Selasa, 01 Oktober 2019

Menyambut Bulan Misi Luar Biasa Oktober 2019

Paus Fransiskus menetapkan bulan Oktober 2019 sebagai “Bulan Misi Luar Biasa”. Penetapan ini dibuat dalam rangka menyambut 100 tahun Surat Apostolik tentang pewartaan Injil “Maximum Illud” (MI) yang dikeluarkan oleh Paus Benediktus XV pada tanggal 30 November 1919. Dengan mengusung tema "Dibaptis dan Diutus : Gereja Kristus pada Misi di Dunia", Bulan Misi Luar Biasa bertujuan untuk membangkitkan kesadaran akan makna misi dan membangkitkan kembali rasa tanggung jawab untuk mewartakan Injil dengan kegairahan baru. Bulan Misi Luar Biasa diawali bertepatan dengan pesta Santa Theresia dari Kanak-kanak Yesus pada tanggal 1 Oktober. Santa Theresia yang digelari Perawan dan Pujangga Gereja merupakan pelindung karya misi Gereja. Berkenaan dengan Bulan Misi Luar Biasa ini, Uskup Keuskupan Agung Semarang mengeluarkan Surat Gembala yang dibacakan pada hari Sabtu/Minggu 28/29 September 2019 sebagai berikut:

“Mewartakan Injil adalah Keharusan, bukan Pilihan” (Lihat: 1Kor 9:16)

Saudari-Saudara, umat Katolik di Keuskupan Agung Semarang yang terkasih.

Bapa Suci, Paus Fransiskus, telah menetapkan bulan Oktober 2019 sebagai “Bulan Misi Luar Biasa” (Extraordinary Missionary Month). Penetapan ini dibuat dalam rangka menyambut genap 100 tahun Surat Apostolik tentang pewartaan Injil “Maximum Illud” (MI) yang dikeluarkan oleh Paus Benediktus XV pada tanggal 30 November 1919.

Melalui Surat Apostolik ini, Paus Benediktus XV mendorong kita semua untuk terus memberi perhatian pada tugas misi Gereja, yakni mewartakan Injil kepada dunia. Tugas mewartakan Injil ini berawal dari perintah Yesus sebelum naik ke surga, sebagaimana dapat kita simak dalam Injil Markus 16,15: “Pergilah ke seluruh dunia, beritakanlah Injil kepada segala makhluk”.
Surat Apostolik tentang pewartaan kabar sukacita Injil ke seluruh dunia ini ditulis dengan tiga (3) tujuan utama:

1. Memberi dorongan semangat baru terhadap tanggungjawab misioner guna mewartakan Injil, karena hal ini merupakan kodrat Gereja. Artinya, keberadaan Gereja tidak dapat dipisahkan dari perutusan untuk mewartakan Injil. Secara khusus Bapa Paus memberikan sapaan dan dorongan kepada 1) mereka yang bertanggungjawab atas tugas misi, 2) para misionaris, dan 3) seluruh umat Katolik.

2. Memaknai karya misi secara injili, bahwa karya misi atau pewartaan Injil harus dibebaskan dari segala macam bentuk penjajahan dan tujuan-tujuan penguasaan yang pasti justru menyebabkan kehancuran. Pewartaan Injil dilaksanakan dalam semangat cintakasih kebapaan untuk mengantar semua manusia kepada rengkuhan Allah (bdk. MI 41).

3. Menolak segala bentuk kepentingan dan agenda-agenda terselubung di balik karya misi. Gereja bersifat universal dan terbuka bagi semua orang. Karena itu karya misi dilakukan hanya demi pewartaan dan penyebaran cinta kasih Tuhan Yesus melalui kesucian hidup dan karya-karya baik, agar semakin banyak orang mengalami keselamatan.

Saudari-saudara yang terkasih dalam Kristus,
Kita memulai Bulan Misi Luar Biasa ini dengan merayakan pesta Santa Theresia dari Kanak-kanak Yesus pada tanggal 1 Oktober. Santa Theresia digelari Perawan dan Pujangga Gereja serta dijadikan pelindung karya misi Gereja oleh Paus Pius XI, kendati dia tidak pernah menjalani tugas keluar dari negerinya sebagai misionaris. Dia bermisi melalui doa-doa dan keteladanan hidup sederhana serta kesungguhannya dalam mencintai Yesus. 

Karena cintanya kepada Yesus, Santa Theresia membaktikan diri sepenuhnya kepada-Nya. Dalam buku “Kisah Satu Jiwa” yang ditulisnya, dia membagikan buah-buah permenungan dan penghayatan akan cintanya pada Yesus. Antara lain dia menulis: “Tuhan tidak menginginkan kita untuk melakukan ini ataupun itu. Ia ingin kita mencintai-Nya”. Sebelum meninggal pada tanggal 30 September 1897, Santa Theresia memandang salib Yesus dan berbisik lembut: “O, aku cinta pada-Nya, Tuhanku, aku cinta pada-Mu!”

