Jumat, 18 Oktober 2019

Bunda Maria, Bersamamu, Perkenankanlah Kami yang Sedikit Ini Berkumpul dalam Nama Tuhan...

Bulan Oktober adalah bulan yang dikhususkan oleh Gereja Katolik untuk menghormati Maria sebagai Ratu Rosario. Seiring dengan gerakan seluruh umat beriman Katolik seluruh dunia, pada bulan Oktober ini, Penjaga Podjok juga mengajak seluruh anggotanya untuk menghormati Maria. Ada dua kali kegiatan yang dijalankan pada bulan ini, yaitu pada Jumat Pertama (4/10) dan Jumat Ketiga (18/10). 




Tidak banyak yang hadir dalam dua kegiatan itu. Meskipun tidak banyak, seluruh kegiatan bulan Oktober ini terus berjalan. Satu hal yang diyakini oleh Penjaga Podjok berdasarkan sabda Tuhan: "Sebab di mana dua atau tiga orang berkumpul dalam Nama-Ku, di situ Aku ada di tengah-tengah mereka" (Mat 18:20). Terima kasih Tuhan karena melalui sabdaMu, kami boleh merasa yakin bahwa Engkau hadir di antara kami yang sedikit ini ketika berdoa karena kami berkumpul dalam namaMu...

Selasa, 15 Oktober 2019

Mengenal Para Kardinal dari Indonesia

Kardinal adalah sebuah gelar rohani sangat tua di dalam Gereja Katolik, yang secara hirarkis berada langsung di bawah paus. Paus Silvester I ( tahun 314 - 335) adalah paus pertama yang menggagas dan membentuk gelar ini. Secara etimologis, kata "kardinal" berasal dari kata bahasa Latin "cardo", yang berarti engsel pintu yang menyambung dua helai pintu. Kata "cardo" juga digunakan untuk menyebut seorang imam yang menjadi kepala gereja yang terletak di wilayah sekitar Roma dan merepresentasikan kehadiran gereja-gereja lokal di berbagai belahan dunia. Berpijak pada dua pengertian di atas, seorang kardinal dipilih dan diangkat dengan sebuah tugas dan fungsi penting, yakni ibarat ‘’engsel“ yang menyambungkan Sri Paus (Tahta Suci Vatikan) dengan gereja lokal atau wilayah yang berada di bawah tanggung jawab seorang kardinal. Setelah penganugerahan entitas ganda kepada Vatikan sebagai negara dan Tahta Suci sebagai pemerintahan melalui Perjanjian Lateran pada tanggal 11 Pebruari 1929, para Kardinal juga diberi julukan "pangeran-pangeran Gereja".
Para kardinal bisa diidentifikasi dengan mudah melalui penampilan dengan pakaian kebesaran serba merah. Para kardinal Gereja Katolik adalah anggota persekutuan para kardinal yang disebut Kolegium Para Kardinal. Pada zaman dulu, Kolegium Para Kardinal juga lumrah disebut "Senat Sri Paus" tetapi istilah ini sudah kedaluwarsa. Kadang istilah ini masih digunakan meski hanya dalam publikasi-publikasi atau tulisan-tulisan khusus saja. Istilah lain yang juga sudah jarang muncul adalah "Kolegium Para Kardinal yang Kudus". Penggunaan kedua istilah di atas melemah sejak tahun 1983. Istilah yang lebih populer sekarang adalah Kolegium Para Kardinal.
Para kardinal yang dipilih dan diangkat oleh Sri Paus. Ini merupakan hak prerogatif Sri Paus. Pengangkatan para kardinal itu bertujuan agar mereka mendukung Paus di dalam menjalankan tugas kepemimpinan Gereja Katolik di seluruh dunia, baik secara individu maupun secara kebersamaan. Tugas para kardinal bisa bervariasi, mulai dari memimpin departemen atau lembaga administrasi pusat Kuria di Vatikan, hingga pemimpin Gereja lokal negara masing-masing dan penasihat atau pengarah Gereja lokal. Artinya, kardinal-kardinal yang tidak ditentukan oleh Paus untuk memimpin administrasi Kuria di Vatikan, tetap tinggal dan bekerja di negara mereka masing-masing. Mereka selalu siap bersedia untuk memenuhi panggilan Sri Paus, manakala kehadiran mereka di Vatikan dibutuhkan untuk sebuah tujuan penting tertentu. Seorang kardinal yang berkarya di negaranya, tidak selamanya atau tidak harus menjadi pemimpin konferensi para uskup. Hal ini bergantung dari kebutuhan dan hasil pemilihan yang independen. Ketidakharusan ini memberikan ruang gerak kepadanya yang lebih luas untuk menjalin relasi kerjanya dengan Sri Paus.
Pengangkatan para kardinal pada dasarnya tidak bertujuan untuk merepresentasi sebuah negara. Banyak negara di mana hadir juga Gereja Katolik, tidak memiliki kardinal. Hal ini merupakan hak prerogatif Paus yang berbasis pada kebutuhan beliau dan kriteria-kriteria yang beliau miliki. Oleh karena pengangkatan seorang kardinal sesuai dengan kebutuhan Sri Paus, pada masa-masa terakhir, Paus Fransiskus bahkan juga memilih para imam dan diangkat menjadi kardinal tanpa harus menjadi uskup atau uskup agung terlebih dahulu seperti lazimnya terjadi pada masa-masa sebelumnya. Mereka-mereka itu biasanya memiliki kualifikasi-kualifikasi tertentu yang sangat mendukung tugas kegembalaan Sri Paus, atau oleh karena jasa-jasa dan pengalaman-pengalaman luar biasa yang dianggap bisa memberikan masukan penting bagi Sri Paus dalam menjalankan kepemimpinannya.
Selain tugas-tugas di atas, para kardinal memiliki tugas lain yang sangat penting, yakni memilih paus yang baru. Ketika terjadi “sede vacante” (kekosongan jabatan Paus), para kardinal sebagai suatu kolegium memimpin roda pemerintahan Gereja Katolik Dunia. Kepemimpinan ini diwakili oleh kehadiran Kardinal Kamerlengo dan wakil-wakilnya. Para wakil Kardinal Kamerlengo ini dipilih dari para kardinal secara bergantian tiga hari sekali selama masa kekosongan jabatan Paus. Selama “sede vacante’’, para kardinal biasanya hadir di Vatikan untuk mengadakan pertemuan atau sidang harian guna membahas berbagai hal untuk menjamin jalannya pemerintahan serta mempersiapkan konklaf (upacara pemilihan Paus yang baru). Selama masa ini, mereka tidak berhak menggantikan atau mengubah hukum atau keputusan serta ketetapan apapun yang sudah dilakukan oleh paus sebelumnya.
Penganugerahan gelar kardinal ini dilakukan dalam suatu acara yang disebut Konsistori. Konsistori merupakan istilah khas Gereja Katolik yang berakar dari bahasa Latin "consistorium" yang secara harafiah berarti "ruang pertemuan." Dalam tradisi, konsistori digunakan untuk menyebut perteman Kolegium Para Kardinal yang dipimpin langsung oleh Paus. Ada dua macam konsistori. Pertama, konsistori biasa atau umum yang dihadiri oleh para kardinal yang bekerja atau tinggal di Roma. Kedua, konsistori luar biasa yang harus dihadiri oleh seluruh anggota Kolegium Para Kardinal. Pengangkatan kardinal baru termasuk konsistori biasa. 
Sepanjang sejarah sampai saat ini, Indonesia sudah memiliki tiga orang kardinal. Sebagai warga Gereja Keuskupan Agung Semarang, Penjaga Podjok bersyukur karena ketiga kardinal yang diangkat oleh Paus itu pernah menjadi gembala Keuskupan Agung Semarang. Dalam tulisan ini, Penjaga Podjok ingin memperkenalkan profil ketiga kardinal tersebut. Ketiga kardinal tersebut adalah Kardinal Justinus Darmajuwono, Kardinal Julius Darmaatmaja, dan Kardinal Ignatius Suharyo.
Sejarah Gereja Indonesia mencatat bahwa yang menjadi kardinal pertama dari Indonesia adalah Kardinal Justinus Darmajuwono. Ia lahir di Jering, Godean, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta pada 2 November 1914. Di usia 33 tahun, ia ditahbiskan menjadi imam diosesan Semarang oleh Vikaris Apostolik Semarang saat itu, Monsinyur Albertus Soegijapranata, S.J.  pada 25 Mei 1947. Setelah ditahbiskan, ia bekerja sebagai pastor paroki di beberapa tempat antara lain Kidul Loji (1947), Ganjuran (1947-1950), Klaten (1950-1954), Purbayan (1954 dan 1957-1961) serta Purbowardayan (1961). Pada tahun 1954-1956, ia diberi kesempatan untuk menepuh studi Missiologi di Universitas Gregoriana, Roma. Tahun 1962, ia ditunjuk oleh Monsinyur Soegijapranata untuk menjadi Pastor Paroki Katedral Semarang sekaligus mengemban tugas sebagai Vikaris Jenderal. Pada 10 Desember 1963, ia ditunjuk oleh Tahta Suci menjadi Uskup Agung Semarang menggantikan Monsinyur Soegijapranata yang wafat pada 22 Juli 1963. R.D. Darmojuwono
pun ditahbiskan pada 6 April 1964 oleh Monsinyur Ottavio de Liva (Internunsius Apostolik untuk Indonesia) yang didampingi oleh Monsinyur Adrianus Djajaseputra, SJ (Uskup Agung Jakarta) dan Monsinyur Paulus Sani Kleden, S.V.D (Uskup Denpasar). Karya penggembalaan yang dijalani oleh Monsinyur Darmoyuwono ini disemangati oleh semboyan "In Te Confido - Kepada-Mu aku percaya." Tiga tahun setelah peristiwa penahbisan sebagai Uskup, Monsinyur Darmoyuwono diangkat sebagai kardinal oleh Paus Paulus VI pada 26 Juni 1967 dengan gelar Kardinal Imam Santissimi Nome di Gesu e Maria in via Lata. Meskipun diberi gelar kardinal, tugas utama yang diembannya tetap menggembalakan umat di Keuskupan Agung Semarang. Kardinal Darmojuwono mengundurkan diri dari jabatan Uskup pada 3 Juli 1981. Setelah itu, ia tinggal di Paroki Santa Maria Fatima Banyumanik, sebuah paroki kecil di sebelah selatan Kota Semarang sampai tutup usia pada 3 Februari 1994. Selama menjadi kardinal, ia mengikuti konklaf sebanyak 2 kali, yaitu pada 25-26 Agustus 1978 yang memilih Paus Yohanes Paulus I serta 14-16 Oktober 1978 yang memilih Paus Yohanes Paulus II.
Tidak sampai setahun setelah wafatnya Kardinal Darmojuwono, Indonesia kembali mendapatkan kehormatan untuk memperoleh seorang kardinal. Ia adalah Kardinal Julius Darmaatmaja. Ia lahir di Muntilan, Jawa Tengah pada 20 Desember 1934. Di usia 35 tahun, ia ditahbiskan menjadi imam dalam Ordo Serikat Yesus oleh Uskup Agung Semarang, Kardinal Justinus Darmojuwono pada 18 Desember 1969. Setelah ditahbiskan, imam lulusan Kolese de Nobili Poona, India ini bekerja sebagai pastor paroki Kalasan (1969-1971). Setelah itu, hidupnya diabdikan dalam Ordo Serikat Yesus Provinsi Indonesia: sebagai Socius Magister, Minister, dan Pastor Paroki Girisonta (1971-1973), Socius Provinsial dan Superior Komunitas Provinsialat (1973-1978). Ia pernah menjadi Rektor Seminari Mertoyudan (1978-1981). Pelayanan terakhir yang diembannya sebelum menjadi uskup adalah sebagai Provinsial Serikat Yesus (1981-1983). Pada 19 Februari 1983, R.P. Darmaatmaja ditunjuk oleh Tahta Suci menjadi Uskup Agung Semarang menggantikan Kardinal Darmajuwono. Tahbisan Uskup dilaksanakan pada 29 Juni 1983 oleh Kardinal Justinus Darmojuwono (Uskup Agung Emeritus Semarang) didampingi oleh
Monsinyur Fransiskus Xaverius Sudartanta Hadisumarta, O. Carm. (Uskup Malang) dan Monsinyur Leo Sukoto (Uskup Agung Jakarta). Monsinyur Darmaatmaja mengambil semboyan penggembalaan "In Nomine Iesu - Dalam nama Yesus." Semboyan ini juga pernah dipakai oleh Uskup Agung Semarang yang pertama, Monsinyur Albertus Soegijapranata. Pada 26 November 1994, Monsinyur Darmaatmaja diangkat menjadi kardinal oleh Paus Yohanes Paulus II dengan gelar Cardinal Imam Sacro Cuore di Maria. Sama seperti Kardinal Darmajuwono, Kardinal Darmaatmaja pun tetap mengemban tugas penggembalaan di Keuskupan Agung Semarang setelah diangkat sebagai kardinal. Tugas di Keuskupan Agung Semarang diembannya sampai tahun 1996. Pada 11 Januari 1996, ia ditunjuk menjadi Uskup Agung Jakarta menggantikan Monsinyur Leo Sukoto yang wafat pada 30 Desember 1995. Tugas sebagai Uskup Agung Jakarta diemban oleh Kardinal Darmaatmaja sampai 28 Juni 2010 saat permohonan pensiunnya diterima oleh Paus Benediktus XVI. Setelah pensiun, sampai saat ini, Kardinal Darmaatmaja tinggal di Wisma Emaus, Girisonta, Ungaran, Jawa Tengah.
Kardinal ketiga yang dimiliki oleh Indonesia dianugerahkan oleh Paus Fransiskus pada 5 Oktober 2019. Kabar gembira ini sudah diumumkan dalam Doa Angelus yang disampaikan oleh Paus pada 1 September 2019. Dalam kesempatan itu, Paus mengumumkan akan mengangkat 13 kardinal yang salah satunya adalah Uskup Agung Ignatius Suharyo Hardjoatmojo, Uskup Agung Jakarta.  Berita itu menjadi sangat viral berkat kehadiran media sosial yang diakrabi oleh umat Katolik. Sore itu, Penjaga Podjok pun ikut bersorak gembira saat mendengar berita itu. Puji Tuhan, melalui Paus Fransiskus, Tuhan berkenan memperhatikan bangsa Indonesia dan terutama umat Katolik di Indonesia karena Penjaga Podjok tahu bahwa kehadiran seorang kardinal akan mendekatkan umat Katolik di suatu wilayah dengan Paus yang sedang bertahta (Lihat posting berjudul Ikut Bersukacita Menyambut Pengangkatan Monsinyur Ignatius Suharyo sebagai Kardinal). Ignatius Suharyo lahir di Sedayu, Godean, Sleman pada 9 Juli 1950. Pada 26 Januari 1976, ia ditahbiskan sebagai imam Keuskupan Agung Semarang oleh Uskup Agung Semarang, Kardinal Justinus Darmojuwono. Setelah ditahbiskan, R.D. Suharyo menjalankan tugas perutusan untuk belajar Kitab Suci di Universitas Gregoriana, Roma (1976-1981). Setelah lulus, ia diutus untuk mengemban tugas mengajar sebagai dosen di Fakultas Filsafat Teologi Wedhabakti, Yogyakarta. Pada 21 April 1997, ia ditunjuk sebagai uskup Agung Semarang menggantikan Kardinal Darmaatmaja yang saat itu sudah pindah mengemban tugas sebagai Uskup Agung Jakarta. Tahbisan uskup kemudian dilakukan pada 22 Agustus 1997 oleh Kardinal Darmaatmadja (Uskup Agung Jakarta) didampingi oleh Monsinyur Pietro Sambi (Nunsius Apostolik untuk Indonesia) dan Monsinyur Blasius Pujaraharja (Uskup Ketapang). Monsinyur Suharyo memilih motto tahbisan "Serviens Domino cum omni humilitate - Aku melayani Tuhan dengan segala kerendahan hati." Penggembalaan di Keuskupan Agung Semarang dijalaninya sampai tahun 2009. Pada 25 Juli 2009, ia ditunjuk sebagai Uskup Koajutor Keuskupan Agung Jakarta. Uskup Koajutor adalah uskup bantu yang memiliki hak untuk langsung menggantikan saat permohonan pengunduran diri Uskup Diosesan yang didampinginya diterima oleh Tahta Suci sehingga Uskup Diosesan tersebut tidak lagi mengemban jabatan di wilayah yang dipercayakan kepadanya. Ketika Paus Benediktus XVI memberikan persetujuan pensiun  kepada Kardinal Darmaatmaja pada 28 Juni 2010, Monsinyur Suharyo langsung menggantikan posisinya sebagai Uskup Agung Jakarta. Mulai saat itu, ia resmi mengemban penggembalaan umat di Keuskupan Agung Jakarta. Ketika berita penunjukannya sebagai kardinal beredar, Monsinyur Suharyo tidak langsung mempercayainya. Ia baru mempercayai kabar itu ketika Monsinyur Piero Pioppo, Nunsius Apostolik untuk Indonesia, menghubunginya melalui telepon. "Usai mendapat telepon itu, saya yakin dengan benar bahwa saya dipilih Paus untuk melayani sebagai kardinal," demikian ungkap Monsinyur Suharyo seperti yang dikutip oleh Majalah HIDUP edisi 15 September 2019. Baginya, tugas sebagai kardinal mengandung konsekuensi yang mendalam. Orang Perancis berkata, "Noblesse Oblige - Dalam kekuasaan, kekayaan, dan kehormatan, ada tanggung jawab yang besar." Inilah refleksi mendalam yang diolahnya ketika ia diangkat sebagai kardinal. Akhirnya, pada 5 Oktober 2019, ia dilantik sebagai kardinal dan diberi gelar Kardinal Imam Spirito Santo alla Ferratella oleh Paus Fransiskus. 
Inilah tiga kardinal yang boleh diterima oleh bangsa Indonesia. Pengangkatan kardinal bagi suatu bangsa merupakan modal dan kekuatan spiritual bagi Gereja Katolik. Ini menjadi tanda kepercayaan Tahta Suci kepada Gereja Katolik Indonesia. Syukur atas para kardinal yang boleh menjadi kekuatan iman untuk umat di Indonesia... 

Sumber Pustaka:
R.B.E. Agung Nugroho. "Pangeran Gereja, Pelayan Umat Allah" dalam HIDUP No. 10 Tahun ke-68. 09 Maret 2014. 
Y. Prayogo. "Menebarkan Jala dalam Nama Yesus" dalam HIDUP No. 50 Tahun ke-68. 14 Desember 2014.
Yusti H. Wuarmanuk. "Kardinal Baru Menyapa Orang Kecil" dalam HIDUP No. 37 Tahun ke-73. 15 September 2019.
Bernardinus Rusmanto Indriarto, Pr. Sang Pangon, Justinus Kardinal Darmojuwono. Yogyakarta: Kanisius. 2014. 

Foto-foto diambil dari grup Whatsapp... terima kasih kepada yang sudah berkenan mengunggah foto-foto tersebut.

Kamis, 03 Oktober 2019

Ikut Bersukacita Menyambut Pengangkatan Monsinyur Ignatius Suharyo sebagai Kardinal

Hari-hari ini, seluruh umat Katolik di Indonesia sedang menantikan sebuah peristiwa besar. Pada tanggal 1 September 2019 yang lalu, bersama dengan Doa Angelus, Paus Fransiskus mengumumkan penyelenggaraan konsistori pada tanggal 5 Oktober 2019 untuk 13 orang yang dinominasikan sebagai kardinal baru. Paus mengatakan bahwa tempat asal para kardinal baru ini menampakkan panggilan misioner Gereja sebagai kelanjutan pengabaran belas kasih Allah kepada semua orang di atas muka bumi. Adapun ketiga belas calon kardinal baru itu adalah: 1) Uskup Miguel Angel Ayuso Guixot, MCCJ; 2) Uskup Agung José Tolentino Medonça; 3) Uskup Agung Ignatius Suharyo Hardjoatmodjo; 4) Uskup Agung Juan de la Caridad García Rodríguez; 5) Uskup Agung Fridolin Ambongo Besungu, O.F.M. Cap; 6) Uskup Agung Jean-Claude Höllerich, SJ; 7) Uskup Alvaro L. Ramazzini Imeri; 8) Uskup Agung Matteo Zuppi; 9) Uskup Agung Cristóbal López Romero, SDB; 10) Pastor Michael Czerny, SJ; 11) Uskup Agung Emeritus Michael Louis Fitzgerald; 12) Uskup Agung Emeritus Sigitas Tamkevičius, SJ; dan 13) Uskup Emeritus Eugenio Dal Corso, PSDP. Setelah membacakan nama mereka, Paus meminta kepada seluruh umat untuk berdoa bagi para kardinal baru agar dapat membantu pelayanan Paus sebagai Uskup Roma demi kebaikan seluruh umat Allah (lihat: https://www.vaticannews.va/en/pope/news/2019-09/pope-announces-13-new-cardinals-for-the-missionary-church.html). Ini merupakan kehormatan besar karena peristiwa ini menambah jumlah kardinal dari Indonesia setelah pengangkatan Kardinal Yustinus Darmoyuwono pada tahun 1967 dan pengangkatan Kardinal Julius Darmaatmaja pada tahun 1994. 
Dalam sukacita yang besar menyambut pengangkatan tersebut, Penjaga Podjok ingin membagikan beberapa informasi berkenaan dengan jabatan kardinal tersebut. Tidak setiap orang pernah bertemu dengan kardinal karena jabatan ini kadangkala terasa "sangat jauh" dengan kehidupan umat beriman. Penjaga Podjok termasuk salah satu yang beruntung karena beberapa kali pernah berjumpa langsung dengan Bapak Kardinal Darmaatmaja dalam beberapa peristiwa. Dalam tulisan kali ini, Penjaga Podjok ingin berbagi informasi mengenai jabatan kehormatan ini. Semoga sedikit membantu...
Kardinal adalah seorang klerus – biasanya sudah menerima Tahbisan Uskup – yang dipilih Paus menjadi pejabat senior dalam Gereja Katolik. Dari sisi alkitabiah, dasar Kitab Suci yang sering dijadikan pendukung untuk jabatan kehormatan ini adalah Bil 11: 24-30. 
Kata “kardinal" berasal dari bahasa Latin cardo (arti harafiah: engsel), yang berarti “utama” atau “pemimpin.” Arti harafiah ini membantu kita memahami bahwa adanya kardinal di suatu wilayah Gerejawi akan mendekatkan wilayah Gerejawi tersebut kepada Paus karena dia adalah engsel yang menghubungkan antara umat di suatu wilayah Gerejawi dengan Tahta Suci. Dalam arti tertentu, dapat dipahami bahwa pemilihan Paus atas kardinal dari wilayah atau negara tertentu menunjukkan perhatian Paus pada wilayah atau negara tersebut. Acara khusus yang dipakai Paus untuk melantik para kardinal disebut Konsistori. Tahun ini, konsistori akan dilaksanakan Sabtu, 5 Oktober 2019 sebelum pembukaan Sinode tentang Amazon. 
Jabatan para kardinal ini ditandai dengan lambang jabatan yang sama dengan jabatan Uskup, namun dibedakan dengan simpul 5 tingkat. Unsur yang dominan adalah 1) topi, 2) perisai, 3) tali dengan simpul, dan 4) motto kegembalaan. Unsur salib pada lambang kardinal hanya dipakai oleh kardinal yang sudah ditahbiskan uskup. 
Secara umum, ada 3 jenis kardinal, yaitu: 1) Kardinal Uskup, 2) Kardinal Imam, dan 3) Kardinal Diakon.
Kelompok pertama adalah Kardinal Uskup. Kardinal Uskup adalah kardinal paling senior yang biasanya menduduki jabatan tituler Uskup pada salah satu keuskupan sekitar Roma atau kardinal yang mendapatkan gelar tahta suburbikaris Roma. Jabatan tituler adalah jabatan kehormatan yang tidak mengharuskan seorang pejabat Gereja menjalankan tugas administratif pada jabatan yang mereka terima. Kardinal Uskup mendapatkan gelar kehormatan pada tahta suburbikaris yang diberikan kepada mereka, tetapi tugas mereka dijalankan oleh pejabat yang lain. Adapun yang disebut tahta suburbikaris adalah tahta keuskupan yang berada di sekitar keuskupan Roma. Tahta Suburbikaris terdiri dari 1) Ostia, 2) Albano, 3) Porto Santa Rufina, 4) Sabina - Poggio Miterto, 5) Velletri-Segni, 6) Frascati, dan 7) Palestrina. Ada 6 tahta suburbikaris yang langsung diberikan oleh Paus kepada mereka yang mendapat gelar Kardinal Uskup. Satu tahta, yaitu Tahta Ostia,  akan diberikan kemudian kepada Kardinal Uskup yang menjabat Dekan Para Kardinal. Jadi, ada 7 tahta suburbikaris dan 6 Kardinal Uskup karena kardinal yang menjabat Dekan Para Kardinal mengemban dua tahta yaitu tahta awal mula yang diberikan kepadanya dan tahta Ostia. Karena Kardinal Uskup adalah jabatan tituler, tahta keuskupan suburbikaris yang mereka miliki sekarang dikelola Uskup Diosesan. Sampai sekarang, inilah yang menduduki jabatan Kardinal Uskup yang mendapatkan tahta suburbikaris: 1) Angelo Sodano, Kardinal Uskup Ostia dan Albano, Dekan Kolegium Para Kardinal; 2) Giovanni Battista Re, Kardinal Uskup Sabina-Poggio Mirteto , Wakil Dekan Para Kardinal; 3) Roger Etchegaray, Kardinal Uskup Porto Santa Rufina; 4) Jose Saraiva Martins, Kardinal Uskup Palestrina; 5) Tarcisio Bertone, Kadinal Uskup Frascati; 6) Francis Arinze, Kardinal Uskup Velletri-Segni. Selain enam kardinal pengemban tahta suburbikaris, diangkat juga Kardinal Uskup dari ritus Timur. Pengangkatan ini diatur oleh Motu Proprio Ad Purpuratorum Patrum yang dikeluarkan oleh Paus Paulus VI, “Patriark Ritus Timur diberi gelar Kardinal Uskup dan menduduki urutan setelah keenam kardinal pemegang tahta suburbikaris. Namun, mereka tidak bisa dipilih menjadi Dekan karena tidak menduduki tahta suburbikaris.” Sampai sekarang, yang menduduki jabatan Kardinal Uskup Ritus Timur adalah 1) Louis Raphaël I Sako, Patriark Babilon dari ritus Kaldea; 2) Antonios Naguib, Patriark Emeritus Alexandria dari ritus Koptik; dan 3) Bechara Boutros al Rahi, Patriark Antiokia dari ritus Maronit. Selain para pengemban tahta suburbikaris dan pengemban tahta dari ritus timur, sekarang ada para pejabat Vatikan yang diangkat sebagai Kardinal Uskup. Para pejabat Vatikan yang mendapat gelar Kardinal Uskup adalah 1) Pietro Parolin, Sekretaris Negara; 2) Leonardo Sandri, Prefek Kongregasi untuk Gereja-gereja Timur; 3) Marc Ouellet PSS, Prefek Kongregasi Para Uskup; dan 4) Fernando Filoni, Prefek Penyebaran Iman kepada Bangsa-bangsa.
Yang kedua adalah Kardinal Imam. Kardinal Imam adalah kardinal yang mendapatkan jabatan tituler imam kepala paroki atas sebuah gereja di wilayah Roma meskipun masih menjabat Uskup atau Uskup Agung di tempat asalnya. Seperti halnya Kardinal Uskup, Paus Paulus VI menghapus semua kewajiban administratif para kardinal  imam sehubungan dengan gereja titulernya. Meskipun begitu, nama kardinal dan lambangnya masih terpasang di gereja tituler yang diberikan kepadanya dan mereka masih diharapkan menyampaikan homili di sana saat berada di Roma. Sekarang, ada sekitar 150 gereja tituler di Roma. Kardinal Imam yang memiliki masa pelayanan terlama diberi gelar Kardinal Proto Imam. Jabatan itu sekarang diemban oleh Michael Michai Kitbunchu.
Yang ketiga adalah Kardinal Diakon. Kardinal Diakon adalah kardinal yang mengemban tugas pelayanan pada Kuria Roma atau gelar kardinal yang diberikan pada seorang klerus yang dilantik melebihi usia 80 tahun. Jabatan ini berasal dari jabatan diakon yang mengatur rumah tangga kepausan dan tujuh diakon yang mengepalai berbagai pelayanan sosial Gereja di wilayah Roma pada Abad Pertengahan. Tahun 1586, jumlah Kardinal Diakon dibatasi maksimal 14 orang. Namun, jumlah tersebut terus meningkat. Kardinal Diakon yang terutama adalah Kardinal Proto Diakon. Jabatan itu sekarang diemban oleh Renato Rafaelle Martino.
Selain tiga kelompok kardinal yang dikenal oleh Gereja, ada sebutan-sebutan khusus yang muncul di jabatan kardinal, yaitu Kardinal Kamerlengo, Kardinal Non Uskup, Kardinal Awam, Kardinal Elektor, dan Kardinal Rahasia (in pectore).
Kardinal Kamerlengo adalah kardinal yang menjabat pimpinan sementara saat sede vacante kepausan dan hanya berlaku pada saat tahta Vatikan kosong. Ia dibantu oleh Wakil Kardinal Kamerlengo dan beberapa pejabat lain membentuk tata pemerintahan yang disebut Apostolik Kamerarius. Kamerarius mempunyai fungsi sangat terbatas dan hanya berlaku saat sede vacante kepausan. Dia mengumpulkan segala macam informasi yang berkaitan dengan Tahta Suci dan mempresentasikan hasilnya kepada Kolegium Para Kardinal saat hadir dalam konklaf. Pada tahun 2013, kardinal yang menjabat sebagai Kamerlengo adalah Kardinal Tarcisio Bertone. Pada saat terjadi sede vacante, lambang kardinal yang digunakan adalah lambang kardinal kamerlengo yang sedang menjabat disertai dengan simbol umbraculum (payung berwarna merah dan kuning) yang terbuka dengan dua kunci bersilang di bawahnya.
Kardinal Non Uskup adalah sebutan kepada kardinal yang belum menerima tahbisan uskup saat dilantik dalam konsistori. Orang yang belum ditahbiskan uskup biasanya hanya bisa mendapat tingkatan jabatan Kardinal Diakon dan tidak bisa mendapat tingkat jabatan yang lebih tinggi (Kardinal Imam atau Kardinal Uskup). Tahun 1917, ditetapkan semua kardinal harus imam. Tahun 1962, ditetapkan bahwa semua kardinal harus uskup sehingga seorang kardinal minimal harus sudah menerima tahbisan uskup. Meskipun begitu Paus tetap bisa memberikan dispensasi atas pengangkatan seorang  imam sebagai kardinal. Ada beberapa imam pernah dilantik kardinal namun belum menerima tahbisan uskup. Mereka antara lain adalah Roberto Tucci, Albert Vanhoye, Domenico Bartolucci, dan Karl Josef Becker. Ciri jabatan kardinal non uskup adalah tidak adanya salib dalam lambang jabatan kardinal tersebut.


Kardinal Awam adalah kardinal yang dipilih dari orang-orang awam biasa dan bukan dari kalangan diakon, imam, ataupun uskup. Mereka baru diperkenankan untuk menikah setelah melepaskan jabatan kardinalnya. Jika tetap ingin menjadi kardinal, mereka harus tetap hidup selibat. Ada beberapa orang yang pernah menjadi Kardinal Awam, antara lain: 
Ferdinando I de' Medici, Grand Duke of Tuscany (30 Juli 1549 – 17 Februari 1609) menjadi kardinal awam dari tahun 1562 sampai 1589. Tahun 1589, ia melepas gelar kardinalnya dan menikah dengan Christina dari Lorraine.
Francisco Gómez de Sandoval y Rojas (1552/1553 – 17 Mei 1625) menjadi kardinal awam antara tahun 1618 -1625. Ia pernah menikah dengan Catalina de la Cerda yang hidup sampai tahun 1603. Tahun 1622, ia ditahbiskan sebagai imam.
Cardinal-Infante Ferdinand (Don Fernando de Austria, Cardenal-Infante Fernando de España atau Ferdinand von Österreich; Mei 1609 atau 1610 – 9 November 1641) menjadi kardinal awam antara tahun 1619 – 1641. Ia tidak pernah menikah maupun menerima tahbisan.
Marino Carafa di Belvedere (29 Januari 1764 - 1830) menjadi kardinal awam  antara tahun 1801 – 1807. Ia kemudian menikah dengan Marianna Gaetani dell'Aquila d'Aragona dan menjadi Pangeran Acquaviva.
Salah satu kardinal awam terakhir adalah Teodolfo Mertel yang berprofesi sebagai pengacara. Teodolfo Mertel menjadi kardinal awam pada tahun 1858.  Pada tahun 1858, ia menerima tahbisan diakon. Saat meninggal pada tahun 1899, dialah satu-satunya kardinal yang tidak ditahbiskan sebagai imam.
Sekarang, jabatan kardinal awam tidak lagi bisa diberikan karena hukum Kanonik 1917 menyatakan bahwa hanya mereka yang telah ditahbiskan imam atau uskup boleh dilantik sebagai Kardinal.
Kardinal Elektor adalah kardinal yang memiliki hak pilih dalam konklaf atau proses pemilihan Paus dan berusia kurang dari 80 tahun. Tahun 1971, melalui dokumen Romano Pontifici Elegendo, Paus Paulus VI mengeluarkan aturan yang menetapkan bahwa hanya kardinal yang berusia kurang dari 80 tahun yang boleh memilih dan dipilih sebagai Paus. Untuk membedakan dengan kardinal elektor, ada istilah Kardinal Non Elektor untuk menyebut kardinal yang memasuki usia lebih dari 80 tahun.
Kardinal Rahasia adalah kardinal yang diangkat oleh Paus secara pribadi dan namanya tidak langsung diumumkan dalam peristiwa konsistori. Sebutan lain untuk jabatan ini adalah kardinal in pectore (in pectore – bahasa Latin yang berarti “di dalam dada”). Mengapa namanya dirahasiakan? Nama kardinal yang terpilih tersebut dirahasiakan agar tidak diketahui oleh publik dan biasanya dilakukan atas dasar alasan keamanan. Biasanya para kardinal rahasia tersebut dipilih dari negara-negara konflik yang rentan keamanan. Jika situasi dirasa telah aman, Paus pun segera mengumumkan pemilihan kardinal tersebut. Hanya Paus yang mengetahui nama dan tingkatan jabatan kardinal rahasia tersebut. Orang yang dipilih sebagai kardinal rahasia kadangkala tidak tahu bahwa dirinya terpilih dan belum menerima hak dan kewajiban sebagai kardinal. Hak dan kewajibannya sebagai kardinal baru mengikat secara otomatis saat namanya secara resmi diumumkan dalam konsistori. Meskipun belum terikat hak dan kewajiban, gelar dan tingkatan kardinal yang akan disematkan kepada para kardinal rahasia sudah ditetapkan sejak pengangkatannya secara rahasia oleh Paus. Jika sampai meninggal Paus belum mengungkap identitas kardinal rahasia tersebut, pemilihan kardinal yang bersangkutan dinyatakan batal. Ada beberapa orang yang pernah mengalami nasib sebagai kardinal rahasia, yaitu:
Ignatius Kung Pin-Mei (1901-2000), Uskup Shanghai, diangkat kardinal pada 30 Juni 1979 dan diumumkan sebagai Kardinal Imam S. Sisto pada 28 Juni 1991
Marian Jaworski, Uskup Agung Lviv, Ukraina, diangkat kardinal pada 21 Februari 1998 dan diumumkan sebagai Kardinal Imam S. Sisto pada 21 Februari 2001
Jānis Pujāts, Uskup Agung Riga, Latvia, diangkat kardinal pada 21 Februari 1998, diumumkan sebagai Kardinal Imam S. Silvia pada 21 Februari 2001. 
Yang diduga sebagai kardinal rahasia keempat yang diangkat pada tahun 2003 adalah Uskup Agung Stanisław Dziwisz. Sampai wafatnya pada tahun 2005, Paus Yohanes Paulus II belum sempat mengumumkan namanya. Bahkan, namanya tidak tertera pada surat wasiat Paus yang sepanjang 15 halaman. Sebagai konsekuensinya, jabatan kardinal itu pun batal. Dia kemudian diangkat kardinal dengan gelar Kardinal Imam S. Maria del Popolo oleh Paus Benediktus XVI pada tanggal 22 Februari 2006.
Tugas utama para kardinal adalah 1) menghadiri pertemuan Kolegium Para Kardinal; 2) menyediakan diri secara individual atau kebersamaan jika ada undangan berbicara bersama Paus; dan 3) memimpin suatu keuskupan atau komisi kepausan. Kardinal seringkali disebut pangeran Gereja karena sebagian kardinal memiliki hak untuk memilih dan dipilih sebagai Paus, jabatan tertinggi dalam Gereja Katolik.
Inilah yang bisa saya bagikan berkenaan dengan jabatan kehormatan yang disebut Kardinal... Semoga melalui informasi ini, kita semakin bergembira dalam mengikuti Yesus Kristus dalam Gereja Katolik. Sembari menyimak informasi ini, marilah kita berdoa bagi Bapa Uskup Agung Jakarta, Monsinyur Ignatius Suharyo agar bisa mengemban tugas mulia ini demi pelayanan umat yang semakin luas...

Sumber Gambar:
https://www.vaticannews.va/content/dam/vaticannews/agenzie/images/srv/2019/09/01/2019-09-01-angelus/1567332721692.JPG/_jcr_content/renditions/cq5dam.thumbnail.cropped.750.422.jpeg
https://en.wikipedia.org/wiki/Cardinal_(Catholic_Church)#/media/File:External_Ornaments_of_a_Cardinal_(not_a_bishop).svg
http://communio.stblogs.org/wp-content/uploads/2013/03/Jorge-Bergoglio-coat-of-arms.png
https://upload.wikimedia.org/wikipedia/en/c/c7/Roman_suburbicarian_12th.jpg
http://larrymuffin.blogspot.com/2011/01/santa-pudenziana-titular-church-in-rome.html
https://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/6/67/Coat_of_arms_of_Tarcisio_Bertone_%28Camerlengo%29.svg
https://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/c/c2/Coat_of_arms_of_Domenico_Bartolucci.svg
https://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/c/c5/Coat_of_arms_of_Albert_Vanhoye.svg

Sumber Pustaka: 
R.B.E. Agung Nugroho. "Kardinal Gereja Katolik Roma" dalam HIDUP No. 10 Tahun ke-66. 4 Maret 2012. 

Selasa, 01 Oktober 2019

Diutus Melampaui Garis Batas

Menyambut penetapan Bulan Misi Luar Biasa, pada bulan Februari 2019 yang lalu, Biro Nasional Karya Kepausan Indonesia dan Komisi Karya Misioner Konferensi Waligereja Indonesia mengadakan Sayembara Penulisan Sharing Misi. Sharing Misi yang sudah diseleksi akan dimasukkan dalam Buku Renungan Bulan Misi Luar Biasa yang akan diterbitkan menjelang bulan Oktober. Iseng-iseng, Penjaga Podjok ikut mengirimkan tulisannya sebelum batas waktu yang ditentukan.
Satu bulan... dua bulan... tidak ada kabar mengenai hasil Sayembara itu. Penjaga Podjok sudah tidak pernah berpikir lagi mengenai tulisan yang dikirimkan. Dalam benaknya, tulisan yang sudah dihasilkan dan sudah dikirmkan barangkali tidak memenuhi kriteria yang ditetapkan oleh panitia.
Kejutan terjadi pada bulan Agustus 2019. Pertengahan bulan Agustus, Penjaga Podjok mengecek inbox email yang sudah lama tidak disentuh. Maksud hati ingin membersihkan dari email yang tidak digunakan. Pagi itu, mata Penjaga Podjok terpaku pada sebuah alamat e-mail yang asing.  Email itu dikirim sekitar akhir bulan Juli. Alamat e-mail asing itu kemudian dibuka dan muncullah kiriman semacam ini:

Ytk. Bapak/Ibu/Saudara Peserta Sayembara Kisah Misioner,

Terima kasih atas partisipasi Bapak/Ibu/Saudara telah mengirimkan kisah misioner untuk mengikuti Sayembara Kisah Misioner yang diadakan oleh Karya Kepausan Indonesia (KKI) dan Komisi Karya Misioner Konferensi Waligereja Indonesia (KKM KWI).

Dengan ini kami ingin memberitahukan bahwa naskah-naskah terbaik telah dipilih dan akan dibukukan dalam waktu dekat. Untuk pengumuman nama-nama penulis beserta judul naskah bisa dilihat di link berikut ini:

https://karyakepausanindonesia.org/2019/07/24/3968/

Untuk pengiriman piagam penghargaan dan buku, mohon untuk memberikan alamat lengkap beserta no telepon yang dapat dihubungi. 

Demikianlah informasi yang ingin kami sampaikan, semoga semangat misi tetap berkobar dan dapat dibagikan kepada sesama di sekitar kita.

Salam misioner,
Biro Nasional Karya Kepausan Indonesia
www.karyakepausanindonesia.org

Melihat informasi itu, Penjaga Podjok lalu membuka link yang ditautkan dan keluarlah informasi sebagai berikut:


Puji Tuhan... tulisan Penjaga Podjok menjadi salah satu tulisan yang diterbitkan. Ada banyak tulisan yang turut diterbitkan. Dan inilah buku yang diterbitkan untuk kepentingan Bulan Misi Luar Biasa itu:


Dalam buku itu, Penjaga Podjok membagikan pengalaman bermisi di sekolah negeri sebagai Guru Agama Katolik dalam tulisan berjudul "Diutus Melampaui Garis Batas." Terima kasih kepada Panitia Bulan Misi Luar Biasa Biro Nasional Karya Kepausan Indonesia dan Komisi Karya Misioner Konferensi Waligereja Indonesia yang telah memberi kesempatan kepada Penjaga Podjok untuk sedikit berkontribusi... Semoga Gereja selalu hidup karena kegiatan misi yang dilakukan sepanjang segala zaman.

Menyambut Bulan Misi Luar Biasa Oktober 2019

Paus Fransiskus menetapkan bulan Oktober 2019 sebagai “Bulan Misi Luar Biasa”. Penetapan ini dibuat dalam rangka menyambut 100 tahun Surat Apostolik tentang pewartaan Injil “Maximum Illud” (MI) yang dikeluarkan oleh Paus Benediktus XV pada tanggal 30 November 1919. Dengan mengusung tema "Dibaptis dan Diutus : Gereja Kristus pada Misi di Dunia", Bulan Misi Luar Biasa bertujuan untuk membangkitkan kesadaran akan makna misi dan membangkitkan kembali rasa tanggung jawab untuk mewartakan Injil dengan kegairahan baru. Bulan Misi Luar Biasa diawali bertepatan dengan pesta Santa Theresia dari Kanak-kanak Yesus pada tanggal 1 Oktober. Santa Theresia yang digelari Perawan dan Pujangga Gereja merupakan pelindung karya misi Gereja. Berkenaan dengan Bulan Misi Luar Biasa ini, Uskup Keuskupan Agung Semarang mengeluarkan Surat Gembala yang dibacakan pada hari Sabtu/Minggu 28/29 September 2019 sebagai berikut:

“Mewartakan Injil adalah Keharusan, bukan Pilihan” (Lihat: 1Kor 9:16)

Saudari-Saudara, umat Katolik di Keuskupan Agung Semarang yang terkasih.

Bapa Suci, Paus Fransiskus, telah menetapkan bulan Oktober 2019 sebagai “Bulan Misi Luar Biasa” (Extraordinary Missionary Month). Penetapan ini dibuat dalam rangka menyambut genap 100 tahun Surat Apostolik tentang pewartaan Injil “Maximum Illud” (MI) yang dikeluarkan oleh Paus Benediktus XV pada tanggal 30 November 1919.

Melalui Surat Apostolik ini, Paus Benediktus XV mendorong kita semua untuk terus memberi perhatian pada tugas misi Gereja, yakni mewartakan Injil kepada dunia. Tugas mewartakan Injil ini berawal dari perintah Yesus sebelum naik ke surga, sebagaimana dapat kita simak dalam Injil Markus 16,15: “Pergilah ke seluruh dunia, beritakanlah Injil kepada segala makhluk”.
Surat Apostolik tentang pewartaan kabar sukacita Injil ke seluruh dunia ini ditulis dengan tiga (3) tujuan utama:

1. Memberi dorongan semangat baru terhadap tanggungjawab misioner guna mewartakan Injil, karena hal ini merupakan kodrat Gereja. Artinya, keberadaan Gereja tidak dapat dipisahkan dari perutusan untuk mewartakan Injil. Secara khusus Bapa Paus memberikan sapaan dan dorongan kepada 1) mereka yang bertanggungjawab atas tugas misi, 2) para misionaris, dan 3) seluruh umat Katolik.

2. Memaknai karya misi secara injili, bahwa karya misi atau pewartaan Injil harus dibebaskan dari segala macam bentuk penjajahan dan tujuan-tujuan penguasaan yang pasti justru menyebabkan kehancuran. Pewartaan Injil dilaksanakan dalam semangat cintakasih kebapaan untuk mengantar semua manusia kepada rengkuhan Allah (bdk. MI 41).

3. Menolak segala bentuk kepentingan dan agenda-agenda terselubung di balik karya misi. Gereja bersifat universal dan terbuka bagi semua orang. Karena itu karya misi dilakukan hanya demi pewartaan dan penyebaran cinta kasih Tuhan Yesus melalui kesucian hidup dan karya-karya baik, agar semakin banyak orang mengalami keselamatan.

Saudari-saudara yang terkasih dalam Kristus,
Kita memulai Bulan Misi Luar Biasa ini dengan merayakan pesta Santa Theresia dari Kanak-kanak Yesus pada tanggal 1 Oktober. Santa Theresia digelari Perawan dan Pujangga Gereja serta dijadikan pelindung karya misi Gereja oleh Paus Pius XI, kendati dia tidak pernah menjalani tugas keluar dari negerinya sebagai misionaris. Dia bermisi melalui doa-doa dan keteladanan hidup sederhana serta kesungguhannya dalam mencintai Yesus. 

Karena cintanya kepada Yesus, Santa Theresia membaktikan diri sepenuhnya kepada-Nya. Dalam buku “Kisah Satu Jiwa” yang ditulisnya, dia membagikan buah-buah permenungan dan penghayatan akan cintanya pada Yesus. Antara lain dia menulis: “Tuhan tidak menginginkan kita untuk melakukan ini ataupun itu. Ia ingin kita mencintai-Nya”. Sebelum meninggal pada tanggal 30 September 1897, Santa Theresia memandang salib Yesus dan berbisik lembut: “O, aku cinta pada-Nya, Tuhanku, aku cinta pada-Mu!”

Dalam autobiografinya, Santa Theresia juga menuliskan cintanya yang besar kepada Yesus demikian: “Di suatu hari Minggu kupandang Yesus di salib. Hatiku tersentuh oleh darah yang menetes dari tangan-Nya yang kudus. Kurasa sungguh sayang, sebab darah itu menetes ke tanah tanpa ada yang menampungnya. Akupun memutuskan untuk dalam Roh tinggal di kaki salib supaya dapat menampung darah Ilahi yang tercurah dari salib itu, dan aku mengerti bahwa setelah itu aku harus menuangkannya atas jiwa-jiwa”.
           
Saudari-Saudara terkasih dalam Kristus,
Bapa Suci Fransiskus mengajak kita semua untuk menjadikan Bulan Misi Luar Biasa ini sebagai kesempatan penuh rahmat dan subur untuk mengembangkan semangat misioner ini, melalui berbagai upaya, antara lain: mengintensifkan doa pewartaan Injil, merefleksikan Kitab Suci dan teologi tentang misi, serta menjalankan karya-karya amal-karitatif dan karya-karya konkret dalam kerjasama dan solidaritas antar-gereja. Dengan demikian semangat misioner dibangkitkan dan tak pernah hilang dalam kehidupan Gereja. 

Bermisi di zaman ini bukan pertama-tama pergi ke daerah terpencil untuk berkarya di sana, namun  berbuat sesuatu agar warta sukacita keselamatan sampai kepada semua orang. Mengenai hal ini, Bapa Suci Fransiskus menegaskan bahwa bermisi berarti mengembangkan relasi kemanusiaan untuk mewujudkan keadilan dan kesejahteraan bersama. Karena itu tugas misi kita laksanakan pertama-tama dengan membangun relasi dan komunikasi yang memungkinkan bertumbuh dan berkembangnya kasih satu sama lain. Kalau suasana dan kondisi ini tercipta, maka kehidupan bersama pun akan terwarnai oleh kedamaian, keadilan, dan kesejahteraan. Ini semua dapat kita mulai dari lingkup terdekat kita, misalnya keluarga dan komunitas kita masing-masing. Pertanyaannya, bagaimana itu semua dapat kita lakukan?

Saudari-saudara yang terkasih dalam Kristus.
Sabda Tuhan yang kita dengarkan pada Minggu Biasa XXVI hari ini memberikan jawaban atas pertanyaan ini. Dapat dikatakan secara sederhana bahwa bermisi berarti keluar dari diri dan keluar dari kepentingan diri sendiri. Bacaan I (Amos 6,1a.4-7) menjelaskannya bahwa tugas misioner dapat dilaksanakan dengan “menjadi peduli kepada sesama, khususnya mereka yang ada dalam kekurangan”. Sedangkan Bacaan II (1Timotius 6,11-16) menegaskan bahwa tugas ini akan menjadi nyata ketika kita “menjadi manusia Allah yang menjauhi semua kejahatan, dan yang mengejar keadilan, ibadah, kesetiaan, kasih, kesabaran dan kelembutan”.

Dan Yesus dalam injil Lukas (16,19-31) memberikan gambaran nasib orang kaya yang selama hidupnya hanya memikirkan diri sendiri, serta tidak peduli pada kepentingan orang lain, seperti Lazarus yang menderita. Di balik gambaran ini Yesus mengajak kita semua untuk hidup dalam kepedulian dan perhatian pada orang lain.
Pada kesempatan yang indah ini, saya mengajak Saudari-saudara terkasih untuk menanggapi ajakan sabda Tuhan untuk mewartakan dan mewujdukan kembali kasih Yesus dalam kepedulian dan perhatian kita pada kepentingan orang lain di sekitar kita, khususnya mereka yang “kecingkrangan” (serba kekurangan), antara lain karena kesusahan, derita, kemiskinan, ketidakadilan, dan penindasan.

Semoga Bulan Misi Luar Biasa selama Oktober ini, yang masih diharapkan oleh Bapa Suci terus dihayati hingga Oktober tahun 2020, benar-benar menjadi kesempatan penuh rahmat untuk membarui kesungguhan kita menjadi saksi Injil Kristus. Semoga Santa Theresia dari Kanak-kanak Yesus dan Santo Fransiskus Xaverius, para pelindung karya misi, terus mendoakan kita agar dapat menjadi saksi iman yang tangguh.

Selamat mewujudkan panggilan misioner. Semoga kita pun memiliki semangat Santo Paulus untuk senantiasa memberitakan Injil dengan berkata: “Karena jika aku memberitakan Injil, aku tidak mempunyai alasan untuk memegahkan diri. Sebab itu adalah keharusan bagiku. Celakalah aku, jika aku tidak memberitakan Injil” (1Korintus 9,16).
Matur nuwun dan berkah Dalem.
         
Semarang, 13 September 2019
Pada Peringatan Wajib Santo Yohanes Krisostomus

† Mgr. Robertus Rubiyatmoko
Uskup Agung Keuskupan Agung Semarang

Bulan Misi Luar Biasa ini perlu disambut baik karena Gereja Katolik bisa hadir dan bertahan sampai sekarang berkat misi. Ada banyak tantangan dan peluang yang bisa menjadi dimanfaatkan untuk menjalankan misi. Misi selalu kontekstual. Artinya, cara dan prosesnya selalu berubah sepanjang zaman. Syukur atas misi yang selalu menghidupkan Gereja.

Sabtu, 21 September 2019

Belajar Dari Nuh: Menyikapi Krisis Lingkungan Hidup

Seiring sejalan dengan gerak Gereja Keuskupan Agung Semarang, pada bulan September ini, Ruang Podjok pun mengadakan kegiatan pertemuan Bulan Kitab Suci Nasional atau yang populer disebut BKSN. Tema BKSN tahun ini mengikuti tema besar empat tahunan, yaitu Pewartaan Kabar Gembira di Tengah Dunia Modern. Tema besar yang diambil adalah “Mewartakan Injil di Tengah Arus Zaman” Inilah penjabaran tema tersebut: Kabar Gembira di tengah Gaya Hidup Modern (2017), Kabar Gembira di tengah Kemajemukan (2018), Kabar Gembira di tengah Krisis Lingkungan Hidup (2019), Kabar Gembira di tengah Krisis Iman dan Identitas Diri (2020). Tema BKSN tahun 2019 adalah Mewartakan Kabar Baik di Tengah  Krisis Lingkungan Hidup. Melalui tema Bulan Kitab Suci Nasional tahun ini, kita diajak untuk belajar untuk melakukan tindakan yang baik terhadap alam sekitar. 
Kisah yang dipilih untuk dijadikan bahan refleksi adalah Kisah Nuh. Nuh merupakan gambaran manusia yang dipilih Allah untuk memulihkan keutuhan alam ciptaan. Kisah Nuh dimuat dalam Kitab Kejadian Bab 6 sampai 9. Kisah Nuh merupakan salah satu kisah Kitab Suci yang sangat populer. Saking populernya kisah Nuh ini membuat Wikipedia memberikan tautan tersendiri berkenaan dengan kisah Nuh dalam budaya populer. Berbagai adaptasi kisah Nuh menyebar secara luas dan dikenal dalam kehidupan manusia. Ada banyak buku, karya sinematografi, drama, permainan, maupun komposisi lagu yang bersinggungan dengan kisah Nuh ini. Beberapa buku yang bisa disebut adalah All Abroad for Ararat (1940), Doctor Dolittle and the Secret Lake (1948), The Flowering Peach (1954), The Log of the Ark (1923), dan Many Waters (1986). Beberapa film yang dapat disebut adalah Father Noah's Ark (1933), Noah (2014), 40 Days and Nights (2012), dan The Day the Earth Stood Still (2008) Syukur karena Gereja Katolik pada tahun ini juga mengambil Nuh sebagai sosok yang menginspirasi terutama berkenaan dengan sikap Gereja terhadap krisis lingkungan hidup.
Berkenaan dengan tema yang disajikan, pertemuan BKSN dilakukan dua kali sesuai jadwal kegiatan rohani yang sudah diagendakan, yaitu Jumat Pertama (6/9/2019) dan Jumat Ketiga (20/9/2019). Kisah Nuh yang meliputi 4 bab dalam Kitab Kejadian pun dibagi menjadi dua: pada Jumat Pertama, dibahas Kejadian Bab 6 dan 7 sedangkan pada Jumat Ketiga dibahas Kejadian Bab 8 dan  9. Karena kegiatan rohani yang dilakukan dibatasi oleh waktu, Penjaga Podjok pun mencoba mencari metode yang cocok untuk mendalami Kitab Suci dalam waktu singkat. Karena pusing mencari metode kesana kemari tidak ada yang sesuai, Penjaga Podjok pun mencoba metode penceritaan kembali. Dalam metode ini, peserta diminta untuk membaca bagian-bagian Alkitab dan kemudian menceritakan kembali yang dibaca dengan bahasa sendiri (Uff... metode darimana ini? Kalau tahu dosen Kitab Suci dulu, pasti dimarahi habis-habisan karena yang diterapkan aji pengawuran). Tapi nekad saja diterapkan karena Penjaga Podjok sudah bingung. Akhirnya begitulah yang terjadi.
Di pertemuan pertama, untuk memberi gambaran besar kisah Nuh, Penjaga Podjok mengajak peserta pertemuan untuk menyaksikan cuplikan video klip kisah Nuh dari film The Bible: In The Beginning. Cuplikan ini diharapkan bisa memberikan gambaran besar tentang kisah Nuh. Setelah menyaksikan video klip, peserta diminta untuk  membaca dan menceritakan kembali. Kisah Nuh yang meliputi Bab 6 dan 7 dibagi dalam empat bagian (menyesuaikan peserta yang datang, termasuk Penjaga Podjok), dibaca dan diceritakan kembali. Setelah membaca bagian yang menjadi jatahnya, masing-masing peserta menceritakan kembali dengan bahasanya sendiri. Ternyata menceritakan kembali itu tidak mudah ya... Setelah masing-masing saling menceritakan bagiannya, Penjaga Podjok membantu pengolahan refleksinya. Ini yang dipaparkan: "Kisah Nuh di bab 6 dan 7 ingin menunjukkan bagaimana Allah ingin mengakhiri sekaligus memulai. Ia mengakhiri kejahatan manusia dengan memusnahkan semuanya, tetapi Ia juga memulai babak yang baru dengan memilih seorang manusia, yaitu Nuh, untuk memulihkan keutuhan alam semesta. Meskipun alam musnah, Allah tetap memilih manusia untuk memulihkannya kembali.  Kerusakan alam yang terjadi saat ini adalah ulah manusia. Kita terlibat dalam menyumbang kerusakan alam. Namun, kita juga dipanggil untuk memulihkan kembali alam sekitar kita. Nuh juga merupakan bagian dari masyarakat saat itu dan Allah memilihnya untuk melakukan pekerjaan besar untuk memulihkan alam ciptaan." Refleksi ini mengakhiri pertemuan pertama.
Dua minggu kemudian, di pertemuan kedua, yang hadir lebih banyak. Dalam pertemuan itu, dibahas apa yang menjadi bahan pertemuan yang lalu. Setelah mengulas sebentar refleksi pertemuan yang lalu, seperti yang terjadi di pertemuan pertama, dilaukan pula metode membaca dan menceritakan kembali. Yang dijadikan bahan pertemuan kedua adalah Kejadian Bab 8 dan Bab 9. Kisah di bab 8 dan 9 dibagi menjadi lima bagian dan diceritakan kembali. Setelah masing-masing menceritakan kembali kutipan yang dibaca, Penjaga Podjok mendalami tema pertemuan kedua dengan memaparkan beberapa infografis di bawah ini:








Setelah melihat beberapa infografis ini, Penjaga Podjok lalu mengajak peserta untuk berefleksi dengan pertanyaan: "Lalu apa yang dapat kita lakukan?" Untuk menjawab itu, Penjaga Podjok mengajak peserta melihat dua cuplikan video klip berjudul Berkat Sadiman Air Mengalir dan Menikmati Nyamannya Suroboyo Bus, Bayar Tiket dengan Sampah. Harapannya, dua videoklip ini bisa memberi inspirasi untuk menentukan apa yang mau dilakukan. Kiranya bahan BKSN tahun ini bisa menggugah kesadaran para anggota Ruang Podjok untuk bersikap yang tepat untuk membantu masyarakat dunia mengatasi krisis lingkungan hidup.



Infografis yang dipakai dalam postingan ini antara lain diambil dari beberapa sumber: http://jasapowerpoint.com/wp-content/uploads/2019/03/Infografis-Penghasil-Sampah-Plastik-Terbesar-di-Dunia.png, 
https://cdn1-production-images-kly.akamaized.net/ouQhXLpJBWhWrWuCmgxsk1kxF4g=/640x853/smart/filters:quality(75):strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/2480544/original/034339100_1543313523-HL_Sampah_Laut.jpg, 
https://awsimages.detik.net.id/community/media/visual/2018/11/22/7a2309a1-f1b4-489c-b194-2a2085b1ab71.gif?a=1, 
https://asset.kompas.com/crops/iRT4vRvfE_BF895fBIr660oLjZU=/96x104:864x616/750x500/data/photo/2019/09/15/5d7e0ebf2e33c.jpg, 
https://www.google.com/url?sa=i&source=imgres&cd=&cad=rja&uact=8&ved=2ahUKEwj2yvXD4t7kAhUWXSsKHfvyBXUQjRx6BAgBEAQ&url=https%3A%2F%2Fkatadata.co.id%2Finfografik%2F2015%2F12%2F17%2Frp-221-triliun-kerugian-akibat-kebakaran-hutan&psig=AOvVaw1YD31_WflMlQ21ZTmmp9EF&ust=1569047221449310
Terima kasih kepada yang sudah mengunggahnya...