Di
Masa Prapaska ini, Gereja Keuskupan Agung Semarang memiliki tema
“Semakin Beriman dengan Bekerja Keras dan
Menghayati Misteri Salib Tuhan.” Dalam masa persiapan ini, seluruh
warga Keuskupan Agung Semarang diajak untuk lebih menghayati
pekerjaan sesuai dengan panggilannya sebagai orang Katolik. Begitu
pula yang terjadi di Ruang Podjok. Bulan Februari yang lalu,
diadakanlah satu kali pertemuan Aksi Puasa Pembangunan untuk
memperdalam tema yang ditawarkan keuskupan. Tema pertemuan ini
mengambil judul “Bekerja itu Suci”
Setiap
orang pada hakikatnya dipanggil untuk bekerja. Manusia adalah HOMO
FABER – MANUSIA PEKERJA. Berkat kemampuan mencipta, merasa dan
berkehendak, manusia dapat membuat dan melakukan sesuatu. Pekerjaan
manusia dimaknai sebagai kegiatan jasmani dan rohani yang mengarah
pada hasil yang berguna. Semua pekerjaan itu bermakna. Kepada setiap
orang, dipercayakan suatu pekerjaan. Pekerjaan akan menghasilkan
sesuatu. Kita diajak tekun dan setia dalam pekerjaan apapun. Dalam
menghayati pekerjaan itu, kita diajak bercermin pada teladan yang
diberikan Beato Fransisco Garate.
Francisco
Garate lahir di desa Recarte, daerah sekitar Azpeitia, Spanyol, dekat
wilayah Basque, kota asal leluhur Santo Ignatius Loyola pada tanggal
3 Februari 1857. Dia adalah anak kedua dari tujuh bersaudara.
Kehidupan masa kecil dihabiskannya dalam atmosfer keluarga yang penuh
iman dan kesalehan dengan kebiasaan Ekaristi harian di Basilika
Loyola. Pada usia 14 tahun, dia meninggalkan rumah untuk bekerja
sebagai pengurus rumah tangga pada kolese Jesuit yang baru saja
dibuka, Kolese Nuestra Senora de la Antigua, di Orduna. Pada tahun
1868 dan 1870, ia menyaksikan para Yesuit diasingkan dari Loyola.
Pada
tahun
1874,
di
usia
17
tahun,
Fransisco
masuk
Serikat
Yesus
sebagai
bruder.
Untuk
tujuan
itu,
ia
pun
pergi
ke
Poyanne,
daerah
selatan
Perancis
dimana
para
Jesuit
Provinsi
Castile,
Spanyol
memiliki
pendidikan
novisiat
sejak
tahun
1869
di
pengasingan
karena
pada
saat
itu
para
Yesuit
diusir
dari
Spanyol
saat
waktu
terjadi
revolusi
tahun
1868.
Dua
tahun
setelah
pendidikan
novisiat,
dia
mengucapkan
kaul
kemiskinan,
kemurnian
dan
ketaatan
pertamanya
pada
tanggal
2
Februari
1876.
Kemudian,
dua
saudara
laki-lakinya
yang
lain
mengikuti
jejaknya
dan
menjadi
bruder Yesuit.
Tahun
berikutnya,
pada
29
Oktober
1877,
Bruder
Francisco
diutus
sebagai
sebagai
petugas
sakristi
dan
perawat
orang
sakit
pada
sebuah
kolese
di
kota
La
Guardia,
ujung
barat
Spanyol,
dekat
Samudera
Atlantik
dan
perbatasan
Portugis.
Dia
bekerja
sebagai
perawat
orang
sakit
pada
dua
lembaga
kecil
yang
tergabung
dalam
kolese
tersebut.
Total
anak
muda
yang
berada
di
bawah
perawatannya
ada
sekitar
200
anak.
Selama
10
tahun,
dia
merawat
para
siswa
yang
sakit
dengan
kebaikan
dan
kemurahan hati yang
sangat
luar
biasa.
Ia
berada
di
samping
ranjang
anak-anak
sakit
tersebut
pada
malam
hari
dan
mengerjakan
berbagai
macam
pekerjaan
di
siang
hari.
Kesan
ini
secara
khusus
diapresiasi
oleh
para
siswa
yang
dirawatnya.
Di
La
Guardia,
ia
pun
mengucapkan
kaul
kekal
pada
15
Agustus
1887.
Setelah
10 tahun bekerja sebagai perawat orang sakit, gangguan yang menerpa
kesehatannya mulai nampak. Atas dasar keadaan tersebut, atasannya
memindahkannya ke Universitas Deusto di Bilbao, di wilayah utara
Spanyol, untuk menempati posisi sebagai penjaga pintu.
Di Deusto, Bruder Fransisco memilih ruangan yang paling kecil karena ruang itu dekat dengan bagian penerima tamu. Sebagai orang yang dijumpai pertama kali ketika membuka pintu universitas, dia menjalankan beberapa peran sekaligus; sebagai penerima tamu, humas, penasehat pribadi, dan penderma kaum miskin. Dia sangatlah sopan kepada semua tamu yang datang ke universitas. Kepada para mahasiswa, ia memberikan penguatan dan nasehat. Bahkan, ia membantu mereka menyalin catatan-catatan mereka di kelas. Dia menjadi orang kepercayaan, pembimbing, bahkan menyediakan makanan bagi mereka yang lapar dan memberi pakaian kepada yang miskin.
Dalam menjalankan tugas sebagai penjaga pintu ini, Fransisco menampakkan caranya yang khas, yaitu penuh kesopanan (sehingga dia disebut bruder yang sangat sopan). Cara ini tampak pada caranya menyambut tamu, bernegosiasi, ketenangan, kebijaksanaan, kerendahan hati, ketidaklekatan pada sesuatu dan kesatuan dengan Allah. Keutamaan hariannya dilakukan melalui cara-cara yang heroik dalam kehidupan. Banyak orang mengenal dia sebagai pribadi yang ramah, sabar, dan tak kenal lelah dalam menjalankan tugas-tugasnya. Suatu kali, Kardinal Yesuit bernama Boetto pernah bertanya kepada Bruder Fransisco perihal caranya menjaga kedamaian dan ketentraman hati meskipun menghadapi berbagai tuntutan pekerjaan. Ia pun menjawab, “Bagi saya, untuk menjadikan semuanya mungkin, saya hanya mengerjakan pekerjaan saya yang remeh ini dengan baik. Sisanya, Tuhan yang mengerjakan. Dengan bantuanNya, semua menjadi mudah dan indah karena kita mengabdi Tuan yang baik.”
Di Deusto, Bruder Fransisco memilih ruangan yang paling kecil karena ruang itu dekat dengan bagian penerima tamu. Sebagai orang yang dijumpai pertama kali ketika membuka pintu universitas, dia menjalankan beberapa peran sekaligus; sebagai penerima tamu, humas, penasehat pribadi, dan penderma kaum miskin. Dia sangatlah sopan kepada semua tamu yang datang ke universitas. Kepada para mahasiswa, ia memberikan penguatan dan nasehat. Bahkan, ia membantu mereka menyalin catatan-catatan mereka di kelas. Dia menjadi orang kepercayaan, pembimbing, bahkan menyediakan makanan bagi mereka yang lapar dan memberi pakaian kepada yang miskin.
Dalam menjalankan tugas sebagai penjaga pintu ini, Fransisco menampakkan caranya yang khas, yaitu penuh kesopanan (sehingga dia disebut bruder yang sangat sopan). Cara ini tampak pada caranya menyambut tamu, bernegosiasi, ketenangan, kebijaksanaan, kerendahan hati, ketidaklekatan pada sesuatu dan kesatuan dengan Allah. Keutamaan hariannya dilakukan melalui cara-cara yang heroik dalam kehidupan. Banyak orang mengenal dia sebagai pribadi yang ramah, sabar, dan tak kenal lelah dalam menjalankan tugas-tugasnya. Suatu kali, Kardinal Yesuit bernama Boetto pernah bertanya kepada Bruder Fransisco perihal caranya menjaga kedamaian dan ketentraman hati meskipun menghadapi berbagai tuntutan pekerjaan. Ia pun menjawab, “Bagi saya, untuk menjadikan semuanya mungkin, saya hanya mengerjakan pekerjaan saya yang remeh ini dengan baik. Sisanya, Tuhan yang mengerjakan. Dengan bantuanNya, semua menjadi mudah dan indah karena kita mengabdi Tuan yang baik.”
Kesehatan
Bruder Francisco mulai menurun ketika berumur 72 tahun. Pada tanggal
8 September 1920, pada Hari Pesta Kelahiran Bunda Maria, dia
menderita serangan sakit pada perutnya. Dia hanya mau pergi
beristirahat setelah dia menyelesaikan beberapa pekerjaan. Pada sore
hari, ketika dia tahu saat ajalnya sudah hampir tiba, dia meminta
viaticum (komuni bekal suci) dan Sakramen Pengurapan Orang Sakit.
Namun, karena sakit tersebut sangat membuatnya tidak nyaman, perawat
kemudian memanggil dokter. Setelah dokter mengoperasi uretranya yang
tersumbat, Bruder Francisco menemukan kelegaan sementara namun tidak
membuatnya sembuh. Pagi hari sekitar pukul 7, pada tanggal 9
September, pada Hari Pesta Santo Petrus Klaver, Bruder Francisco
menyerahkan jiwanya kepada Tuhan setelah menerima perminyakan suci.
