliki
fokus
dalam
pendampingan
berjenjang
dan
tema
yang
diambil
sesuai
dengan
fokus
pendampingan
yang
pertama,
dipilihlah
tim
dari
Komisi
Keluarga
Kevikepan
Surakarta
untuk
memberikan
pelayanan
kepada
siswa-siswi
SMK
Negeri
3.
Setelah
semuanya
siap,
acara
gladi
rohani
Kerohanian
Kristen
dan
Katolik
pun
dimulai
pada
tanggal
25
Juli
2013.
Hari
itu,
kegiatan
diadakan
di
sekolah.
Sesi
hari
itu
diisi
oleh
para
guru
agama,
yaitu
Pak
Heru
dan
saya.
Di
sesi
pertama,
Pak
Heru
memberikan
ulasan
firman
dari
Matius
5:13-16
tentang
garam
dan
terang
dunia.
Tema
ini
menjadi
pembuka
sekaligus
bingkai
besar
dari
seluruh
dinamika
gladi
rohani
yang
ada.
Setelah
sesi
pertama
selesai,
giliran
saya
yang
kemudian
mengisi.
Yang
menjadi
fokus
pembicaraan
sesi
kedua
adalah
You
Are
The
Heroes
Everyday
– Kamu
adalah
Pahlawan
Setiap
Hari.
Di
sesi
ini,
seperti
biasanya
yang
menjadi
kesenangan
saya,
saya
mengisinya
dengan
menyaksikan
film.
Kali
ini,
filmnya
berjudul
“Freedom
Writer.”
Film
ini
berkisah
tentang
seorang
guru
bernama
Erin
Gruwell
yang
mencoba
mengubah
karakter
anak-anak
didiknya
yang
berlatarbelakang
kekerasan,
terpecah-pecah,
dan
berpotensi
gagal
menjadi
anak-anak
yang
mau
maju
dan
berkembang
lebih
baik.
Berbagai
macam
usaha
ditempuh
untuk
menjadikan
anak-anak
didiknya
menjadi
anak-anak
yang
berhasil.
Akhirnya,
Erin
berhasil
membentuk
anak-anak
didiknya
menjadi
peduli
satu
sama
lain
dan
merasa
menjadi
sebuah
keluarga.
Hal
itu
berdampak
pada
keberhasilan
anak-anak.
Beberapa
di
antara
mereka
berhasil
melanjutkan
ke
jenjang
pendidikan
yang
lebih
tinggi
dan
menjadi
yang
pertama
mengenyam
jenjang
kuliah
di
keluarganya.
Yang
ingin
saya
tekankan
dalam
refleksi
ini
adalah
mengajak
siswa-siswi
Kristiani
untuk
menjadi
pahlawan
setiap
hari.
Pahlawan
itu
berbuat
kebaikan.
Dia
dikenang
karena
melakukan
sesuatu
yang
baik.
Siswa-siswi
pun
diajak
untuk
menjadi
pahlawan
setiap
hari.
Mulai
hari
kedua,
kegiatan
dilaksanakan
di
Wisma
Doa
El
Betel,
Karangpandan.
Pagi-pagi,
sekitar
jam
7,
semua
sudah
berkumpul
dan
siap
berangkat.
Sekitar
jam
8,
rombongan
mulai
berangkat
menuju
tempat
retret.
Kira-kira
jam
10,
rombongan
tiba
di
tempat
retret.
Setelah
beristirahat
sebentar,
sesi
pun
dimulai.
Di
sesi
pertama
dan
kedua,
para
peserta
diajak
untuk
menyadari
diri
dalam
berelasi
dengan
sesama
dan
lingkungan
sekitarnya.
Tema
yang
diangkat
adalah
“Topeng
Kehidupan”
dan
“Aku
Dibentuk
Sesama
dan
Keluarga.”
Sesi
ini
dibawakan
oleh
pasangan
suami
istri
Eduardus
Didy
Djati
Oetama
&
Bernadeta
Ratna
Surya
Dwiwati,
tim
Komisi
Keluarga
Kevikepan
Surakarta.
Dalam
sesi
ini,
para
peserta
diajak
menyadari
bahwa
dalam
berelasi,
masing-masing
orang
kadangkala
menggunakan
topeng.
Topeng-topeng
inilah
yang
membuat
orang
tidak
bebas
dalam
berelasi
karena
jaga
image.
Para
peserta
diajak
untuk
tampil
asli
sehingga
dapat
berelasi
dengan
lebih
sehat
bersama
orang
lain.
Di
sesi
selanjutnya,
peserta
diajak
menyadari
bahwa
cara
berelasi
dengan
orang
lain
itu
dipengaruhi
oleh
keluarga
dan
sesama.
Dalam
berelasi
dengan
orang
lain,
kita
diajak
menyadari
bahwa
diri
kita
memiliki
latar
belakang
yang
unik,
potensi
yang
bisa
dikembangkan,
perlunya
berdamai
dengan
diri-sesama-Tuhan,
dan
perlu
merumuskan
cita-cita
untuk
bertindak.
Semuanya
ini
diperlukan
untuk
bisa
menjadi
Garam
dan
Terang
Dunia.
Setelah
sesi
selesai,
para
peserta
diberi
kesempatan
untuk
beristirahat
sejenak.
Sore
harinya,
dinamika
dilanjutkan
dengan
game.
Game-game
ini
dimaksudkan
untuk
melatih
relasi
dalam
tim.
Setelah
game,
acara
pun
dilanjutkan
dengan
makan
malam
dan
api
unggun.
Pada
kesempatan
api
unggun
itu,
Ibu
Kepala
Sekolah
berkenan
hadir
menengok
acara
ini.
Beliau
memberikan
sambutan
berkenaan
dengan
kasih.
Menjadi
garam
dan
terang
dunia
berarti
menyebarkan
kasih
kepada
semua
orang
yang
ada
di
sekitar
dimanapun
berada.
Akhirnya,
kegiatan
hari
kedua
diakhiri
dengan
istirahat.
Pagi-pagi
hari
ketiga,
kegiatan
dimulai
dengan
Saat
Teduh yang dibawakan oleh Bapak Fajar Kriscahyo Herlambang dari SMK Negeri 3.
Saat
teduh
ini
digunakan
untuk
memberikan
kesadaran
kepada
para
peserta
bahwa
masing-masing
dari
kita
memiliki
“Tangki
Cinta.”
Tangki
cinta
adalah
wadah
kasih
yang
ada
dalam
diri
kita
masing-masing.
Wadah
itu
bisa
kosong,
sedikit
isi,
separuh
isi,
sebagian
besar
isi,
maupun
penuh.
Penuh
atau
tidaknya
tangki
cinta
itu
tergantung
dari
kondisi
masing-masing
pribadi.
Seseorang
yang
tangki
cintanya
penuh
tidak
akan
mencari-cari
cinta
di
berbagai
situasi.
Seseorang
yang
tangki
cintanya
kosong
atau
hanya
sedikit
terisi
pasti
akan
haus
cinta
di
manapun
berada.
Penuh
atau
tidaknya
tangki
cinta
ini
bisa
dilihat
dari
perilaku
yang
dilakukan,
nada
bicara
yang
disampaikan,
kata
yang
diucapkan,
dan
sinar
mata
yang
dipancarkan
seseorang.
Untuk
memenuhi
tangki
cinta
ini,
bisa
dilakukan
5
cara,
yaitu
Kata-kata
Peneguhan,
Waktu
Bersama,
Hadiah,
Pelayanan,
dan
Sentuhan
Fisik.
Seseorang
yang
tangki
cintanya
penuh
akan
dapat
menjalankan
tugasnya
sebagai
Garam
dan
Terang
Dunia
dengan
baik.
Setelah
saat teduh, tibalah saat makan pagi. Setelah makan pagi, dimulailah
acara outbound. Ada 6 pos yang harus ditempuh oleh peserta dalam
outbound ini. Berbagai macam permainan dilakukan untuk membangun
kekompakan dan kebersamaan di antara kelompok. Di sekolah negeri,
siswa-siswi Kristiani itu sedikit. Nah, yang sedikit ini harus
menampakkan kebersamaan dan kekompakan.
Selesai
outbound, rangkaian acara retret dilanjutkan dengan sesi ketiga. Sesi
ketiga yang berbicara tentang “Menjadi Terang bagi Keluarga” ini
sedianya akan dibawakan oleh Romo Ignatius Supriyatno, MSF. Namun,
karena beliau mendadak harus bertemu dengan Romo Ekonom Keuskupan
Agung Semarang, beliau mendelegasikan tugas ini kepada Bapak
Phillipus Ispriyanto, salah seorang tim dari Komisi Keluarga
Kevikepan Surakarta. Dalam sesi ini, para peserta diajak untuk
membangun kesadaran dan memupuk niat untuk menjadi Terang dan Garam
bagi sekitarnya. Caranya bagaimana? Pertama-tama, yang harus
dilakukan adalah menjadi terang bagi keluarga. Terang dan Garam
adalah identitas kita sebagai orang Kristiani. Tuhan Yesus tidak
bersabda, “Jadilah garam dan terang dunia,” tetapi Ia bersabda,
“Kamulah garam dan terang dunia.” Jadi, kita masing-masing sudah
memiliki potensi terang dan garam itu. Yang perlu dilakukan kemudian
adalah membuat terang dan garam itu bermakna dan berguna bagi
sekitar. Di akhir sesi ini, para peserta diajak untuk menuliskan
hal-hal yang bisa dilakukan sebagai garam dan terang bagi keluarga,
sekolah, dan lingkungan sekitar.
Di penghujung acara retret, setelah makan siang, diadakanlah presentasi butir-butir retret oleh masing-masing kelompok peserta. Setelah berproses selama kurang lebih tiga hari, masing-masing kelompok membuat kliping majalah dinding yang memuat berbagai poin yang mereka dapatkan dalam retret tahun ini. Inilah sebuah cara yang indah untuk mengakhiri. Dan akhirnya, di paling penghujung acara, tibalah saatnya untuk ucapan terima kasih. “Terimakasih seribu... pada panitiaku... aku bahagia karena dicinta... Terima kasih...” Terima kasih kepada para peserta, para panitia, para bapak ibu guru, bapak ibu pemateri, dan semua pihak yang telah membantu berlangsungnya kegiatan ini. “Terimakasih seribu...”
Akhir kata, yang paling mengejutkan dalam retret ini adalah lagu GEDHANG. Syairnya begini, “Geee...dhang... Cek... dioncek... cek... cek... dioncek... Cok... dikocok... cok... cok... dikocok... Ngan... dipangan... ngan... ngan... dipangan... Tok... ditokke... tok... tok... ditokke...” Ini lagunya Wening yang tentunya sangat dikenal oleh peserta retret kali ini.... hahahaha....