Dalam autobiografinya, Santa Theresia juga menuliskan cintanya yang besar kepada Yesus demikian: “Di suatu hari Minggu kupandang Yesus di salib. Hatiku tersentuh oleh darah yang menetes dari tangan-Nya yang kudus. Kurasa sungguh sayang, sebab darah itu menetes ke tanah tanpa ada yang menampungnya. Akupun memutuskan untuk dalam Roh tinggal di kaki salib supaya dapat menampung darah Ilahi yang tercurah dari salib itu, dan aku mengerti bahwa setelah itu aku harus menuangkannya atas jiwa-jiwa”.
           
Saudari-Saudara terkasih dalam Kristus,
Bapa Suci Fransiskus mengajak kita semua untuk menjadikan Bulan Misi Luar Biasa ini sebagai kesempatan penuh rahmat dan subur untuk mengembangkan semangat misioner ini, melalui berbagai upaya, antara lain: mengintensifkan doa pewartaan Injil, merefleksikan Kitab Suci dan teologi tentang misi, serta menjalankan karya-karya amal-karitatif dan karya-karya konkret dalam kerjasama dan solidaritas antar-gereja. Dengan demikian semangat misioner dibangkitkan dan tak pernah hilang dalam kehidupan Gereja. 

Bermisi di zaman ini bukan pertama-tama pergi ke daerah terpencil untuk berkarya di sana, namun  berbuat sesuatu agar warta sukacita keselamatan sampai kepada semua orang. Mengenai hal ini, Bapa Suci Fransiskus menegaskan bahwa bermisi berarti mengembangkan relasi kemanusiaan untuk mewujudkan keadilan dan kesejahteraan bersama. Karena itu tugas misi kita laksanakan pertama-tama dengan membangun relasi dan komunikasi yang memungkinkan bertumbuh dan berkembangnya kasih satu sama lain. Kalau suasana dan kondisi ini tercipta, maka kehidupan bersama pun akan terwarnai oleh kedamaian, keadilan, dan kesejahteraan. Ini semua dapat kita mulai dari lingkup terdekat kita, misalnya keluarga dan komunitas kita masing-masing. Pertanyaannya, bagaimana itu semua dapat kita lakukan?

Saudari-saudara yang terkasih dalam Kristus.
Sabda Tuhan yang kita dengarkan pada Minggu Biasa XXVI hari ini memberikan jawaban atas pertanyaan ini. Dapat dikatakan secara sederhana bahwa bermisi berarti keluar dari diri dan keluar dari kepentingan diri sendiri. Bacaan I (Amos 6,1a.4-7) menjelaskannya bahwa tugas misioner dapat dilaksanakan dengan “menjadi peduli kepada sesama, khususnya mereka yang ada dalam kekurangan”. Sedangkan Bacaan II (1Timotius 6,11-16) menegaskan bahwa tugas ini akan menjadi nyata ketika kita “menjadi manusia Allah yang menjauhi semua kejahatan, dan yang mengejar keadilan, ibadah, kesetiaan, kasih, kesabaran dan kelembutan”.

Dan Yesus dalam injil Lukas (16,19-31) memberikan gambaran nasib orang kaya yang selama hidupnya hanya memikirkan diri sendiri, serta tidak peduli pada kepentingan orang lain, seperti Lazarus yang menderita. Di balik gambaran ini Yesus mengajak kita semua untuk hidup dalam kepedulian dan perhatian pada orang lain.
Pada kesempatan yang indah ini, saya mengajak Saudari-saudara terkasih untuk menanggapi ajakan sabda Tuhan untuk mewartakan dan mewujdukan kembali kasih Yesus dalam kepedulian dan perhatian kita pada kepentingan orang lain di sekitar kita, khususnya mereka yang “kecingkrangan” (serba kekurangan), antara lain karena kesusahan, derita, kemiskinan, ketidakadilan, dan penindasan.

Semoga Bulan Misi Luar Biasa selama Oktober ini, yang masih diharapkan oleh Bapa Suci terus dihayati hingga Oktober tahun 2020, benar-benar menjadi kesempatan penuh rahmat untuk membarui kesungguhan kita menjadi saksi Injil Kristus. Semoga Santa Theresia dari Kanak-kanak Yesus dan Santo Fransiskus Xaverius, para pelindung karya misi, terus mendoakan kita agar dapat menjadi saksi iman yang tangguh.

Selamat mewujudkan panggilan misioner. Semoga kita pun memiliki semangat Santo Paulus untuk senantiasa memberitakan Injil dengan berkata: “Karena jika aku memberitakan Injil, aku tidak mempunyai alasan untuk memegahkan diri. Sebab itu adalah keharusan bagiku. Celakalah aku, jika aku tidak memberitakan Injil” (1Korintus 9,16).
Matur nuwun dan berkah Dalem.
         
Semarang, 13 September 2019
Pada Peringatan Wajib Santo Yohanes Krisostomus

† Mgr. Robertus Rubiyatmoko
Uskup Agung Keuskupan Agung Semarang

Bulan Misi Luar Biasa ini perlu disambut baik karena Gereja Katolik bisa hadir dan bertahan sampai sekarang berkat misi. Ada banyak tantangan dan peluang yang bisa menjadi dimanfaatkan untuk menjalankan misi. Misi selalu kontekstual. Artinya, cara dan prosesnya selalu berubah sepanjang zaman. Syukur atas misi yang selalu menghidupkan Gereja.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar