Rabu, 12 Oktober 2016

Bergabung dalam Yubileum Katekis Keuskupan Agung Semarang

Tahun ini adalah Tahun Yubileum Luar Biasa Kerahiman Allah yang ditetapkan oleh Paus Fransiskus pada tanggal 8 Desember 2015. Untuk menyambut perayaan ini, telah ditetapkan berbagai agenda yang dijadwalkan di Keuskupan Agung Semarang, baik dalam skala keuskupan maupun dalam skala paroki. Salah satu agenda yang telah ditetapkan dalam skala keuskupan adalah Perayaan Yubileum Tahun bagi Katekis yang dijadwalkan pada tanggal 25 September 2016. Di Keuskupan Agung Semarang, perayaan ini akan diselenggarakan di Seminari Santo Petrus Kanisius Mertoyudan. Perayaan semacam ini adalah perayaan yang tidak terjadi setiap tahun. Oleh karena itu, Penjaga Podjok pun meluangkan waktu untuk merapat dan bergabung dengan para katekis lain untuk bersama-sama bersyukur dan menimba kekuatan dalam tugas pewartaan yang diemban.
Sekitar bulan Agustus, Penjaga Podjok menerima sebuah surat undangan melalui paroki Santo Petrus Purwosari untuk bergabung dalam perayaan Yubileum Katekis Keuskupan Agung Semarang yang akan diselenggarakan di Seminari Santo Petrus Kanisius Mertoyudan pada tanggal 25 September 2016. Setelah lama mempertimbangkan, akhirnya diputuskan untuk ikut dalam perayaan tersebut. Sebenarnya, dari Purwosari ada rombongan yang berangkat dengan bus, tetapi karena ada keperluan dulu sehari sebelumnya di Jogja, diputuskan untuk berangkat sendiri. 

Hari Minggu (25/9), perjalanan ditempuh dari rumah simbah di Sleman. Perjalanan selama kurang lebih satu jam itu betul-betul menyenangkan. Ternyata, jalan antara Muntilan dan Magelang itu sudah menjadi jalan yang halus, mulus, lebar dan sudah dua jalur. Sebuah pemandangan yang berbeda dibandingkan 15-20 tahun yang lalu. Setiba di Mertoyudan, ternyata sudah ada banyak rombongan yang hadir. Ada yang hadir dengan bus. Ada yang mengendarai sepeda motor. Dan banyak cara kehadiran yang lain. Hari itu, menurut data yang tercatat, lebih dari 1000 katekis dan guru agama berkumpul di Sport Centre 'Laudato Si' Seminari Santo Petrus Kanisius Metoyudan. Katanya, yang hadir ini melebihi ekspektasi. Panitia tadinya sudah pesimis apakah para katekis dan guru agama akan berminat. Namun, fakta berbicara lain. Ternyata, acara itu berlangsung dengan meriah dan disambut dengan sukacita.
Tema perayaan Yubileum Katekis Keuskupan Agung Semarang adalah "Gelora Katekis, Sukacita Gereja." Tema ini seolah ingin mengapresiasi peran katekis dan guru agama dalam kehidupan Gereja. Administrator Diosesan Keuskupan Agung Semarang, Romo Fransiskus Xaverius Sukendar menuliskan, "Gelora semangat katekis yang mewartakan Yesus Kristus dalam Gereja Katolik menjadi pintu masuk bagi seluruh kawanan dan terus dibawa ke padang rumpur hijau. Gelora semangat katekis bersama pengurus Gereja lainnya menjadi kesaksian kehidupan yang tidak mudah diambil oleh orang lain ataupun keadaan yang tidak menguntungkan. Gelora semangat para katekis yang muncul dari kedekatan pribadi dengan Yesus tidak akan mudah digerogoti oleh tantangan serta iming-iming duniawi kendati ada keperluan nyata yang tak terelakkan. Gelora semangat katekis juga dipupuk melalui aneka pembinaan, upgrading pengetahuan serta kebersamaan sebagai bagian Gereja Universal dan lokal yang bersama masyarakat Indonesia menjadi bentara peradaban kasih." Mengutip Anjuran Apostolik Amoris Laetitia yang diterbitkan Paus Fransiskus pada 19 Maret 2016, ditekankan bahwa, "Gelora semangat katekis ditempatkan dalam tugas perutusan Gereja yang dilandasi oleh sukacita dalam keluarga serta komunitas yang berani menuntun, menegaskan, dan menguntegrasikan." Acara dibuka dengan penampilan dari kelompok Wiridan Sarikraman, sekelompok orang yang mencoba menjadi rumah bagi siapapun yang ingin tumbuh menjadi manusia biasa dalam relasinya dengan Yang Ilahi. Kelompok ini mencoba berdialog dengan Yang Ilahi, sesama manusia dan sesama ciptaan melalui jalur budaya. Dalam kesempatan perayaan Yubelium Katekis ini, hadirlah dua orang pembicara yang menyemangati para katekis dalam menjalankan tugasnya, yaitu Kardinal Julius Riyadi Darmaatmaja, SJ dan Bapak Haryanto Santosa. Dua narasumber ini mendapat kesempatan untuk meneguhkan pelayanan para katekis. Pada sesi pertama, Kardinal Julius Darmaatmaja mengucapkan terima kasih kepada seluruh katekis dan guru agama karena sudah terlibat dalam gerak gereja Keuskupan Agung Semarang. "Ini menjadi kesempatan langka", kata beliau, "karena dulu sebagai uskup, saya belum pernah mengucapkan terima kasih kepada anda sekalian." Dalam kesempatan itu, beliau juga mengajak seluruh katekis dan guru agama di Keuskupan Agung Semarang untuk berlaku laksana sumur yang siap ditimba airnya. "Anda (dan Gereja) bagaikan sumur iman yang siap ditimba oleh mereka yang mendapatkan pengajaran dari Anda dan karenanya Anda menjadi sumur yang semakin jernih. Ungkapan bahasa Jawanya adalah sumur lumaku tinimba." Selain itu, beliau juga menekankan agar para katekis dan guru agama mengarahkan sasaran pastoral kepada seluruh orang yang ada di sekitarnya. Terhadap mereka yang terbuka terhadap Yesus, para katekis dan guru agama diajak untuk membantu mereka untuk menjadi murid Yesus. Terhadap mereka yang tidak mampu menerima Yesus, para katekis dan guru agama diajak untuk mendoakan, memberikan kesaksian hidup, serta melakukan dialog baik dalam bidang budaya maupun agama. Dalam sesi kedua, Bapak Haryanto mengajak para katekis dan guru agama untuk mencintai dan bersukacita dalam panggilan dan pelayanan yang dipercayakan kepada mereka. Panggilan untuk menjadi pewarta menjadi wujud bagaimana Allah mencintai kita sehingga ia memilih dan mempercayakan kita panggilan dan pelayanan untuk mewartakan sabda Allah. Di akhir refleksi yang diberikan, ada sebuah pertanyaan yang perlu direnungkan oleh para katekis dan guru agama: "Apakah kehadiranku menjadi sukacita bagi sesama yang aku layani dan aku jumpai?" 


Poin-poin yang disampaikan dalam perayaan Yubileum Katekis ini seakan-akan menyadarkan kembali semangat yang ingin digelorakan oleh panitia dengan ungkapan, "I'm A Catechist!" Ungkapan ini seolah-olah ingin menggugah semangat para katekis dan guru agama di Keuskupan Agung Semarang dengan kesadaran bahwa saya adalah seorang katekis. Katekis membimbing orang-orang di sekitarnya untuk datang, mengenal dan percaya kepada Yesus, bukan hanya sebagai nabi tetapi juga sebagai Penyelamat. Dengan semangat "I'm A Catechist!" seorang katekis diajak untuk menjadi orang yang sadar akan panggilannya untuk membawa orang lain kepada Yesus, Sang Jalan, Kebenaran, dan Hidup. Semangat yang ingin dikobarkan ini seolah sesuai benar dengan yang dihomilikan oleh Paus Fransiskus pada hari itu juga dalam Yubileum Katekis di Roma berikut ini, "Dalam Yubileum Katekis ini, kita diajak untuk tidak lelah menjaga pesan kunci iman ini, yaitu Tuhan sudah bangkit. Tidak ada yang lebih penting dan tidak ada yang lebih jelas dan relevan daripada hal tersebut. Setiap hal di dalam iman menjadi indah jika dihubungkan dengan pusatnya, yaitu warta Paska. Jika tidak, iman akan hilang makna dan kekuatannya." Dalam kesempatan Yubileum Katekis, Paus Fransiskus juga mengajak para katekis untuk belajar dari Injil. "Injil Minggu ini membantu kita untuk mengerti arti mencintai dan lebih dari segalanya bagaimana menghindari resiko tertentu. Dalam perumpamaan itu, ada orang kaya yang tidak memperhatikan Lazarus, orang miskin yang sedang berada "dekat pintu" (Luk 16:20). Orang kaya ini, faktanya, tidak berbuat jahat kepada siapapun agar tidak mengatakannya sebagai orang jahat. Namun, orang kaya ini mengalami sakit lebih daripada Lazarus yang "penuh borok". Orang kaya ini menderita kebutaan yang sangat parah karena dia tidak dapat melihat kenyataan yang terjadi di luar dunianya. Dia tidak melihat karena tidak tertarik. Dia tidak dapat melihat karena dia tidak dapat merasakan dengan hatinya. Semangat duniawi telah mematikan jiwanya. Hal ini juga telah membuat banyak orang memalingkan perhatian kepada Lazarus Lazarus masa ini, orang miskin, orang menderita yang dicintai Tuhan. Tuhan memperhatikan yang tersisih dan tersingkir oleh dunia. Tuhan tidak melupakan Lazarus. Dia menyambut dia dalam perjamuan kerajaannya, bersama Abram, dalam perekutuan orang-orang yang menderita. Di sisi lain, orang kaya itu tidak mendapat nama, hidupnya berlalu begitu saja dan terlupakan karena siapa saja yang hidup untuk dirinya sendiri tidak akan tertulis dalam sejarah. Seorang Kristiani harus menulis sejarah! Ia harus keluar dari dirinya sendiri untuk menulis sejarah! Saat ini, ketidakpedulian sudah menciptakan jurang yang begitu dalam sehingga tidak terseberangi. Dan kita telah jatuh dalam penyakit tidak peduli, mementingkan diri sendiri, dan mementingkan hal-hal duniawi. Ada kontras lain dalam perumpamaan ini. Kehidupan orang kaya tanpa nama ini dinyatakan sebagai tindakan suka pamer: segala yang dipikirkannya berkenaan dengan kebutuhan dan hak. Bahkan, ketika dia mati, dia masih mendesak untuk ditolong dan dipenuhi apa yang menjadi kebutuhannya. Kemiskinan Lazarus disejajarkan dengan martabat luhur: dari mulutnya tidak pernah muncul keluhan, protes, atau caci maki. Ini merupakan ajaran yang berharga: sebagai pelayan sabda Tuhan, kita dipanggil untuk tidak memamerkan penampilan kita dan tidak mencari kemuliaan ataupun tidak bersedih dan selalu mengeluh. Sikap skeptis bukanlah milik mereka yang dekat dengan sabda Tuhan. Siapapun yang mewartakan harapan Tuhan akan membawa kegembiraan dan melihat jauh ke depan. Mereka memiliki cakrawala yang terbuka. Tidak ada tembok yang menutupinya. Mereka melihat jauh ke depan karena mereka tahu bagaimana melihat melampaui hal-hal buruk dan persoalan-persoalan mereka. Pada saat yang sama, mereka melihat dengan jelas dari dekat karena mereka memperhatikan sesama mereka, terutama yang membutuhkan. Tuhan memerintahkan kepada kita hari ini: terhadap Lazarus Lazarus yang kita jumpai, kita diajak untuk menemui dan membantu tanpa melimpahkannya kepada orang lain atau berkata "Aku akan membantumu besok. Aku tidak punya waktu hari ini, Aku akan membantumu besok." Hal semacam ini adalah dosa. Waktu yang diberikan untuk membantu orang lain adalah waktu yang diberikan kepada Yesus. Kasihlah yang akan tetap tinggal dan kasih itulah harta kita di surga yang kita cari selama di dunia ini."
Yubileum Katekis ini telah membawa semangat baru dalam menjalankan tugas pewartaan. Semoga ajakan Paus Fransiskus ini juga bergema dalam hati setiap katekis dan guru agama di Keuskupan Agng Semarang, "Para katekis yang terkasih, semoga Tuhan memberi kita rahmat yang selalu diperbarui dengan kegembiraan pewartaan perdana yang diberikan kepada kita: Yesus sudah wafat dan bangkit. Yesus mengasihi kita secara pribadi! Semoga Ia memberi kita kekuatan untuk hidup dan mewartakan perintah kasih. Semoga Ia membuat kita tergerak untuk memperhatikan orang miskin yang tidak hanya direnungkan hari ini namun juga yang selalu kita jumpai." Berkah Dalem. I'm A Catechist!