Senin, 18 Desember 2017

Mengenang dan Mendoakan Anggota Keluarga yang Telah Meninggal

Memasuki bulan November, kegiatan Ruang Podjok pun mengikuti gerak Gereja Katolik pada umumnya. Seperti biasa, di bulan November, seluruh anggota Gereja Katolik diajak untuk memasuki bulan arwah yang digunakan untuk mendoakan mereka yang telah lebih dahulu dipanggil kembali menghadap kepada Allah. Di Jumat Pertama bulan November (3/11/2017), Penjaga Podjok mengajak seluruh anggota Ruang Podjok untuk mendoakan mereka yang telah berpulang dalam kedamaian abadi. Hari itu, cara berdoa yang diperkenalkan adalah Doa Taize. Doa Taize merupakan suatu cara berdoa yang dimiliki oleh komunitas Taize. Komunitas Taize adalah komunitas yang didirikan oleh Bruder Roger Schutz. Ia memulai sebuah komunitas yang terdiri dari para pria beragama Katolik dan Protestan. Para pria ini hidup bersama dalam sebuah persekutuan dan menjalankan hidupnya seperti cara hidup para biarawan dalam Gereja Katolik. Komunitas ini hidup di sebuah desa bernama Taize, sebuah desa kecil di pedalaman Perancis. Meskipun berada di pedalaman, desa ini berhasil menarik banyak kaum muda dari seluruh penjuru dunia untuk datang dan berdoa bersama. Tidak hanya dari kalangan Katolik dan Protestan saja, desa ini didatangi oleh banyak kaum muda untuk menggalang kebersamaan demi perdamaian dunia. Mereka tinggal beberapa hari, beberapa minggu, bahkan beberapa bulan untuk menyelami hidup harian bersama komunitas ekumenis para bruder yang ada di sana. Doa Taize termasuk dalam doa hening yang diiringi dengan lagu-lagu meditatif. Dalam keheningan, anggota Ruang Podjok yang hadir diajak untuk mengenang kembali arwah sanak saudara, keluarga atau siapapun yang akan didoakan. 

Dalam renungan, Penjaga Podjok menyadarkan kembali bahwa bulan arwah ini merupakan salah satu kekhasan Gereja Katolik. Hal ini pulalah yang membedakan antara orang yang percaya kepada Allah dan orang yang tidak percaya kepada Allah. Orang yang percaya kepada Allah itu setelah mati, memiliki sebuah tujuan yaitu kembali kepada Allah atau dalam istilah Jawa disebut “sowan Gusti.” Jika dibandingkan dengan orang yang tidak beriman kepada Allah, siapakah yang akan dituju setelah ia mati? Gereja Katolik mengajak setiap warganya untuk sadar siapakah pemilik kehidupan ini. Setiap orang yang lahir di dunia ini suatu saat nanti pasti akan kembali kepada Sang Pemilik Kehidupan, yaitu Allah sendiri, yang diwartakan oleh Yesus dengan sebutan Bapa. Melalui kegiatan ini, Penjaga Podjok secara pribadi bersyukur karena boleh menjadi salah satu warga Gereja Katolik yang selalu mendampingi para anggotanya dalam setiap peristiwa hidup manusia dengan ajaran-ajaran iman, mulai sejak lahir sampai kematian. Terima kasih kepada Tuhan yang telah memanggilku menjadi orang yang beriman kepadaNya melalui Gereja Katolik... Semoga kesadaran ini membuat imanku semakin teguh dan kuat...

Tamasya Lintas Agama Bersama PaPPIRus

Masih di bulan Oktober, Penjaga Podjok mendapatkan kesempatan yang sangat unik... Di akhir bulan September, Penjaga Podjok menerima telpon dari seorang sahabat yang bekerja di Komisi Kateketik Keuskupan Agung Semarang, Mas Ipung. Beliau memberikan informasi mengenai acara lintas agama yang ditawarkan kepada Penjaga Podjok. Awalnya, Penjaga Podjok merasa ragu untuk mengiyakan, tetapi setelah mempertimbangkan beberapa saat, jawaban "Ya" diberikan atas tawaran itu. Akhirnya, Penjaga Podjok pun berkesempatan untuk mendatangi sebuah kegiatan yang sangat unik, menarik, dan membawa kesan tersendiri. Berikut ini adalah catatan Penjaga Podjok terhadap kegiatan itu...
Bertempat di Pusat Pastoral Sanjaya Muntilan, sebanyak 30 perwakilan guru Pendidikan Agama dari lima agama – Islam, Kristen, Katolik, Hindu, dan Buddha – mengikuti kegiatan Penguatan Wacana Pengelolaan Keragaman dan Peningkatan Kompetensi Metode Pembelajaran Pendidikan Inter Religius. Kegiatan ini diselenggarakan oleh Paguyuban Penggerak Pendidikan Inter Religius (PaPPIRus) selama tiga hari (Jumat–Minggu, 6-8/10). Kegiatan ini dibuka dengan refleksi tentang profesionalitas guru dan semangat kebangsaan. Dalam refleksi, para para guru diajak untuk melihat tanggung jawab, kekuatan, keberhasilan, kendala, dan pengembangan profesi guru dalam meningkatkan semangat kebangsaan di tengah kehidupan masyarakat Indonesia. Guru memiliki peran strategis untuk membangun masyarakat Indonesia agar memiliki kesadaran akan keberagaman dan rasa saling menghargai satu sama lain. PaPPIRus menyadari pentingnya sikap saling menghargai keberagaman masyarakat Indonesia sebagai modal untuk membangun bangsa ini menjadi bangsa yang besar, maju, dan berkembang.


