Senin, 30 September 2013

Berjalan dalam Terang Firman Tuhan


Bapa Suci Benediktus XVI mencanangkan tanggal 11 Oktober 2012 sampai dengan 24 November 2013 sebagai Tahun Iman. Dalam Surat Apostolik Porta Fidei (Pintu Kepada Iman) Bapa Suci mengajak seluruh umat Katolik untuk menggali kembali dan menghayati kekayaan iman yang dimiliki oleh Gereja. Selama Bulan September 2013, yang selama ini ditetapkan sebagai Bulan Kitab Suci, kita diajak untuk mendalami kekayaan iman itu. Tema besar yang diangkat dalam BKSN kali ini adalah “FirmanMu adalah terang bagi langkahku” (Mzm 119:105). Tema besar itu dijabarkan menjadi sub-sub tema kecil yang berfokus pada refleksi atas tokoh-tokoh Kitab Suci. Dua tokoh iman dari Perjanjian Lama: Abraham dan Musa. Dua tokoh dari Perjanjian Baru: Bunda Maria dan Para Rasul. Tujuan dari pendalaman ialah supaya Firman Tuhan menjadi pedoman kita untuk menjadi semakin dekat dengan Sang Sumber hidup yaitu Allah dalam diri Yesus.
Metode yang ditawarkan oleh Komisi Kitab Suci KAS adalah Lectio Divina (Pembacaan Ilahi). Tetapi dibuka kemungkinan bagi para pemandu dan peserta pendalaman, untuk membuat kreasi yang tujuannya agar bahan pendalaman dapat dipahami dan direnungkan dengan lebih mudah dan mengena pada sasaran. Dei Verbum 25 menyatakan bahwa Konsili suci mendesak dengan sangat dan istimewa semua orang beriman, terutama para religius, supaya dengan seringkali membaca kitab-kitab ilahi memperoleh "pengertian yang mulia akan Yesus Kristus" (Flp 3:8). Namun hendaklah mereka ingat, bahwa doa harus menyertai pembacaan Kitab Suci, supaya terwujudlah wawancara antara Allah dan manusia. Sebab "kita berbicara dengan-Nya bila berdoa; kita mendengarkan-Nya bila membaca amanat-amanat ilahi".
Pada hari Kaum Muda Sedunia 9 April 2006, Bapa Suci Benediktus XVI berpesan agar kaum muda akrab dengan Alkitab. Dengan membacanya, mereka belajar untuk mengenal Kristus dengan cara Lectio Divina. Lectio Divina secara harafiah berarti Pembacaan ilahi. Pembacaan Kitab Suci yang direnungkan ini memiliki tujuan berdoa dari Kitab Suci dan hidup dari Sabda Allah.
Ada 6 langkah melakukan Lectio Divina:
1.      Lectio: membaca dan membaca kembali sebuah perikop dari Kitab Suci dan mengambil unsur-unsur utamanya,
2.      Meditatio: refleksi batin di mana jiwa berpaling kepada Allah dan berusaha memahami apa yang dikatakan oleh Sabda-Nya kepada kita sekarang. 
3.      Oratio: berbicara kepada Allah secara langsung.   
4.      Contemplatio: hati penuh perhatian pada kehadiran Kristus, yang Sabda-Nya bagaikan “pelita yang bercahaya di tempat yang gelap…” (2 Ptr 1:19).
5.      Actio: Membaca, mempelajari, dan merenungkan Sabda harus mengalir ke dalam kehidupan selalu setia pada Kristus dan ajaranNya.
Adapun penjelasan masing-masing tahap adalah sebagai berikut:
LECTIO dilakukan melalui aktivitas membaca teks untuk memahami apa yang dikatakan oleh teks.
MEDITATIO bertujuan untuk menemukan arti teks dan menerapkannya pada diri sendiri. Dengan hening, mata terpejam, kita diajak untuk merenung melalui 1) membayangkan peristiwa yang diceritakan/ mengingat kembali isi teks; 2) mencari: “Pesan apa yang saya pelajari dari Firman yang baru direnungkan?” dan “Apa peran pesan itu bagi saya?”, misalnya: mengingatkan, menegur, menguatkan, menghibur. Setelah merenung, kita diajak berbagi pesan dengan orang lain. Yang dibagikan adalah pesan teks untuk diri saya dan peran dari pesan itu untuk saya.
ORATIO terwujud melalui doa yang digerakkan dan diilhami oleh Firman serta merupakan tanggapan saya atas Firman yang baru saya dengarkan. Bagian ini bisa ditutup dengan “Bapa Kami”
CONTEMPLATIO berarti hidup di hadirat Allah. Melalui tahap ini, kita diajak selalu menyadari bahwa Allah selalu bersama saya dan Sabda-Nya menggema di dalam diri saya
ACTIO dilakukan untuk melaksanakan firman Allah yang telah didengarkan. Dengan demikian, setelah membaca atau mendengarkan, merenungkan, berdoa, dan menghayati Firman, kita diajak untuk menjalani hidup sesuai kehendak Allah.
Dalam Lectio Divina, ada pembagian pelaksanaan tahapan. Dalam pertemuan dilakukan tahap Lectio, Meditatio, dan Oratio. Dalam kehidupan, dilaksanakan tahap Contemplatio dan Actio.
Tahun ini, Lectio Divina Bulan Kitab Suci ingin mendalami tentang Abraham, Musa, Maria, dan Para Rasul. Mengapa dipilih tokoh? Kiranya jawaban yang menarik dapat kita lihat dari kutipan berikut: ”bagi Gereja, upaya pertama mewartakan Injil ialah kesaksian hidup otentik Kristiani, dalam penyerahan diri kepada Allah, dalam persekutuan yang pantang dihancurkan, dan sekaligus dalam komitmen kepada sesama dengan semangat tanpa batas. Seperti baru-baru ini kami sampaikan kepada sejumlah ahli hukum: ”Manusia modern lebih suka mendengarkan saksi-saksi daripada guru-guru, dan kalau ia mendengarkan guru-guru, itu karena mereka saksi”. Santo Petrus mengungkapkannya dengan tepat, ketika ia mengutarakan teladan hidup saleh dan murni, yang bahkan tanpa kata-kata pun menarik mereka yang tidak mau mematuhi sabda. Oleh karena itu terutama melalui perilaku dan corak hidupnyalah Gereja akan mewartakan Injil kepada dunia; dengan kata lain, melalui kesaksiannya yang hidup akan kesetiaan terhadap  Tuhan Yesus-kesaksian kemiskinan dan sikap lepas-bebas, kesaksian kebebasan menghadapi berbagai kekuasaan dunia ini, pendek kata, kesaksian kekudusan” (EN 41)

Berikut ini adalah ulasan singkat masing-masing tokohnya.

ABRAHAM, BAPA TELADAN KAUM BERIMAN (Kej 22:1-19)
Abraham dipanggil untuk menjadi Bapa bangsa. Panggilan dan janji Allah kepada Abraham adalah Tanah, Keturunan, Berkat. Usia Abraham sudah 75 tahun ketika dipanggil. Dia taat akan panggilan Allah yang disertai dengan janji.Isi janji yang diulang: "Pandanglah sekelilingmu dan lihatlah dari tempat engkau berdiri itu ke timur dan barat, utara dan selatan, sebab seluruh negeri yang kaulihat itu akan Kuberikan kepadamu dan kepada keturunanmu untuk selama-lamanya. Dan Aku akan menjadikan keturunanmu seperti debu tanah banyaknya, sehingga, jika seandainya ada yang dapat menghitung debu tanah, keturunanmupun akan dapat dihitung juga. Bersiaplah, jalanilah negeri itu menurut panjang dan lebarnya, sebab kepadamulah akan Kuberikan negeri itu.“  (Kej 13:14-17)
Abraham berani melepaskan jaminan konkrit: perlindungan dari keluarga dan suku. Berani mengandalkan Tuhan yang memberikan janji: tanah, keturunan dan berkat. Abraham teguh percaya. Kej 12:10-20 menunjukkan dalam sukar dan takut  Abraham gagal percaya pada Tuhan. Ketika terjadi kelaparan di Mesir Sara diminta mengaku sebagai adiknya.  Supaya diperistri Firaun dan Abraham mendapat kambing domba, lembu sapi, keledai jantan, dll. Kej 15:1-6 menunjukkan iman Abraham yang kuat kembali,  Setelah Tuhan mengulangi janji akan memberikan keturunan. Kej 16:1-4a iman Abraham lemah kembali.  Atas saran Sarai, Abraham mengambil Hagar hambanya, dan melahirkan Ismael. Kej 17: 15-19 Tuhan mengulangi janjinya lagi untuk memberikan keturunan.  Dan sekali lagi Abraham percaya. Kepercayaan kepada Tuhan membuahkan hasil.  Ishak lahir. Tuhan benar-benar menepati janji-Nya (Kej 21). Kej 22 Tuhan yang  memberi keturunan kini meminta Abraham mengurbankannya. Tapi iman Abraham sudah semakin mantab Ia teguh percaya pada Tuhan.
Berbagai peristiwa mengancam Abraham dan mencobai ketekunan imannya. Allah selalu melindungi dan memberi jalan keluar atas kesulitan Abraham.Abraham menjadi berkat. Abraham menjadi teladan iman.
Pencobaan iman Abraham membuatnya jatuh-bangun,  percaya-tidak percaya, mantap- ragu. Tetapi dengan pencobaan itu Iman abraham makin kuat.  Dan Abraham menjadi mengerti bahwa Allah itu Maha Kuasa dan setia. Tindakan Abraham ini telah menyadarkan kita bahwa beriman itu proses.  Dengan beriman tidak dengan sendirinya hidup menjadi mudah. Tetapi Tuhan selalu mendampingi dan setia.