Pada
saat
kematiannya,
para
mahasiswa
yang
tak
terhitung
banyaknya
datang
untuk
memberi
penghormatan
kepada
sahabatnya
yang
terkasih.
Mereka
memastikan
bahwa
doa
rosario
dan
salib
mereka
bisa
menyentuh
peti
matinya.
Jenazahnya
pada
mulanya
dikuburkan
di
pemakaman
setempat,
namun
kemudian
dipindah
ke
dalam
Universitas
Deusto
dan
ditempatkan
pada
serambi
depan
kapel
universitas
tersebut.
Karena
proses
renovasi
kapel,
tubuhnya
pun
dipindahkan
dari
kapel
besar
menuju
kapel
kecil
di
ruang
depan
universitas,
dekat
dengan
pintu
dimana
ia biasa
melakukan
pekerjaannya
selama
41
tahun.
Penyelidikan
yang biasanya dilakukan dalam proses pengangkatan orang kudus pun
dibuat di Keuskupan Vitoria dan dikirim ke Roma pada bulan Februari
1941. Dari penyelidikan tersebut, ditemukanlah keutamaan-keutamaan
Bruder Fransisco sebagai seorang kudus melalui pernyataan Paus XII
pada 26 Februari 1950.
Pada
tanggal 11 Februari 1982, Paus Yohanes Paulus II menyatakan
kepantasan Bruder Fransisco untuk diangkat sebagai seorang kudus.
Pernyataan penerimaan mukjizat yang dikaitkan dengan dirinya
dikeluarkan tanggal 9 Mei 1985 dan dilanjutkan dengan pernyataan
beatifikasi pada tanggal 6 Oktober 1985. Dalam pernyataan
beatifikasinya, Beato Yohanes Paulus II mengatakan, “Pesan
kesucian Fransisco Garate
sangatlah sederhana dan
jelas... Sejak muda, ia
membuka hatinya lebar-lebar
untuk Kristus yang mengetuk
pintunya dan mengundang dia
untuk menjadi pengikut
setia dan sahabatNya.
Seperti Maria, yang dia
cintai secara lembut hati
seperti ibunya sendiri, dia
menjawab dengan kemurahan
hati dan keyakinan tanpa
batas terhadap panggilan
menuju rahmat... Kemurahan
hatinya disaksikan oleh
para mahasiswa, dosen,
pegawai, dan orangtua di
Universitas Deusto yang
secara penuh kasih
memanggilnya “Sang Bruder
Baik” dan yang melihat
dalam dirinya sikap yang
menyenangkan dan penuh
keramahan dalam penyambutan
dari seseorang yang menjaga
hatinya berakar di dalam
Allah. Beato Fransisco Garate
memberikan kita kesaksian
yang nyata dan konkret
atas kedalaman nilai
kehidupan rohani seorang
rasul maupun hidup bakti.
Sebagai akibatnya, ketika
seseorang menyerahkan diri
dan memusatkan seluruh
hidupnya kepada Allah, ia
tidak harus menungguh buat
kerasulannya. Dari pintu
masuk universitas, Yesuit
ini membuat kebaikan Allah
nyata kepada orang lain
melalui kekuatan pewartaan
kabar gembira dari
pelayanan yang diam dan
rendah hati.”
Beato
Fransisco Garate diingat atas kasih, kesopanan, dan dedikasi yang
luar biasa terhadap pekerjaan.
Sepeti
yang tertera pada prasasti di pintu masuk, pada tahun 1949, Nona
Conchita Aztiria dan Zabala Anchieta mendonasikan rumah peternakan
Errekarte pada Serikat Yesus. Seiring dengan penyerahan tersebut,
rumah itu kemudian direstorasi di bawah bimbingan Joaquín de Irízar
dan diserahkan untuk restorasi lebih lanjut pada tahun 1985, pada
malam beatifikasi Bruder Fransisco Garate.
Kisah
hidup Beato Fransisco Garate ini menyatakan kepada kita tentang makna
pekerjaan. Bekerja itu suci karena mendekatkan manusia kepada Tuhan.
Bekerja itu bermanfaat bagi sesama karena mengubah dunia menjadi
tempat hidup yang lebih baik. Bekerja itu berdayaguna karena mengubah
keterbatasan menjadi sikap untuk berjuang secara maksimal. Kita perlu
bekerja karena Tuhan telah memberikan panggilan kepada kita untuk
bekerja.
Selamat
Bekerja karena Bekerja itu Suci!