Seiring dengan visi yang digotong untuk memajukan Pendidikan Inter Religius, PaPPIRus mengajak para guru agama untuk belajar dari agama-agama lain melalui model touring culture. Touring culture merupakan sebuah metode belajar yang dilakukan dengan berkunjung atau tamasya ke komunitas agama-agama sebagai sarana untuk saling mengenal para pemeluk agama dan kepercayaan lain. Komunitas agama pertama yang dikunjungi adalah Komunitas Paguyuban Umat Pran Soeh. Komunitas Pran Soeh merupakan komunitas penghayat agama asli Pran Soeh yang dicetuskan oleh Romo Resi Pran Soeh Sastrosoewignjo. Romo Resi Pran Soeh Sastrosoewignjo merupakan salah satu anggota keluarga Kraton Yogyakarta yang karena pendalaman ilmu kasukman-nya, menemukan wisik atau wangsit untuk mendirikan agama baru di Tanah Jawa. Tempat yang disucikan oleh agama ini berada di daerah Pepe Muntilan, tepat di sebelah utara Pusat Pastoral Sanjaya Muntilan dan diberi nama Balai Suci Agung Gedong Pran Soeh Tlaga Mahardo. Dari komunitas Pran Soeh, para peserta diajak menuju Klenteng Hok An Kiong. Klenteng ini merupakan satu-satunya klenteng yang ada di daerah Muntilan. Klenteng yang disebut juga Tempat Ibadah Tri Darma ini menjadi tempat ibadah bagi tiga aliran, yaitu Kong Hu Cu, Taoisme, dan Buddhisme. Yang menjadi tuan rumah atau pusat pemujaan di klenteng ini adalah Dewa Bumi. Di klenteng ini, para peserta mendapatkan penjelasan mengenai simbol-simbol yang dipakai oleh para penganut agama Kong Hu Cu ini. Dari Klenteng Hok An Kiong, para peserta diajak mengunjungi Museum Misi Muntilan. Museum Misi Muntilan merupakan salah satu museum yang dimiliki oleh Gereja Katolik Keuskupan Agung Semarang. Museum Misi Muntilan menjadi wahana edukasi untuk memahami bagaimana Gereja Katolik berkembang di wilayah Keuskupan Agung Semarang yang meliputi sebagian daerah Jawa Tengah dan Yogyakarta. Di Museum Misi ini, para peserta belajar menggali kekayaan iman yang ada dalam Gereja Katolik, khususnya penyebaran dan perkembangan iman Katolik di Jawa Tengah dan Yogyakarta yang dirintis oleh Pastor Fransiskus Georgius Josephus van Lith, SJ melalui pendidikan yang diberikan kepada anak-anak pribumi.

Bicara dalam konteks keberagaman agama, wadah ini menjadi salah satu cara untuk menerobos prasangka antar agama dalam rangka saling memahami kekayaan dan tradisi agama satu dengan yang lain. Prasangka seringkali menjadi tembok pemisah yang membuat agama-agama ini tidak dapat saling memahami. Kegiatan ini menjadi salah satu cara untuk meruntuhkan prasangka itu dan kemudian membangun pemahaman yang baru terhadap penganut agama lain.

Menjalankan Tradisi Doa Devosi kepada Maria

Memasuki bulan Oktober, Ruang Podjok bersama seluruh Gereja Katolik menjalankan tradisi doa devosi melalui Maria. Doa Rosario... inilah doa yang dipilih dalam bulan ini. Doa yang termasuk devosi kepada Maria ini dilakukan dua kali dalam bulan Oktober, yaitu Jumat Pertama (6/10/2017) dan Jumat Ketiga (20/10/2017). 


Doa Rosario merupakan doa sederhana yang dilakukan dengan cara mengulangi doa Salam Maria sebanyak 50 kali... Inilah catatan yang dapat diberikan Penjaga Podjok mengenai Doa Salam Maria dan Doa Rosario:

Salah satu doa dan devosi sederhana yang populer di kalangan umat Katolik ialah “Salam Maria” dan “Rosario”. Dalam keduanya, umat Katolik merenungkan karya penebusan Kristus yang menjadi inti sejarah keselamatan. Kedua doa itu memiliki sejarah yang sangat panjang dan saling mempengaruhi.

Berawal di Abad VI
Doa Salam Maria mulai dikenal secara luas sejak abad XI. Namun, tradisi doa itu konon sudah dimulai sejak abad VI. Adalah Ildephonsus, seorang pemuda turunan bangsawan yang memiliki banyak harta kekayaan dan dihormati masyarakat. Kehidupannya dihiasi dengan kesenangan-kesenangan duniawi bersama dengan kawan-kawannya. Namun, Tuhan mempunyai suatu rencana khusus Atas rahmat Allah, Ildephonsus mengubah cara hidupnya, meninggalkan segala kefanaan duniawinya, lalu mengikuti Yesus. Ia pun mengajukan permohonan kepada pimpinan sebuah biara, dekat Toledo, Spanyol untuk menjadi seorang biarawan. Permohonannya diterima. Sejak itu ia mulai menjalani sebuah corak hidup yang baru, yang bisa lebih mendekatkan dirinya kepada Tuhan. 
Perkembangan hidup rohani menjadi perhatiannya yang utama. Devosi kepada Bunda Maria merupakan kecintaannya. Ia kemudian dipilih menjadi Abbas biara itu. Sebagai pimpinan biara, Ildephonsus mengerahkan seluruh perhatian dan dayanya demi kemajuan biaranya. Dengan bijaksana dan pandangan-pandangannya yang baik, ia mampu melawan ajaran yang tidak benar. Pernah ia menulis sebuah buku untuk melawan ajaran sesat yang menyangkal Keperawanan Bunda Maria sebagai Bunda Allah. Pada tahun 657, ia diangkat menjadi Uskup Agung kota Toledo. Dengan bijaksana ia memimpin umatnya. 
Konon, dari mulut Ildephonsus inilah lahir doa Salam Maria yang sangat terkenal itu. Dialah yang mulai mendaraskan bagian pertama doa Salam Maria yang dikenal dengan kata-kata “Salam Maria penuh rahmat Tuhan sertamu, terpujilah engkau di antara wanita dan terpujilah buah tubuhmu”. Namun, kisah ini tidak pernah dicatat dalam tulisan dan hanya menjadi cerita dari mulut ke telinga orang-orang pada saat itu. Ini menunjukkan bahwa sangatlah sedikit jejak doa Salam Maria sebelum tahun 1000 M.

Dicatat Paling Awal Abad XI
Catatan paling awal yang bisa ditemukan perihal doa kepada Ibu Maria itu ditemukan dalam dua manuskrip Anglo Saxon yang berangka tahun kira-kira 1030. Saat itu, berkembanglah kebiasaan memberi salam kepada Bunda Maria bila seseorang melewati patung Maria. Rumusan doanya pun masih sangat sederhana “Salam Maria, terpujilah engkau di antara wanita dan terpujilah buah tubuhmu.” Abas Baldwin, seorang rahib Cisterciensis yang saat itu menjadi Uskup Agung Cantebury, mencatat kebiasaan mendoakan Salam Maria itu sebagai berikut: 

“Terhadap salam malaikat yang kami gunakan untuk menghormati Perawan Tersuci melalui devosi, kami terbiasa menambahkan kata-kata, “dan terpujilah buah tubuhmu,” ungkapan yang dinyatakan oleh Elizabeth saat mendengar salam Maria. Dengan demikian melengkapi kata-kata malaikat, ‘terpujilah engkau di antara wanita dan terpujilah buah tubuhmu.’”

Tidak lama kemudian, tercatatlah dalam dekrit sinode milik Eudes de Sully, Uskup Paris, (sekitar tahun 1196) yang menyatakan bahwa “Salam kepada Perawan Tersuci” sangatlah dikenal oleh para jemaatnya, seperti halnya Syahadat dan Doa Bapa Kami. Setelah, kebiasaan yang sama menjadi sangat lazim di berbagai dunia, dimulai dari Inggris seperti dinyatakan Sinode Durham pada tahun 1127.
Kebiasaan memberikan salam kepada Maria ini merupakan kebiasaan yang sudah mentradisi disertai dengan berbagai gerak tubuh. Santo Aybert, pada abad XII, memiliki kebiasaan mengulangi 150 Salam Maria dengan 100 kali menekuk lutut dan 50 kali bersujud. Santo Louis dari Prancis berlutut dan berdiri sebanyak 50 kali setiap sore sambil mendaraskan Salam Maria secara pelan-pelan. Kebiasaan ini sangatlah umum dalam beberapa kelompok religius. Dalam dokumen Ancren Riwle, sebuah risalah yang mengulas manuskrip Corpus Christi 402 yang berumur lebih tua dari tahun 1200 menunjukkan bahwa para biarawati diperintahkan untuk menekuk lutut sesuai dengan masa liturgi pada saat mendaraskan Doa Kemuliaan dan Salam Maria. Pada masa ini, pendarasan doa Salam Maria disertai dengan tindakan menekuk lutut dan bersujud dianggap sebagai denda dosa seperti dicatat oleh Santa Margareta († 1292), saudara perempuan Raja Hungaria, yang mempraktekkan pendarasan doa Salam Maria disertai tindakan bersujud. 

Berkembang Mulai Abad XII
Lama kelamaan, jumlah doa Salam Maria didaraskan dihitung pada tali Pater Noster. Saat itu, berkembanglah kebiasaan menggantikan doa Bapa Kami dengan doa Salam Maria. Tradisi ini meniru kebiasaan doa di kalangan para rahib di dalam kehidupan monastik zaman dahulu. Pada masa itu, para rahib biasanya setiap hari mendaraskan 150 buah Mazmur (Doa Ofisi) sebagaimana terdapat di dalam Kitab Suci. Para rahib yang buta huruf mengganti pendarasan Mazmur itu dengan 150 buah doa yang lain. Biasanya doa pengganti itu ialah doa Pater Noster (Bapa Kami) yang memang sudah sejak Gereja perdana dianggap sebagai doa Gereja yang paling penting disamping Kredo. Untuk mempermudah mereka mengetahui sudah berapa kali doa Bapa Kami yang didaraskan, mereka menggunakan seutas tali bersimpul atau bermanik-manik. Oleh karena itulah, tali itu disebut juga Pater Noster.
Pada jaman dulu doa-doa Gereja berpusat pada mazmur Daud. Ada sekitar 150 mazmur yang biasa didoakan oleh para rahib di biara. Mereka membagi 150 mazmur itu atas tiga bagian yaitu waktu doa  pagi, siang dan malam sehingga menjadi 3 kali 50 mazmur. Namun demikian tidak semua umat dapat membaca atau memiliki buku doa mazmur. Sebagai gantinya mereka mendaraskan doa Bapa Kami (sebagai ganti dari 150 mazmur Daud). Dan untuk menjamin konsentrasi dalam berdoa, mereka memakai bantuan hitungan tasbih.
Jumlah doa Salam Maria yang didaraskan tetap 150 sesuai jumlah Mazmur yang didaraskan oleh para rahib. Karena pada masa itu 150 buah Mazmur sudah dibagi dalam tiga bagian masing-masing terdiri 50 buah, maka doa Salam Maria yang didaraskan para rahib itu pun dibagi dalam tiga bagian. Rangkaian Salam Maria yang terdiri dari 50 buah itu disebut “Corona” (mahkota). Kata ini mengingatkan kita akan hiasan-hiasan kembang yang menyerupai mahkota yang biasanya dibuat pada arca Bunda Maria. Saat itulah mulai berkembang devosi Rosario.
Rosario berasal dari kata bahasa Latin yaitu rosa yang artinya bunga mawar. Rosario sendiri dapat diartikan sebagai rangkaian bunga mawar. Dalam budaya masyarakat Eropa bunga mempunyai arti yang sangat penting yaitu sebagai tanda cinta atau hormat. Pada abad pertengahan umat Kristen yang menyadari diri sebagai hamba-hamba Maria merangkaikan bunga mawar untuk dipersembahkan kepada Maria. Mereka meletakannya di rumah ibadat di depan gambar atau patung Santa Maria. Dalam proses merangkaikan bunga mawar itu, mereka mengucapkan litani pujian kepada Maria.
Struktur rosario perlahan-lahan berkembang antara abad ke-12 dan abad ke-15 seiring juga dengan perkembangan doa Salam Maria. Dominikus dari Prussia, seorang biarawan Carthusian, pada tahun 1409 mempopulerkan praktek mempertalikan 50 ayat mengenai hidup Yesus dan Maria dengan 50 Salam Maria. Pada masa itu, bentuk doa ini dikenal sebagai rosarium (“kebun mawar”) yang berarti bunga rampai. Istilah ini dipergunakan untuk menyebut suatu kumpulan bahan yang serupa, misalnya suatu bunga rampai kisah-kisah dengan subyek atau tema yang sama. Tahun 1568, bagian kedua doa Salam Maria yaitu “Santa Maria Bunda Allah, doakanlah kami yang berdosa ini, sekarang dan pada waktu kami mati. Amin”, menjadi doa resmi semenjak Paus Pius V ( 1566-1572) meresmikan terbitan “Breviarium” (doa harian Gereja). Namun bagian dua itu baru diterima umum pada abad XVII. Sejak saat itu, rumusan doa Salam Maria menjadi lebih panjang, yaitu “Salam Maria penuh rahmat. Tuhan sertamu. Tepujilah engkau di antara wanita dan terpujilah buah tubuhmu Yesus. Santa Maria Bunda Allah. Doakanlah kami yang berdosa ini, sekarang dan pada waktu kami mati. Amin.”
Pada abad ke-16, struktur lima misteri rosario didasarkan pada tiga rangkaian peristiwa: Peristiwa GEMBIRA, Peristiwa SEDIH dan Peristiwa MULIA. Setelah penampakan Bunda Maria di Fatima pada tahun 1917, pada akhir setiap misteri ditambahkan doa : “Ya Yesus yang baik, ampunilah segala dosa kami, lindungilah kami dari api neraka. Hantarlah segala jiwa ke dalam surga, terlebih jiwa yang sangat membutuhkan kasih sayang-Mu.” Sedangkan Peristiwa CAHAYA ditetapkan pada tahun 2002 oleh Bapa Suci Paus Yohanes Paulus II. 
Semangat dan minat umat Katolik terhadap doa rosario mendorong Paus Leo XIII secara resmi menetapkan bulan Oktober sebagai bulan Rosario. Beliau menulis: "Kepada Bunda Surgawi ini kita telah persembahkan kembang-kembang mawar pada bulan Mei, maka kepadanya kita juga hendak mempersembahkan panen buah-buahan yang berlimpah pada bulan Oktober dengan hati yang penuh ikhlas." Pada tahun 1885, beliau mengatakan bahwa umat dapat memperoleh indulgensi dengan berdoa Rosario pada bulan Oktober.

Yang Kita Alami Kini
Tiap butir Salam Maria yang kita daraskan dalam Rosario mengajak kita melangkah bersama Maria. Dalam Rosario, kita memohon pencurahan Roh Kudus seperti Elisabeth yang dikuatkan Roh Kudus dalam perjumpaannya dengan Maria dalam peristiwa gembira. Dengan kepenuhan Roh Kudus, kita mohon agar iman kita dikuatkan dan kita diajak belajar untuk menanggalkan sikap egois dan menjadi rendah hati seperti Elisabeth. Tiap doa Salam Maria yang kita daraskan membuat kita menempati posisi Elisabeth saat mengatakan “Terpujilah engkau di antara wanita, dan terpujilah buah tubuhmu, Yesus.”
Bunda Maria senantiasa menjadi teladan iman dan pelindung orang-orang Kristen yang percaya. Ketika Malaikat Gabriel datang kepadanya, ia percaya akan warta yang disampaikan malaikat dan tetap teguh pada imannya tanpa ragu sedikit pun meskipun harus melewati pencobaan gelap Kalvari. Bunda Maria mendampingi kita juga, yang adalah saudara dan saudari Putra-nya, sepanjang ziarah kita di dunia yang penuh dengan kesulitan dan mara bahaya.
Selama berabad-abad telah banyak umat Kristiani mengakui bahwa doa Salam Maria dan Rosario merupakan sumber rahmat rohani. Iman Maria pada Yesus tak dapat diragukan lagi. Iman Maria itu layak kita teladani dalam hidup kita sebagai umat beriman. Semoga kita bisa lebih memahami apa yang dialami Bunda Maria saat mengalami peristiwa-peristiwa gembira, sedih, mulia, maupun cahaya dan kita dapat mengimplementasikannya dalam kehidupan kita sehari-hari. Jadi, dengan segala macam fakta yang sudah diakui berabad-abad lamanya akan manfaat doa Rosario, janganlah kita ragu untuk mendaraskannya dalam hari-hari di kehidupan kita. 



Inilah sedikit catatan yang dapat diberikan oleh Penjaga Podjok untuk mengenang bulan Oktober sebagai bulan Rosario...

Menyelami Kabar Gembira di Tengah Gaya Hidup Modern

Bulan September di Ruang Podjok selalu diisi dengan kegiatan yang sama dengan gerak Gereja Katolik di Indonesia. Bulan September adalah Bulan Kitab Suci Nasional atau yang sering disebut BKSN. Sudah beberapa tahun ini, Ruang Podjok melaksanakan pertemuan BKSN. Tema BKSN Tahun 2017 adalah “Kabar Gembira di Tengah Gaya Hidup Modern.” Tema ini merupakan tema pertama dari tema besar “Mewartakan Injil di Tengah Arus Zaman.” Selama 4 tahun, akan dibahas pewartaan kabar gembira di tengah dunia modern dengan tema: Kabar Gembira di tengah Gaya Hidup Modern (2017), Kabar Gembira di tengah Kemajemukan (2018), Kabar Gembira di tengah Krisis Lingkungan Hidup (2019), Kabar Gembira di tengah Krisis Iman dan Identitas Diri (2020). 
Tema ini juga erat dengan dokumen Evangelii Gaudium (2013) yang diterbitkan oleh Paus Fransiskus. Dokumen tersebut melukiskan masalah-masalah besar yang sedang melanda dunia seperti konsumerisme, hedonisme, sekularisme, inividualisme, kesenjangan sosial, dan fundamentalisme agama. Arus-arus zaman ini juga melingkupi kita. Kita hidup di tengah arus-arus tersebut dan harus bersikap atasnya. Melalui tema Bulan Kitab Suci Nasional tahun ini, kita diajak untuk mengambil sikap atas arus-arus yang ada dalam zaman kita. Untuk itulah, pada tahun ini, kita diajak untuk mendalami beberapa gaya hidup modern, yaitu Teknologi, Materialisme, Individualisme, dan Hedonisme.