MUSA, PEMBEBAS DAN PEMIMPIN BANGSA (Kel 17:1-7)
Sejak lahir telah kelihatan bahwa Allah memilih Musa. Kehidupan di istana Firaun tidak menghilangkan niatnya untuk kembali kepada bangsanya. Musa pergi ke tanah Midian untuk menghindari kemarahan Firaun. Musa dipanggil untuk kembali ke Mesir dan membawa bangsanya keluar dri Mesir.
Musa dipanggil ketika sedang menggembala domba. Pada awalnya Musa keberatan untuk menerima panggilan Tuhan karena merasa tidak mampu. Tuhan memaksanya untuk menaati perintah itu lewat berbagai jaminan dan bukti. Keberatan Musa tampak dalam beberapa hal berikut ini:
"Siapakah aku ini, maka aku yang akan menghadap Firaun dan membawa orang Israel keluar dari Mesir?”
"Tetapi apabila aku mendapatkan orang Israel dan berkata kepada mereka: Allah nenek moyangmu telah mengutus aku kepadamu, dan mereka bertanya kepadaku: bagaimana tentang nama-Nya? apakah yang harus kujawab kepada mereka?"
 "Bagaimana jika mereka (orang Mesir) tidak percaya kepadaku dan tidak mendengarkan perkataanku, melainkan berkata: TUHAN tidak menampakkan diri kepadamu?”
 "Ah, Tuhan, aku ini tidak pandai bicara, dahulupun tidak dan sejak Engkau berfirman kepada hamba-Mupun tidak, sebab aku berat mulut dan berat lidah.”
 "Ah, Tuhan, utuslah kiranya siapa saja yang patut Kauutus."
Musa berhasil membebaskan bangsanya dari Mesir. Dalam perjalanan pembebasan itu, ia belajar menjadi pemimpin. Ia menjadi penengah antara kehendak Tuhan dan kekerasan hati bangsanya. Ia mengalami banyak tantangan untuk membangun jati diri bangsa sebagai umat pilihan. Akhirnya, ia menjadi pemimpin yang sabar dan lembut hati.
Tuhan selalu mendampingi Musa sejak kelahirannya. Episode Midian adalah episode persiapan untuk diutus: dari gembala domba sampai ke gembala bangsa. Musa diajak merumuskan Perjanjian Sinai. Berbagai reaksi melawan Musa dapat dihadapi berkat campur tangan Tuhan.
Pengalaman Musa menunjukkan“ Tidak ada yang mustahil bagi orang yang percaya.”  Tuhan  mengingatkan kita untuk selalu percaya  dalam segala rencana Tuhan dalam hidup kita.

MARIA, IBU YANG SETIA SAMPAI AKHIR (Yoh 19:23-30)
Maria dipanggil ketika masih gadis remaja, berusia sekitar 15 tahun. Tidak ada penolakan. Maria taat sebagai hamba Tuhan: “Terjadilah kehendak-Mu. Panggilan adalah sungguh inisiatif yang datang dari Tuhan. Manusia menaati kehendak-Nya dengan penuh iman.
Kitab Suci menuliskan panggilan Tuhan kepada Maria sebagai berikut:
26 Dalam bulan yang keenam Allah menyuruh malaikat Gabriel pergi ke sebuah kota di Galilea bernama Nazaret, 27 kepada seorang perawan yang bertunangan dengan seorang bernama Yusuf dari keluarga Daud; nama perawan itu Maria. 28 Ketika malaikat itu masuk ke rumah Maria, ia berkata: "Salam, hai engkau yang dikaruniai, Tuhan menyertai engkau.“ 29 Maria terkejut mendengar perkataan itu, lalu bertanya di dalam hatinya, apakah arti salam itu. "Jangan takut, hai Maria, sebab engkau beroleh kasih karunia di hadapan Allah. 31 Sesungguhnya engkau akan mengandung dan akan melahirkan seorang anak laki-laki dan hendaklah engkau menamai Dia Yesus. 32 Ia akan menjadi besar dan akan disebut Anak Allah Yang Mahatinggi. Dan Tuhan Allah akan mengaruniakan kepada-Nya takhta Daud, bapa leluhur-Nya,33 dan Ia akan menjadi raja atas kaum keturunan Yakub sampai selama-lamanya dan Kerajaan-Nya tidak akan berkesudahan."
Terhadap panggilan itu, Kitab Suci mencatat tanggapan atas panggilan itu sebagai berikut:
34 Kata Maria kepada malaikat itu: "Bagaimana hal itu mungkin terjadi, karena aku belum bersuami?“ 35 Jawab malaikat itu kepadanya: "Roh Kudus akan turun atasmu dan kuasa Allah Yang Mahatinggi akan menaungi engkau; sebab itu anak yang akan kaulahirkan itu akan disebut kudus, Anak Allah. 36 Dan sesungguhnya, Elisabet, sanakmu itu, iapun sedang mengandung seorang anak laki-laki pada hari tuanya dan inilah bulan yang keenam bagi dia, yang disebut mandul itu.  37 Sebab bagi Allah tidak ada yang mustahil.“ 38 Kata Maria: "Sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan; jadilah padaku menurut perkataanmu itu." Lalu malaikat itu meninggalkan dia.
Dalam menghayati panggilan itu, Maria berjuang melewati banyak peristiwa antara lain: mengunjungi Elisabet, kelahiran Yesus, mendengarkan nubuat Simeon, digelisahkan akan kehilangan Yesus di Bait Allah, “tidak dianggap sebagai orang dekat Yesus” pada karya publik Yesus, menerima kematian Yesus, dan bersama para rasul menantikan kedatangan Roh Kudus.
Dalam hidup kita, Maria kita terima sebagai teladan dalam iman, pengantara doa, pengungsian di kala duka, pelindung terhadap godaan, penolong, dan Bunda pengantara rahmat
Wafat Yesus di salib menjadi wujud cinta Tuhan yang total sehabis-habisnya. Salib bukan tanda kekalahan tetapi penyerahan diri. Hal ini menyadarkan bahwa Tuhan mencintai kita. Kita bangga menjadi pengikut Kristus dan menjadi orang katolik.  Sudah seharusnya, kita tidak takut membuat tanda Salib karena itu adalah tanda kemenangan kita.

DUA BELAS MURID, PARA UTUSAN YANG HANDAL (Luk 24:36-52)
Yesus memanggil mereka dengan cara datang kepada mereka. Para murid diutus untuk: menjala manusia, melakukan berbagai karya keselamatan, menjadikan semua orang murid Yesus.
Para murid meninggalkan segalanya dan mengikuti Yesus. Mereka berjuang melawan segala hal yang tidak sesuai dengan panggilan. Mereka berjuang untuk memahami: “Siapakah Yesus?” Mereka pun menjadi takut di sekitar peristiwa wafat dan kebangkitan Yesus. Namun, dengan berani mewartakan Injil karena Roh Kudus.
Para murid meninggalkan kemapanan duniawi untuk memenuhi panggilan sorgawi. Mereka ikut serta dalam suka duka Yesus. Iman mereka tergoncang ketika Yesus disalibkan. Kebangkitan Yesus mengembirakan hati mereka namun mereka masih “kebingungan dan kehilangan orientasi”. Akhirnya, mereka dipenuhi Roh Kudus sebagai utusan.
Pada awalnya para rasul selalu bersama Yesus, mengikuti Dia ke manapun Dia pergi. Mereka dibimbing untuk semakin mengenal Yesus dan karya misi-Nya di dunia yang berakhir dengan wafat dan kebangkitan. Mereka mewartakan Injil ke mana-mana dan menghadapi berbagai ancaman. Pendampingan Tuhan selama perutusan untuk mewartakan Injil.
Para murid diutus mewartakan Injil. Kita sebagai murid Yesus juga disadarkan untuk mewartakan Injil. Mewartakan Injil tidak selalu harus berkotbah kemana-mana, tetapi mewartakan Injil dengan cara yang paling sederhana dilakukan melalui kesaksian akan hidup yang baik.

Keempat tokoh ini menyampaikan pesan bahwa mereka telah lebih dulu mencoba berjalan dalam terang Firman Tuhan. Mereka pun manusia biasa. Mereka telah membuktikan bahwa mereka bisa mengandalkan Tuhan. Sebagai manusia biasa dan wajar, mari kita mencoba berjalan dalam terang Firman Tuhan.

Gambar diambil dari:
http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/4/4f/Rembrandt_Harmensz._van_Rijn_035.jpg;
http://www.12apostoles.com/jesusviveenlacasadeallado/wp-content/uploads/2011/03/Moises-Masa-y-Meriba.jpg;
http://jamestabor.com/wp-content/uploads/2012/08/MaryAtFootOfCross.jpg; http://www.catholicjournal.us/wp-content/uploads/LastSupper11.jpg

Tidak ada komentar:

Posting Komentar