Pertemuan BKSN Pertama: Menyikapi Teknologi dan Harta
Untuk melaksanakan pertemuan BKSN, Penjaga Podjok menjadwalkan dua kali pertemuan. Pertemuan pertama BKSN Ruang Podjok dilakukan pada hari Jumat Ketiga (15/09/2017). Dalam pertemuan pertama, anggota Ruang Podjok diajak untuk belajar menyikapi dua hal yang erat dengan kehidupan sehari-hari, yaitu Teknologi dan Harta. Kita akan belajar bersikap tepat terhadap teknologi dan harta yang dipercayakan kepada kita dalam hidup harian. Bahan yang ditawarkan adalah Kej 11:1-9 dan Luk 12:13-31. 
Berkenaan dengan Kej 11:1-9, ada beberapa pertanyaan yang akan dibahas, yaitu: 1) Mengapa manusia mendirikan Menara Babel; 2) Apa yang dilakukan Allah terhadap rencana manusia tersebut; 3) Pelajaran apa yang dapat kita petik dari kisah Menara Babel; 4) Sebutkan berbagai teknologi yang ada dalam hidup kita; 5) Apa manfaat teknologi bagi kita dalam kehidupan sehari-hari; dan 6) Bagaimana seharusnya kita memanfaatkan teknologi dalam hidup. Berkenaan dengan Luk 12:13-31, ada beberapa pertanyaan yang akan dibahas, yaitu: 1) Dalam perumpamaan, apa cita-cita orang kaya itu dan bagaimana dia mencapainya; 2) Tuhan melakukan apa pada orang kaya tersebut setelah cita-citanya tercapai; 3) Pelajaran apa yang dapat kita petik dari kisah orang kaya tersebut; 4) Apakah arti harta bagi kehidupan kita; 5) Bagaimanakah manfaat harta dalam kehidupan sehari-hari kita; dan 6) Menurutmu, bagaimana menggunakan harta secara baik dalam kehidupan kita.
Seperti biasa, yang ikut pertemuan hari itu dibagi dalam beberapa kelompok. Hari itu, ada 4 kelompok yang dibagi untuk membahas pertanyaan-pertanyaan yang diajukan. Bicara mengenai Menara Babel, anggota Ruang Podjok memiliki pendapat bahwa Menara Babel didirikan sebagai tanda atau patokan agar manusia tidak terserak ke seluruh bumi. Berhadapan dengan hal tersebut, yang dilakukan Allah adalah mengacaukan bahasa mereka sehingga mereka tidak lagi dapat saling mengerti. Yang dipelajari dari kisah Menara Babel adalah agar kita selalu taat kepada Allah. Berhadapan dengan kehidupan saat ini, ada beberapa teknologi yang ada dalam kehidupan kita antara lain handphone, laptop, tablet. Manfaat teknologi dalam kehidupan harian kita adalah membantu kita agar mudah melaksanakan tugas sehari-hari dan mempermudah manusia dalam mencari informasi. Cara yang seharusnya dilakukan dalam memanfaatkan teknologi tersebut adalah memanfaatkannya dengan baik, digunakan untuk mencari informasi yang dibutuhkan, dan tidak digunakan untuk melihat hal yang negatif. Berkenaan dengan Orang Kaya yang Bodoh, yang ikut kegiatan saat itu mengungkapkan pendapat bahwa orang kaya itu bercita-cita memiliki tempat yang lebih besar dan dapat digunakan untuk menyimpan hasil tanahnya. Ia pun merombak lumbung-lumbungnya sehingga menjadi lebih besar serta akan menyimpah di dalamnya segala gandum dan barang-barangnya. Namun malang, bahwa setelah cita-citanya tercapai, Allah mengambil jiwa orang kaya itu. Dari kisah Orang Kaya yang Bodoh, kita diingatkan untuk tidak menjadi orang yang tamak dan tidak memikirkan diri sendiri karena di hadapan Allah, hal itu tidak berguna. Harta adalah segala sesuatu yang dimiliki seseorang yang berwujud dan tidak berwujud dan bersifat duniawi. Manfaat harta adalah memenuhi kebutuhan sehari-hari, memenuhi kepuasan duniawi, dan sarana untuk berbagi kepada sesama. Cara yang baik untuk memanfaatkan harta adalah tidak berfoya-foya, suka menabung, tidak sombong, tidak takabur, suka berbagi, tidak korupsi, dan tidak serakah. 



Menanggapi sharing kelompok-kelompok tersebut, Penjaga Podjok memberikan catatan berikut ini:

“Manusia selalu berhubungan erat dengan teknologi dan harta. Hidup manusia semakin mudah karena adanya teknologi dan hidup manusia dapat menjadi bahagia karena adanya harta. Teknologi dan harta merupakan sarana untuk mempermudah dan membahagiakan manusia. Teknologi adalah keseluruhan sarana untuk menyediakan barang-barang yang diperlukan bagi kelangsungan dan kenyamanan hidup manusia (Wikipedia). Dapatkah kita membayangkan apa yang akan terjadi jika manusia tidak menemukan roda? Atau dapatkah kita membayangkan yang terjadi jika tidak ada api dan listrik? Teknologi memang diciptakan untuk membuat kehidupan manusia semakin mudah. Melalui daya cipta, manusia menciptakan banyak hal yang dapat membantunya dalam menjalani kehidupan. Dengan berkembangnya teknologi, manusia semakin dapat menjalankan aktivitas secara efektif dan efisien. 
Selain teknologi, manusia juga menciptakan barang untuk dimiliki. Pada masa dimana kehidupan manusia masih sangat sederhana, yang dianggap sebagai harta adalah hasil panen, ternak, logam mulia, dan berbagai hal yang dapat dipakai sebagai alat tukar menukar dalam kehidupan ekonomi antar manusia. Lama kelamaan, manusia menciptakan bentuk harta yang lebih ringkas dan mudah disimpan, yaitu uang. Uang sangatlah bermanfaat karena praktis, mudah dibuat, mudah disimpan, dan bisa digunakan kapan saja. Uang  membuat orang dapat memiliki hal-hal yang diinginkan. Jumlah uang sangat menentukan kualitas barang atau jasa yang akan kita dapatkan. Intinya, uang itu enak, bagus, cantik, empuk, nyaman dan lain-lain.
Dalam kehidupannya, manusia dapat mengalami dimana hidupnya dikuasai oleh teknologi dan uang. Kehidupan manusia yang sangat dikuasai teknologi disebut kecanduan teknologi dan kehidupan manusia yang sangat dikuasai oleh harta disebut situasi materialistik. Pertanyaannya sekarang adalah bagaimana manusia bisa memanfaatkan teknologi dan harta dengan cara yang dikehendaki Tuhan? Untuk menjawabnya, kita akan merenungkan terlebih dahulu tujuan manusia diciptakan. Untuk itu, kita akan belajar dari pendapat Santo Ignatius Loyola. Ignatius Loyola menuliskan tujuan hidup manusia dalam bukunya yang berjudul “Latihan Rohani”: “Manusia diciptakan untuk memuji, menghormati serta mengabdi Allah Tuhan kita, dan dengan itu menyelamatkan jiwanya. Ciptaan lain di atas permukaan bumi diciptakan bagi manusia untuk menolongnya dalam mengejar tujuan ia diciptakan”  Manusia diciptakan untuk memuji, memuliakan, dan mengabdi Allah dengan menggunakan seluruh cara yang ada. Melalui tindakan itu, manusia mencapai tujuannya dan  menyelamatkan dirinya sendiri. Dari tulisan tersebut, jelas bahwa semua yang ada di dunia ini harus digunakan oleh manusia untuk mencapai tujuan penciptaan. Karena itu, semua hal yang ada harus digunakan oleh manusia untuk memuji, memuliakan, dan mengabdi Allah. Dengan demikian, teknologi dan harta pun harus digunakan untuk memuji,  memuliakan, dan mengabdi Allah.
Pertanyaannya sekarang adalah apakah aku sudah menggunakan teknologi dan hartaku untuk memuji, memuliakan dan mengabdi Allah? Mari kita semakin memanfaatkan teknologi dan harta untuk memuji, memuliakan dan mengabdi Allah... Semoga kita boleh mengusahakan diri untuk melakukan itu semua...”

Pertemuan BKSN Kedua: Aktif Bersatu dan Berbagi
Selepas pertemuan pertama, pertemuan kedua BKSN dijalankan pada hari Jumat Kelima (29/09/2017). Dalam pertemuan kedua ini, anggota Ruang Podjok akan diajak untuk belajar menyikapi dua sikap hidup berkenaan dengan orang lain, yaitu Sikap Mau Hidup Bersama dan Mau Berbagi. Dua sikap hidup ini akan kita perdalam agar kita menyikapi dengan baik paham Individualisme dan Hedonisme. Bahan yang menjadi materi pendalaman hari ini adalah Kis 2:41-47 dan Yak 3:14–4:3. 
Berkenaan dengan Kis 2:41-47, ada beberapa pertanyaan yang dapat didalami, yaitu: 1) Hal-hal apa yang dilakukan oleh Jemaat Perdana saat itu; 2) Sikap hidup semacam apa yang ingin dicapai oleh Jemaat Perdana dengan melakukan hal-hal tersebut; 3)  Akibat atau dampak apa yang didapatkan dari cara hidup yang dipraktekkan oleh Jemaat Perdana itu; dan 4) Pelajaran apa yang dapat kita petik dari cara hidup Jemaat Perdana itu. Berkenaan dengan Yak 3:14-4:3, ada beberapa pertanyaan yang diajukan, yaitu: 1) Sebutkan yang termasuk “hikmat  yang datang dari atas” dalam Surat Yakobus tersebut; 2) Sebutkan yang termasuk “hikmat  yang datang dari dunia” dalam Surat Yakobus tersebut; 3) Apa akibatnya jika seseorang menuruti “hikmat yang datang dari atas” dan “hikmat yang datang dari dunia”; dan 4) Pelajaran apa yang dapat kita petik dari pengajaran yang diberikan oleh Surat Yakobus tersebut. 
Sama seperti pada pertemuan pertama, hari itu, ada 4 kelompok yang dibagi untuk membahas pertanyaan-pertanyaan yang diajukan. Bicara mengenai Surat Yakobus, para peserta pendalaman menemukan bahwa yang termasuk hikmat dari atas adalah murni, pendamai, peramah, penurut, penuh belas kasihan, buah-buah yang baik, tidak memihak, dan tidak munafik; sedangkan yang termasuk hikmat dari dunia adalah iri hati, mementingkan diri sendiri, memegahkan diri, dan berdusta melawan kebenaran. Akibat yang ditimbulkan jika seseorang menuruti hikmat dari atas adalah kedamaian, sedangkan yang ditimbulkan jika seseorang menuruti hikmat dari dunia dalah kekacauan dan segala perbuatan yang jahat. Surat Yakobus ini mengajarkan agar tidak menaruh perasaan iri hati, tidak mementingkan diri sendiri, tidak memegahkan diri, dan tidak berdusta melawan kebenaran. Bicara mengenai Kisah Para Rasul, para peseta pendalaman menemukan bahwa ada banyak hal yang dilakukan dalam jemaat perdana, yaitu memberi diri dibaptis, bertekun dalam pengajaran para rasul, selalu berkumpul untuk memecahkan roti dan berdoa, selalu ada yang menjual harta miliknya dan membagikan kepada setiap orang sesuai keperluannya, serta memuji Allah. Sikap hidup tersebut diarahkan pada satu cita-cita, yaitu taat dan percaya kepada Allah, serta menganggap segala kepunyaan mereka adalah kepunyaan bersama. 



Sebagai peneguhan, Penjaga Podjok memberikan catatan berikut ini: 

“Dalam pertemuan kedua ini, kita diajak untuk meminimalisir dua arus zaman kita, yaitu Individualisme dan Hedonisme. Individualisme adalah sikap hidup yang melulu mementingkan diri sendiri dan tidak mau peduli dengan rasa kebersamaan sehingga orang tidak lagi mau menjadi     satu dan peduli dengan orang lain. Hedonisme adalah cara hidup yang menem-patkan kesenangan dan kenikmatan pribadi sebagai prioritas tertinggi sehingga orang tidak lagi mau peduli dengan situasi orang-orang sekitarnya. Individualisme dan Hedonisme berakibat pada sikap tidak mau  tau, tidak mau hidup bersama, tidak peduli dan tidak mau berbagi dengan orang lain. Kebersamaan, kepedulian dan kemauan untuk berbagi menjadi mati. Gereja Katolik ingin mengajak kembali seluruh umat untuk menyadari dirinya sebagai bagian dari orang lain serta tidak melulu memikirkan kesenangan dan kenikmatan pribadinya. Gereja Katolik ingin mengajak seluruh umat untuk mau hidup bersama, peduli, dan berbagi bersama dengan orang lain. Kebersamaan merupakan nilai yang penting karena kebersamaan itu menguatkan relasi di antara manusia. Manusia menjadi lebih kuat jika bersama. Kita mengenal pepatah “Bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh.” Artinya, melalui kebersamaan, kita akan menjadi kuat dalam menghadapi segala sesuatu. 
Gereja Katolik dapat bertahan hidup karena unsur kesatuan yang ada di dalamnya. Gereja itu diwarnai dengan persekutuan, persatuan, perkumpulan, komunio. Inilah dimensi pertama dalam Gereja. Almarhum Kardinal Darmajoewana pernah mengatakan, “Yen ora kumpul mesthi ucul – Jika orang Katolik tidak pernah berkumpul dengan saudaranya, lambat laun dia akan terlepas dari persekutuan Gereja Katolik.” Dalam kebersamaan dan kesatuan itu, Gereja mengembangkan sikap mau peduli dan berbagi. Jemaat perdana telah memberi-kan contoh bahwa dalam persekutuan, mereka berbagi dan peduli dengan sesama anggota jemaat. Mereka tidak hanya mementingkan kesenangan dan kenikmatan pribadi, tetapi juga keperluan sesamanya. Kita diberi contoh menggunakan kesenangan dan kenikmatan yang kita alami. Kita boleh mengejar kesenangan dan kenikmatan, tetapi tidak boleh keterlaluan dan harus memperhatikan sesama kita. Setiap kali kita meng-ikuti Ekaristi, kita juga diajak untuk membangun sikap mau peduli dan berbagi kepada sesama kita. Kolekte yang kita berikan tidak saja untuk kepentingan gereja kita sendiri, tetapi juga orang lain. Santa Teresa dari Kalkuta pernah mengatakan, “Bukanlah seberapa banyak jumlah yang engkau berikan tetapi seberapa banyak kasih yang engkau berikan dalam pemberian itu.” Hidup bersama, mau peduli, dan mau berbagi merupakan panggilan setiap orang Katolik. Hidup kita sebagai orang Katolik ditandai dengan hal-hal tersebut. Pertanyaannya sekarang adalah apakah aku mau aktif, mau peduli dan berbagi dalam Gereja maupun masyarakat? Mari kita semakin semakin aktif dalam kegiatan Gereja dan masyarakat serta mau peduli dan berbagi. Santo Filipus Neri mengatakan, 'Beruntunglah kalian orang-orang muda karena kalian punya banyak waktu untuk berbuat baik.' Semoga kita semakin tergerak untuk berbuat baik..."

Pembinaan Rohani Susulan untuk Siswa-siswi Kelas XI yang Tidak Ikut Retret

Sehari setelah pemaparan program, Kerohanian Katolik dengan Kerohanian Kristen bekerjasama untuk melaksanakan program Pembinaan Rohani Susulan untuk Siswa-siswi Kelas XI yang Tidak Ikut Retret. Sabtu (19/08/2017),  Pembinaan Rohani ini dilaksanakan selama satu hari dan mengambil tempat di kompleks Gereja Kristen Jawa (GKJ) Kerten, Laweyan, Surakarta. Hari itu, para peserta dibimbing oleh Ibu Pendeta Magdalena Eli dari GKJ Kerten. Materi yang disampaikan beliau adalah materi penemuan diri. Materi ini menjadi dasar untuk pendalaman rohani agar setiap peserta menemukan hal-hal baik yang dapat mereka kembangkan untuk hidup di kemudian hari. Pagi itu, para peserta diajak untuk melihat ke dalam diri sendiri dan berpikir mengenai apa yang dapat dilakukan setelah memahami dirinya sendiri.


Setelah sesi materi penemuan diri, acara pembinaan rohani dilanjutkan dengan sesi outbond. Outbond ini dilaksanakan di seputar kompleks GKJ Kerten. Dengan cerdas, panitia mengolah sesi outbond ini dengan memanfaatkan situasi lingkungan sekitar. Permainan-permainan yang disajikan di dalam sesi outbond ini berhasil membangkitan kegembiraan bagi para peserta. Outbond merupakan sarana untuk menemukan pembelajaran sambil melakukan permainan-permainan. Manusia pada dasarnya adalah manusia yang bermain – homo ludens. Oleh karena itu, manusia harus bermain dengan serius agar tidak menjadi main-main. Dalam permainan outbond ini, peserta dibagi menjadi 4 kelompok. Dalam satu permainan, kadangkala ada dua kelompok yang bermain dan bersaing. Dalam permainan itu, ada 4 pos yang harus dilewati oleh masing-masing kelompok, yaitu Estafet Rafia, Apit Bola, Estafet Karet Bertepung, dan Estafet Air dalam Spons. 







Setelah bermain, masing-masing kelompok pun menuliskan nilai-nilai yang didapatkan melalui permainan itu. Berikut inilah catatan dari masing-masing kelompok:

Kelompok Kaos Polos menuliskan bahwa nilai yang mereka pelajari adalah kerjasama, kekompakan, dan kelincahan (Pos 1); kecepatan, kelincahan, dan kerjasama (Pos 2); konsentrasi (Pos 3); serta berani dan tepat dalam mengambil keputusan (Pos 4).

Kelompok Baju Kotak-kotak menuliskan bahwa nilai yang mereka pelajari adalah kerjasama dan kekompakan (Pos 1); kecepatan dan kelincahan (Pos 2); kerjasama dan ketepatan waktu (Pos 3); serta kerjasama, kekompakan, dan ketepatan dalam waktu (Pos 4).

Kelompok Baju Bunga-bunga menuliskan bahwa nilai yang mereka pelajari adalah kerjasama dan kekompakan (Pos 1); konsentrasi, kecerdasan, dan keseimbangan (Pos 2); konsentrasi, kelincahan, dan teknik (Pos 3); serta kerjasama dan kelincahan (Pos 4).

Kelompok Kemeja Polos menuliskan bahwa nilai yang mereka pelajari adalah kerjasama dan kesabaran (Pos 1); konsisten dan tanggung jawab (Pos 2); kejujuran dan kerjasama (Pos 3); serta kerjasama, kekompakan, dan kejujuran (Pos 4).

Setelah menjalani beberapa permainan, para peserta pun menutup kegiatan pembinaan rohani dengan sesi pengembangan diri. Sesi ini disampaikan oleh Penjaga Podjok. Dalam sesi ini, para peserta diajak untuk mendalami tema “Menjadi Terang dalam Kemuliaan Tuhan.” Tema ini tidak lepas dari visi Gereja untuk  membangun jemaat yang memiliki iman yang semakin mendalam dan tangguh. Iman yang Mendalam artinya mampu mengetahui imannya secara benar dan dapat menghayatinya dalam kehidupan sehari-hari. Dengan iman yang mendalam, orang mulai mau belajar tentang imannya sendiri serta menggunakan iman itu untuk semakin mengembangkan kehidupan diri sendiri maupun kehidupan orang lain. Iman yang mendalam diperlukan agar kita menjalani hidup dengan benar. Orang yang beriman mendalam selalu memiliki jawaban iman dalam menghadapi setiap masalah. Iman yang mendalam itu membuat manusia dapat mengubah hidupnya menjadi lebih baik. Kehidupan orang yang beriman mendalam pasti berbeda dengan orang lain karena ia selalu melibatkan Tuhan dalam setiap persoalan hidupnya. Hidupnya tidak lagi berada di permukaan tetapi ia dapat menemukan kehendak Tuhan dalam setiap langkah hidup yang ditempuhnya. Satu-satunya hal yang pasti di dunia ini adalah perubahan. Perubahan hidup menjadi lebih baik merupakan tanda dari pertobatan. Iman yang Tangguh artinya tahan terhadap segala tantangan dan godaan. Dewasa ini, banyak tantangan dan godaan yang hadir dalam kehidupan kita. Banyak arus zaman - seperti kenyamanan, kemalasan, kepraktisan, keinginan untuk dapat hasil besar tanpa berusaha – yang menjadi tantangan dalam kehidupan kita. Untuk itu, kita harus memiliki iman yang tangguh. Iman yang mendalam dan tangguh harus diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari sehingga orang secara konkret menjadi garam dan terang dunia.
Inspirasi Kitab Suci yang diambil adalah Kisah Musa (Kel 3:1-12). Musa menjadi teladan kaum muda yang terpanggil untuk melaksanakan kehendak Allah. Awalnya Musa ragu, tetapi dia kemudian mau untuk melaksanakan panggilan itu. Para peserta pembinaan rohani diajak untuk menjadi seperti Musa. Meskipun muda, setiap orang Kristiani diajak untuk menjawab panggilan Tuhan. Kemudaan bukan halangan untuk memenuhi panggilan Tuhan. Memang kadangkala kita yang muda merasa ragu, tetapi Tuhan akan membantu. Allah sendiri berjanji bahwa Ia akan mendampingi Musa yang akan diutus kepada bangsa Mesir. Ia memberikan tanda pengutusan kepada orang yang diutus dan dipilihnya (Kel 3:12). Allah membekali kita dengan berbagai kemampuan dan talenta. Temukan kekuatan dan keterbatasanmu. Kembangkan secara maksimal sehingga dapat menjadi berkat bagi sesama. Inspirasi Kitab Suci ini menjadi penting karena kaum muda saat ini menghadapi berbagai hal yang kadangkala tidak mudah, antara lain: pengaruh teknologi informasi yang tidak terbendung, budaya instan merajalela, jarang membaca, logika dan penalaran lemah, komunikasi lemah dan terbatas, kreativitas menurun, serta kemampuan untuk memecahkan masalah melemah. Situasi saat ini tampaknya mewakili apa yang dirisaukan oleh Albert Einstein, “Saya takut bahwa tampaknya telah tiba saat dimana teknologi melampaui hubungan antar manusia. Hal itu akan membuat dunia memiliki generasi idiot.” Hal ini membuat kaum muda bisa bertanya pada diri sendiri, “Bagaimana dengan kita? Akankah kita menjadi generasi idiot seperti yang diramalkan Einstein?” Kaum muda diajak untuk berbuat sesuatu bagi lingkungan sekitarnya. Soekarno mengatakan, “Beri aku sepuluh pemuda, niscaya akan kuguncangkan dunia.” 
Mari menjadi pemuda-pemudi yang memiliki terang untuk mengubah dunia menjadi lebih baik...

Minggu, 17 Desember 2017

Rangkuman Kegiatan Satu Semester...

Tidak terasa ternyata waktu berlalu begitu cepat... Hari ini, ternyata sudah hampir sampai di penghujung Semester Gasal... Kalau sudah seperti ini, tandanya bahwa Penjaga Podjok sudah harus menuliskan berbagai kegiatan yang ada di Ruang Podjok... Dalam beberapa posting berikut ini, Penjaga Podjok ingin sedikit berkisah tentang berbagai kegiatan yang telah terjadi di semester ini... Silakan diikuti dalam empat posting berikut ini: 1) Pembinaan Rohani Susulan untuk Siswa-siswi Kelas XI yang Tidak Ikut Retret, 2) Menyelami Kabar Gembira di Tengah Gaya Hidup Modern, 3) Menjalankan Tradisi Doa Devosi kepada Maria, dan 4) Mengenang dan Mendoakan Anggota Keluarga yang Telah Meninggal. Selamat membaca kisah-kisah yang ada di Ruang Podjok...

Salam...
Penjaga Podjok